Selasa, 08 September 2015

Gaduh

Gaduh

Arswendo Atmowiloto  ;  Budayawan
                                             KORAN JAKARTA, 05 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Setiap zaman memiliki kata yang menjadi popular. Sekaligus juga,seakan, mewakili keadaan yang digambarkan. Di zaman Orde Baru, kata “pembangunan” menjadi sangat-sangat popular. Bahkan ada yang iseng menghitung jumlah kata itu dalam pidato Presiden. Ada juga logat kata “semangkin” untuk semakin, yang “dari pada itu” disosialisasikan dengan heboh oleh Butet K. Di zaman Presiden SBY kata yang banyak diucapkan adalah ‘santun”. Sampai melebar dalam pengertian sinis. “Korupsi boleh saja, asal santun.”

Saat ini kata gaduh sedang menjadi trending topic, menjadi nggawil, seakan menempel di bibir dan meluncur dengan sendirinya. Apalagi kalau sudah dikaitkan dengan perpolitikan, makna tambahan menjadi bagian yang tak terpisahkan.

Kata gaduh kali ini dikaitkan dengan pergantian Kabareskrim Polri, dan masih berlanjut setelah pergantian. Beberapa ahli menyoba menengok lagi makna kata gaduh. Apakah itu termasuk menggambarkan suasana yang rusuh, ribut, pertanda adanya huru hara. Atau yang terutama siapa yang membuat kegaduhan, yang mengharubiru keadaan hingga segenting sekarang ini?

Kata gaduh sebenarnya sudah menjadi idiom zaman Presiden BJ Habibie ketika beliau mengeluh dengan periumpamaan yang popular ,”ibarat pilot, bagaimana saya bisa terbang dengan baik, kalau selalu gaduh. Kalau kursi pilot ditendang-tendang.” Kini kata gaduh itu muncul lagi dan benar-benar menyita perhatian, dan menyiratkan adanya keributan, atau bahkan perpecahan di kalangan Kepolisian.

Namun sebenarnya, dari segi bahasa, kata gaduh tak hanya diartikan sebagai adanya keributan, adanya perselisihan. Justru sebaliknya gaduh bisa berarti adanya kerja sama, adanya kerukunan berusaha, adanya rasa saling percaya. Baik dalam budaya Jawa—termasuk bahasa Sunda, kata gaduh bisa berarti milik, bisa berarti kepemilikan.

Teu gaduh artinya tidak punya. Sementara gaduh dalam kosa kata kata Jawa, bisa berarti kepemilikan yang separuh. Atau separuh memiliki. Biasanya ini terjadi dalam usaha bersama bidang peternakan atau peternakan. Kisahnya begini. Peternak memiliki sapi masih kecil, dijual pun harganya belum maksimal. Lalu dibesarkan oleh orang lain.

Orang lain ini disebut penggaduh. Yang nantinya memperoleh penghasilan ketika sapi yang layak jual ini laku. Bagian yang diterima penggaduh, sungguh demokratis, separuh dari keuntungan. Lumayan menguntungkan bagi pemilik dan penggaduh. Sedangkan gaduhan, barang yang diupayakan bersama, bisa berupa sapi, kambing, kerbau, ikan di kolam, itik… atau juga tanaman. Padi, misalnya. Atau bahkan jenis buah-buahan .

Kerja sama seperti ini masih berlaku di berbagai daerah--untuk tidak mengatakan di setiap desa. Dan sesungguhnyalah ini merupakan jalan budaya yang melegakan dan menyenangkan bagi “orang kaya”, dan “pekerja”. Bukan sekadar majikan dengan pekerja. Bukan sekadar hubungan bos dengan buruh. Karena dalam sistem gaduh, keduanya sama-sama memiliki hak atas apa yang dicapai. Bahasa politisnya : tak ada eksploitasi manusia atas manusia yang lain.

Dalam sistem gaduh ini, terasa adanya saling mempercayai, saling berharap, juga saling bergantung untuk mendapat untung. Dan seharusnya tidak saling membebani. Mungkin ini alasan saya tak terlalu khawatir dengan menyebarkan ucapan gaduh. Di satu pihak itu terjadi karena adanya perubahan yang agak mendadak yang memang diperlukan untuk perbaikan.

Gejolak yang muncul akan selesai ketika kembali ke sistem yang normal. Atau seperti terucapkan para pejabat : rotasi jabatan itu hal yang biasa. Di lain pihak dalam pengertian budaya gaduh memperlihatkan adanya kerja sama para pihak, adanya rasa saling percaya. Gaduh yang ini tidak gaduh sama sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar