Berlomba
Bukan Berebut Budi S Tanuwibowo ; Ketua Umum Dewan Rohaniwan/Pengurus Pusat
Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) dan Wakil Ketua Umum
Perhimpunan Indonesia-Tionghoa (Inti) |
KOMPAS, 17 Juni 2021
Ajang pilpres masih lama.
Masa kepresidenan 2019-2024 pun belum genap dua tahun. Namun, ancang-ancang
ke arah 2024 sudah gegap gempita. Seolah persoalan Covid -19 kurang penting.
Demikian pula masalah ekonomi dan penurunan berbagai indikator penting
lainnya dianggap seakan persoalan remeh yang tak perlu serius dipikirkan. Maraknya wacana Pilpres
2024 dipandang dari sudut demokrasi bisa dianggap positif. Kalau ukurannya
semangat dan kepedulian terhadap persoalan kepemimpinan bangsa lima tahunan,
baik-baik saja. Namun, kalau lebih karena persaingan tidak sehat, saling
jegal-menjegal sejak awal, saling melempar narasi kebencian yang bisa
menambah keretakan bangsa, masing-masing kita perlu mawas diri. Di atas segalanya,
keutuhan bangsa adalah yang nomor satu. Bung Karno, Bung Hatta, dan para
leluhur bangsa lainnya telah mempertaruhkan semuanya untuk itu. Indonesia
bisa lahir karena persatuan. Saat ini di media banyak
beredar nama-nama yang diunggulkan. Ada yang senior, ada yang lebih muda. Ada
yang sipil, ada yang berlatar belakang militer. Ada kader partai, ada
birokrat. Lengkap. Meski mungkin mereka bukan calon yang terbaik, sistem demokrasi yang kita pilih telah
memunculkan nama-nama tersebut. Itulah kenyataan yang harus kita terima, mau
tidak mau, suka tidak suka. Sebut saja nama: Prabowo
Subianto, Anies Rasyid Baswedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Sandiaga
Salahuddin Uno, Agus Harimurti Yudhoyono, Khofifah Indar Parawansa, Tri
Rismaharini, Puan Maharani, Airlangga Hartarto, Erick Thohir, dan sederet
nama lainnya. Inilah nama-nama yang dijagokan saat ini, yang mungkin saja
bisa berubah (drastis) semakin dekat 2024 nanti. Politik (praktis) kata
orang amat dinamis. Apalagi di masa media sosial (medsos) merajalela seperti
saat ini. Sebuah isu akan menyebar cepat. Dan celakanya orang Indonesia
gampang percaya. Sekali percaya, susah mengubahnya. Berita yang telanjur
keliru, ketika diralat, ralatnya tenggelam tak mampu merebak ke permukaan.
Ini bisa dimanfaatkan oleh mereka yang mempunyai kepentingan tertentu.
Keadaan menjadi semakin rumit bila hal ini terjadi di masyarakat retak
seperti kondisi bangsa kita saat ini. Kekuasaan
untuk kesejahteraan bangsa Saat ini marak pemberitaan
soal persaingan Puan Maharani dan Ganjar Pranowo. Semua orang sibuk
mengulasnya. Padahal, yang ada di permukaan bisa sama, tetapi bisa pula
berbeda dengan kenyataannya. Berbagai skenario dibuat, dibahas, diulas, dan
dijual kepada masyarakat. Baik, boleh, dan sah-sah
saja selama kita ingat hal mendasar yang ribuan tahun lalu diingatkan Kongzi,
Confucius atau Khonghucu, ”Insan beriman-berbudi (Junzi) suka berlomba tapi
pantang berebut, hidup rukun meski berbeda”. Sebaliknya, ”Orang yang rendah
budi (xiaoren) tak bisa rukun meski sama, dan menghalalkan segala cara untuk
saling berebut”. Bangsa Indonesia yang
mengaku beriman dan berbudi, seyogianya tetap teguh berkompetisi secara
sehat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan menomorsatukan keutuhan
bangsa. Politik atau kekuasaan untuk kesejahteraan bangsa dan itu artinya
harus menjaga teguh keutuhan atau persatuan bangsa. Ibarat pertandingan sepak
bola, sejak sekarang boleh merancang sistem permainan, 4-2-4, 4-3-3, atau
5-3-2. Boleh juga mengutamakan umpan pendek atau lambung. Mungkin juga
pressing football. Namun, main kasar tentu harus dihindarkan karena meskipun
menang, akhirnya akan mendapatkan beban yang sangat berat. Luka-luka tak
gampang disembuhkan. Kalaupun sembuh, bekasnya bisa abadi. Menunggu
restu Ibu Setuju atau tidak, salah
satu penentu peta persaingan politik 2024 adalah Ketua Umum Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P). Siapa yang akan diajukan mewakili partai
pemenang Pemilu 2019 dalam ajang Pilpres 2024 tergantung restu Megawati
Soekarnoputri, entah Puan Maharani, Ganjar Pranowo, atau bisa jadi ke yang
lain. Sebagai politikus senior yang sangat berpengalaman, tentu hitungan
rasional dan intuisi beliaulah yang menjadi bahan pertimbangan keputusan
PDI-P nanti. Restu Ibu Ketua Umum ini
pula yang nanti akan menentukan pasangan-pasangan lainnya yang akan muncul di
laga Pilpres 2024. Bisa 4 pasangan, 3 pasangan, atau tetap 2 pasangan seperti
2014 dan 2019. Berapa pasangan yang akan muncul, tergantung seberapa kuat
pasangan yang didukung PDI-P. Semakin kuat hasil surveinya, semakin sedikit
calon pasangan lawannya, karena mayoritas partai cenderung bergabung pada
calon yang diduga paling berpotensi menjadi pemenang. Jadi, daripada meributkan
pasangan mana saja yang akan bertarung di 2024 nanti, atau mengulas Puan
Maharani dan Ganjar Pranowo berlebihan, lebih baik kita semua konsentrasi
menangani persoalan Covid -19 yang belum ada titik cerahnya dan telah
menimbulkan dampak negatif di berbagai aspek kehidupan, terutama bisnis,
ekonomi, kesejahteraan masyarakat, sosial, dan seterusnya. Ibarat kata rumah
kita sedang dilanda banjir besar, jangan mikir mau mengadakan pesta dulu. Sabar dan tunggu saja ke
mana palu keputusan Ibu Megawati Soekarnoputri dijatuhkan. Apa Prabowo
Subianto-Puan Maharani atau Ganjar Pranowo-Sandiaga Salahuddin Uno atau
jangan-jangan salah satu dari pembaca tulisan ini yang dipilih. Who knows? Kan, kata orang politik
itu dinamis, elastis, dan kompromistis. Tinggal tunggu nanti responsnya yang
diharapkan akan melahirkan calon lawan tanding yang kompetitif dan variatif.
Bisa Ganjar Pranowo-Airlangga Hartarto dan Anies Rasyid Baswedan-Agus
Harimurti Yudhoyono atau yang lain bila Prabowo Subianto-Puan Maharani yang
dipilih; atau bisa jadi hanya muncul Anies Rasyid Baswedan-Ridwan Kamil atau
yang lain bila Ganjar Pranowo-Sandiaga Salahuddin Uno yang diajukan. Atau bisa juga muncul
pasangan baru yang tiba-tiba datang dari tempat sunyi bak Bukeksiansu atau
Pendekar Super Sakti dari Pulau Es, Suma Han. Siapa tahu? Siapa yang bisa
menduga kalau malah nanti yang muncul kejutan dahsyat pasangan rekonsiliasi,
senior-yunior, sipil-militer: Prabowo Subianto-Agus Harimurti Yudhoyono? Hal yang penting diingat
adalah penghelatan Pilpres 2024 untuk mencari pemimpin era 2024-2029 yang
diharapkan mampu merukunkan dan menyejahterakan rakyat Indonesia, bukan malah
membawa Indonesia ke jurang perpecahan bangsa. Berlombalah dengan jiwa
satria, bukan sibuk berebut saling memangsa. Semoga. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar