ASEAN,
China, dan Laut China Selatan Tajuk Kompas ; Dewan Redaksi Kompas |
KOMPAS, 09 Juni 2021
Sewaktu Asia-Pasifik
menjadi komponen penting ekonomi dunia, Laut China Selatan kian krusial.
Persaingan kepentingan di perairan ini akan semakin panas. Perhimpunan Bangsa-bangsa
Asia Tenggara (ASEAN) memiliki pekerjaan besar bersama China. Pekerjaan itu
ialah menegosiasikan Code of Conduct (COC), atau semacam aturan tata
perilaku, guna menghindari konflik di perairan sengketa Laut China Selatan.
Pembahasan COC antara ASEAN dan China dirasakan berjalan lambat oleh
negara-negara Asia Tenggara. Maka, ajakan kepada Beijing untuk mau
bersama-sama melanjutkan pembahasan COC ditegaskan oleh menteri luar negeri
(menlu) ASEAN kepada Menlu China. Dalam pertemuan para menlu
ASEAN dengan Menlu China Wang Yi yang berlangsung di Chongqing, China, Senin
(7/6/2021), isu Laut China Selatan mengemuka. Indonesia yang diwakili Menlu
Retno LP Marsudi menyatakan RI siap untuk menjadi tuan rumah pertemuan
putaran kedua pembahasan naskah COC. Bagi Indonesia, COC jelas sangat penting
dalam mengelola isu Laut China Selatan. Beijing mengklaim Laut
China Selatan sebagai wilayahnya. Klaim ini bertumpang tindih dengan wilayah
empat negara Asia Tenggara, yakni Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei
Darussalam. Belum lama ini, Malaysia memprotes China karena pesawat negara
itu terbang di wilayahnya. Lalu, Filipina juga berselisih dengan China karena
Beijing mengklaim perairan Kepulauan Spratly di Laut China Selatan sebagai
wilayahnya. Kapal China yang berada di perairan Spratly mengundang protes
Manila. Gara-gara sengketa wilayah
di Laut China Selatan pula, sentimen anti-Beijing muncul di Vietnam. Klaim
China atas Laut China Selatan tumpang tindih dengan teritori Vietnam. Kesediaan ASEAN mendorong
dialog dalam mengelola perbedaan klaim di Laut China Selatan menunjukkan
negara-negara Asia Tenggara pada prinsipnya menginginkan perairan tersebut
damai. Sikap ini diharapkan ASEAN direspons secara baik oleh Beijing dengan
sesegera mungkin merampungkan negosiasi COC. Jangan sampai muncul kecurigaan
bahwa lambatnya penyelesaian COC merupakan strategi untuk menguntungkan pihak
tertentu. Bagaimanapun,
negara-negara Asia Tenggara sadar isu Laut China Selatan tak boleh menjadi
ganjalan yang dapat menghambat secara serius kerja sama ASEAN dengan China.
Saat Amerika Serikat dan Eropa sangat memperhatikan isu keamanan di perairan
itu terkait persaingan Barat dengan China, ada berbagai bidang yang
berpotensi menjadi cakupan kerja sama ASEAN dan China. Di bidang kesehatan,
negara-negara Asia Tenggara dapat bekerja sama dalam produksi vaksin. Ada
pula bidang infrastruktur yang sungguh bermanfaat untuk mendorong
perekonomian anggota ASEAN. Kerja sama tentu saja akan
jauh lebih berkelanjutan jika ASEAN dan China dapat lebih maju dalam proses
negosiasi terkait tata perilaku di Laut China Selatan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar