Kamis, 10 Juni 2021

 

ASEAN, China, dan Laut China Selatan

Tajuk Kompas  ; Dewan Redaksi Kompas

KOMPAS, 09 Juni 2021

 

 

                                                           

Sewaktu Asia-Pasifik menjadi komponen penting ekonomi dunia, Laut China Selatan kian krusial. Persaingan kepentingan di perairan ini akan semakin panas.

 

Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) memiliki pekerjaan besar bersama China. Pekerjaan itu ialah menegosiasikan Code of Conduct (COC), atau semacam aturan tata perilaku, guna menghindari konflik di perairan sengketa Laut China Selatan. Pembahasan COC antara ASEAN dan China dirasakan berjalan lambat oleh negara-negara Asia Tenggara. Maka, ajakan kepada Beijing untuk mau bersama-sama melanjutkan pembahasan COC ditegaskan oleh menteri luar negeri (menlu) ASEAN kepada Menlu China.

 

Dalam pertemuan para menlu ASEAN dengan Menlu China Wang Yi yang berlangsung di Chongqing, China, Senin (7/6/2021), isu Laut China Selatan mengemuka. Indonesia yang diwakili Menlu Retno LP Marsudi menyatakan RI siap untuk menjadi tuan rumah pertemuan putaran kedua pembahasan naskah COC. Bagi Indonesia, COC jelas sangat penting dalam mengelola isu Laut China Selatan.

 

Beijing mengklaim Laut China Selatan sebagai wilayahnya. Klaim ini bertumpang tindih dengan wilayah empat negara Asia Tenggara, yakni Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Belum lama ini, Malaysia memprotes China karena pesawat negara itu terbang di wilayahnya. Lalu, Filipina juga berselisih dengan China karena Beijing mengklaim perairan Kepulauan Spratly di Laut China Selatan sebagai wilayahnya. Kapal China yang berada di perairan Spratly mengundang protes Manila.

 

Gara-gara sengketa wilayah di Laut China Selatan pula, sentimen anti-Beijing muncul di Vietnam. Klaim China atas Laut China Selatan tumpang tindih dengan teritori Vietnam.

 

Kesediaan ASEAN mendorong dialog dalam mengelola perbedaan klaim di Laut China Selatan menunjukkan negara-negara Asia Tenggara pada prinsipnya menginginkan perairan tersebut damai. Sikap ini diharapkan ASEAN direspons secara baik oleh Beijing dengan sesegera mungkin merampungkan negosiasi COC. Jangan sampai muncul kecurigaan bahwa lambatnya penyelesaian COC merupakan strategi untuk menguntungkan pihak tertentu.

 

Bagaimanapun, negara-negara Asia Tenggara sadar isu Laut China Selatan tak boleh menjadi ganjalan yang dapat menghambat secara serius kerja sama ASEAN dengan China. Saat Amerika Serikat dan Eropa sangat memperhatikan isu keamanan di perairan itu terkait persaingan Barat dengan China, ada berbagai bidang yang berpotensi menjadi cakupan kerja sama ASEAN dan China. Di bidang kesehatan, negara-negara Asia Tenggara dapat bekerja sama dalam produksi vaksin. Ada pula bidang infrastruktur yang sungguh bermanfaat untuk mendorong perekonomian anggota ASEAN.

 

Kerja sama tentu saja akan jauh lebih berkelanjutan jika ASEAN dan China dapat lebih maju dalam proses negosiasi terkait tata perilaku di Laut China Selatan. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar