Kamis, 10 Juni 2021

 

Rakyat Mandiri Berdaya Mencegah Penyebaran Covid-19

Abang Rahino ;  Mantan Staf Komunikasi dan Informasi pada program SHAW-Simavi

KOMPAS, 10 Juni 2021

 

 

                                                           

Pandemi Covid-19 memberi banyak pelajaran bagi kita. Salah satunya adalah arti penting rakyat yang berdaya dalam melakukan pencegahan secara mandiri. Konsep dasarnya adalah rakyat sebagai garda terdepan melakukan pencegahan (preventif), bukan tenaga kesehatan.

 

Namun sayang pengarusutamaan pencegahan mandiri berbasis masyarakat untuk menangkal penyebaran pandemi Covid-19 tidak menjadi pilihan Pemerintah Indonesia saat ini. Pemerintah lebih memilih pendekatan kuratif. Sebuah pendekatan yang mengandalkan tenaga kesehatan, obat-obatan, sarana prasarana, dan sistem kesehatan nasional, yang sebenarnya masih jauh dari ideal.

 

Pertanyaan mendasar dari pendekatan kuratif adalah seberapa jauh tingkat kecukupan sarana, prasarana, dan sumber daya manusia (SDM) bidang kesehatan memiliki kemampuan untuk melawan semakin cepatnya penyebaran pandemi Covid-19? Terlebih dengan semakin banyaknya mutan yang dilahirkan dari SARS-CoV2.

 

Kasus di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, belum lama berselang pasca-Lebaran adalah contoh kasus nyata. Rakyat yang tidak terdidik dalam hal penerapan protokol kesehatan telah dengan ceroboh melanggar dengan akibat melonjaknya angka kepositifan dan kematian akibat Covid-19.

 

Pendidikan masyarakat

 

Best practice yang bisa dipertimbangkan menjadi acuan adalah program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat atau STBM. Program Kementerian Kesehatan yang dilahirkan tahun 2009 tersebut adalah upaya untuk mendidik masyarakat agar secara mandiri mampu melakukan pencegahan terhadap merebaknya penyakit-penyakit diarokal.

 

Program lintas sektoral dilaksanakan secara berjenjang di tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa. Pada umumnya Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Kabupaten berfungsi sebagai pengarah untuk sinkronisasi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, sedangkan Dinas Kesehatan setempat bertindak selaku sektor yang memimpin di depan (leading sector).

 

Secara nasional, Kementerian Kesehatan bertindak sebagai leading sector nasional, penjaga gawang agar program tetap berjalan pada jalurnya dengan menjaga kerja sama aktif lintas sektoral tingkat nasional.

 

Pada tingkat desa, ujung tombak program ini adalah para kader di tingkat RT atau RW. Indonesia memiliki jutaan kader kesehatan, kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), atau kader Dasawisma. Mereka tersebar merata di hampir semua desa. Para kader ini terlatih secara teknis maupun non-teknis seperti berbicara di depan umum (public speaking), memengaruhi para pemangku kepentingan di tingkat RT dan RW, dan pada umumnya mereka menjadi teladan di masyarakat.

 

Kecuali para Kader Desa tersebut, pengalaman empirik para mitra lembaga swadaya masyarakat (LSM) pelaksanaan program STBM 2011 – 2016 di sembilan kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua membuktikan bahwa para siswa Sekolah Dasar (SD) di tingkat desa telah terbukti efektif sebagai agen perubahan di keluarga dan lingkungan masing-masing.

 

Mereka, kecuali para ibu, memiliki pengaruh kuat dalam mengubah perilaku anggota keluarga lain dalam pelaksanaan kelima pilar STBM.

 

Salah satu kunci sukses dari program berbasis masyarakat adalah termotivasinya Kader Desa. Sehingga, proses pengaderan dalam wujud pendidikan kader perlu dilakukan dengan dasar silabus yang berorientasi pada penyadaran, bukan indoktrinasi.

 

Teknik-teknik pendidikan tentu dilakukan, misalnya melalui proses training of trainer (ToT) atau pelatihan untuk pelatih, dan sebagainya, sebagaimana yang umum terjadi pada program-program pendidikan masyarakat.

 

Oleh karenanya, penyampaian materi dalam silabus pendidikan dilakukan secara berjenjang. Kader Kabupaten melatih Kader Kecamatan, Kader Kecamatan melatih Kader Desa, dan Kader Desa bertugas melatih para kader di tingkat RT dan RW. Sementara itu Kader Kabupaten dilatih oleh Konsultan Program/LSM Mitra sebagai penanggung jawab sampai pada tingkat implementasi di lapangan.

 

Dengan keberadaan jutaan berbagai kader, kegiatan tersebar di seluruh Indonesia dan sudah terlatih, dan jangan diremehkan para murid SD di level desa. Untuk menghadapi pandemi Covid-19, mereka tinggal sedikit disentuh dengan hal-hal teknis protokol kesehatan. Itu adalah termasuk menjaga asupan sehat bergizi, menjaga jarak jika berada di kerumunan, mengenakan masker, membasuh tangan dengan sabun atau hand sanitizer, dan tidak banyak bicara di tempat umum.

 

Dengan metode pengawasan gethok tular sesama warga RT, praktik protokol kesehatan akan terjaga karena masyarakat saling mengingatkan. Itulah juga yang diterapkan dalam program STBM.

 

Berbagai Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan sejak 2012 secara berkala membuktikan bahwa metode pencegahan berbasis masyarakat mampu menciptakan rakyat yang secara mandiri melakukan langkah-langkah pencegahan penyebaran penyakit secara efektif.

 

Program-program berbasis masyarakat mampu menekan 62 persen penyakit-penyakit diarokal di level kabupaten/kota pelaksana STBM yang didampingi LSM Mitra.

 

Pendekatan preventif

 

Pemerintah perlu untuk mempertimbangkan pendekatan pencegahan berbasis masyarakat ini, guna memerangi Covid-19, sebagaimana implementasi program STBM dalam memerangi penyebaran penyakit-penyakit diarokal.

 

Para tenaga kesehatan tentu masih dibutuhkan, namun mereka tidak lagi ditempatkan sebagai garda depan, karena jumlah mereka secara nasional sangat tidak mencukupi. Sedangkan kader desa berjumlah jutaan relawan. Belum lagi siswa SD!

 

Dari aspek anggaran, pendekatan preventif relatif lebih murah dibandingkan dengan pendekatan kuratif yang mahal. Kecuali itu, kandungan sifat keberlanjutan pada pendekatan pencegahan jauh lebih besar. Pengetahuan dan praktik pencegahan oleh masyarakat akan berlanjut secara turun-temurun dari orangtua ke anak dan seterusnya, menjadi kearifan masyarakat.

 

Dampak berganda (multiplier effects) dari program berbasis masyarakat juga sangat besar. Misalnya dalam proses pendidikan diselipkan keterampilan pembuatan hand sanitizer secara mandiri di level RT/RW sehingga ketergantungan pada pasokan dari luar bisa dihindarkan. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar