Kamis, 10 Juni 2021

 

Pemulihan dan Keberpihakan

Ahmad Erani Yustika  ; Guru Besar FEB UB; Deputi Pembangunan Ekonomi Setwapres

KOMPAS, 09 Juni 2021

 

 

                                                           

Pandemi telah berusia lebih dari setahun sejak Maret 2020. Aneka daya dikerahkan untuk memastikan agar urusan kesehatan, sosial, dan ekonomi bisa dipulihkan secara layak.

 

Data kesehatan menunjukkan jumlah harian kasus baru kian menurun (meski masih labil), antara lain disebabkan pengelolaan pembatasan skala mikro mulai efektif berjalan dan vaksinasi sebagian warga telah dimulai.

 

Situasi sosial masyarakat masih mencemaskan akibat kehilangan pekerjaan, usaha tutup, dan akses terhadap sumber pokok kehidupan (pangan, pendidikan, kesehatan) belum sepenuhnya merata. Kinerja ekonomi menunjukkan gejala perbaikan sejak triwulan III-2020.

 

Secara perlahan pertumbuhan ekonomi terungkit meski jauh dari situasi normal (seperti sebelum pandemi). Penyerapan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020 yang diduga akan terhambat dengan ragam rintangan ternyata bekerja lumayan gegas. Perkara inti yang ada di depan mata ialah perubahan pola pekerjaan dan penurunan kualitas kehidupan.

 

Arena ekonomi

 

Pada aras ekonomi terdapat tiga panggung yang laik dicermati agar arah penyegaran ekonomi dapat dikerjakan dengan level presisi yang tinggi. Pada tingkat internasional, AS kemungkinan akan pulih lebih awal. Sebagai produsen vaksin, setiap penduduk akan dikejar untuk memperoleh suntikan lebih cepat. Implikasinya, kebijakan pelonggaran kebijakan fiskal dan moneter akan sedikit diketatkan. Guyuran modal ke luar negeri (termasuk ke Indonesia) tak lagi sebesar sebelumnya.

 

Eropa belum akan pulih segera sebab masih tertekan dengan masalah lama (jebakan fiskal) akibat utang yang terlalu banyak. Situasi makin buruk karena pada masa pandemi ini mereka harus menambah kembali utang sehingga rasio terhadap PDB kian besar.

 

Rasanya pada 2021 perekonomian dunia akan lebih banyak ditentukan oleh AS, China, dan India; tiga pasar terbesar yang pemulihan ekonominya telah menunjukkan tanda kuat (tapi India sekarang bermasalah lagi). Bahkan, China pada 2020 pertumbuhan ekonominya sudah positif.

 

Pada level nasional, situasi dihantui oleh tiga perkara. Derajat digitalisasi masih sangat rendah sehingga kapasitas beradaptasi dengan kondisi baru tidak bisa berjalan sigap. Produksi mengalami kendala oleh daya beli yang masih lemah sehingga pabrik mengurangi atau berhenti produksi.

 

Perdagangan sulit didongkrak karena logistik masih terganggu, sementara digitalisasi belum bisa diakses oleh sebagian besar produsen maupun konsumen. Angka kemiskinan dan pengangguran melonjak sehingga alokasi fiskal akan lebih banyak dipakai untuk bantalan sosial memitigasi soal tersebut.

 

Akibatnya, kapasitas fiskal untuk mendorong pemulihan ekonomi jadi sangat terbatas. Selebihnya, Indonesia punya modal berupa kebijakan deregulasi yang dilakukan konsisten sehingga iklim usaha secara teoretis makin bagus. Namun, wajah deregulasi ini mesti dicermati terus jangan sampai mengorbankan kepentingan usaha kecil dalam mata rantai ekonomi nasional maupun global.

 

Selanjutnya, pada level lokal (regional/daerah) situasi yang menguntungkan ialah pembangunan infrastruktur yang dikerjakan beberapa tahun terakhir memicu investasi dan pergerakan ekonomi, baik di perkotaan maupun perdesaan (melalui Dana Desa). Masing-masing daerah tinggal membuat stimulasi di wilayah yang telah dibangun infrastruktur, misalnya jalan tol, bendungan, pelabuhan, bandara, dan yang lain.

 

Problem laten yang belum banyak mengalami perbaikan adalah ketimpangan pembangunan antarpulau. Sumbangan ekonomi Kalimantan, Sulawesi, Papua, Nusa Tenggara, dan Maluku masih sangat kecil. Kelima pulau ini mesti bergegas agar kontribusinya ke perekonomian bisa dua kali lipat dari sekarang (sekitar 40 persen terhadap PDB).

 

Pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur dapat menjadi salah satu pemicu gerakan ekonomi di Indonesia Bagian Timur. Di wilayah ini transformasi ekonomi menuju usaha bernilai tambah merupakan papan luncur yang harus dikendarai.

 

Proteksi sosial

 

Jika dilihat data setahun ini, terdapat tiga isu pokok yang layak menjadi peta sumber pengenalan ekonomi. Pertama, sektor ekonomi strategis yang kokoh adalah pertanian. Pertumbuhannya tetap positif meskipun rendah. Di luar itu memang terdapat sektor komunikasi dan kesehatan yang juga tumbuh positif, namun ini karena terkait langsung dengan karakteristik pandemi.

 

Sektor kesehatan tumbuh sebab permintaan obat-obatan, vitamin, masker, vaksin, dan seterusnya melesat pesat. Sektor komunikasi membubung akibat model kerja dan aktivitas yang berubah total dari pertemuan/tatap muka langsung menjadi pemanfaatan komputer, aplikasi, dan internet. Hal ini nyaris terjadi pada semua bidang, seperti perekonomian, pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya. Sebaliknya, sektor pertanian terus bertahan meski dihajar pandemi, khususnya dari sisi logistik.

 

Pada sisi produksi, kegiatan tetap tumbuh sebab episentrum pandemi lebih banyak di wilayah perkotaan.

 

Kedua, pulau-pulau yang level kepadatan penduduk masih rendah, seperti Papua dan Nusa Tenggara, pertumbuhannya masih positif (tentu dalam level rendah). Ini memberikan bukti terang bahwa distribusi penduduk menjadi isu yang sangat relevan diperjuangkan karena akan memengaruhi interaksi antarwarga (dan tentu saja daya dukung lingkungan).

 

Kepadatan wilayah yang bertumpu pada lokasi spesifik mengancam kehidupan dari beberapa sisi: (i) jika episentrum perkara terjadi di wilayah tertentu saja (seperti pandemi sekarang), keseluruhan aktivitas lumpuh; (ii) kepadatan wilayah membuat sulit penanganan karena konsentrasi manusia menumpuk, seperti sulitnya mengatur interaksi manusia dengan jaga jarak yang dipersyaratkan; dan (iii) memudahkan terjadinya percikan persoalan, misalnya penyakit dan gejolak sosial, karena daya dukung lingkungan tak memadai. Jadi, pemerataan penyebaran penduduk bagian dari solusi integral peningkatan kualitas pembangunan.

 

Ketiga, pemerintah masih menjadi aktor vital dalam pembangunan (sosial-ekonomi). Saat ekonomi lumpuh akibat pandemi, intervensi kebijakan dan belanja pemerintah jadi satu-satunya titik tumpu kehidupan, termasuk pemulihan sosial-ekonomi. Namun, di sini perlu dijernihkan isu krusial setelah wabah selesai, di mana pemerintah oleh beberapa pihak diminta kembali masuk ke dalam “rumah”.

 

Pemerintah didesain hanya hadir ketika terjadi krisis, resesi, atau pandemi. Padahal, pemerintah mesti terus aktif masuk ke arena ekonomi lewat perencanaan pembangunan yang presisi, kebijakan anggaran yang memandu visi jangka panjang negeri, dan membangun stabilisasi/distribusi ekonomi yang menjadi mandat konstitusi. Situasi yang dihadapi saat ini perlu pula dipantulkan untuk menggeser struktur ekonomi agar lebih mencerminkan tujuan keadilan sosial. Usai pandemi teratasi, watak kebijakan dilanggengkan bekerja bagi kepentingan distribusi sesuai maklumat proklamasi.

 

Tungku literasi

 

Setelah berlangsung reformasi ekonomi dan politik 1998, beberapa perkembangan ekonomi dan politik mengalami kemajuan berarti. Indonesia berjalan tertatih menegakkan harga dirinya berdampingan dengan negara lain.

 

Isu ketimpangan pendapatan sempat mengalami pemburukan dan seperti sulit dijinakkan. Tetapi, sejak 2015 perlahan disparitas kesejahteraan itu bisa diturunkan (berbarengan dengan agenda penurunan angka kemiskinan dan pengangguran).

 

Serangkaian kebijakan proteksi sosial, akses permodalan, dan reforma agraria dieksekusi. Namun, ketika terjadi pandemi, rasio Gini (perkakas pengukur ketimpangan) meningkat lagi. Artinya, resesi ekonomi lebih memukul kelompok menengah-bawah.

 

Mereka tercerabut dari akar gerakan ekonomi. Ini adalah sinyal serius yang harus bisa ditangkap agar paket kebijakan dan program pemulihan ekonomi lebih tajam mengurus kelompok rentan tersebut. Kebijakan ini sekaligus paket pemerataan kesejahteraan yang wajib diperjuangkan.

 

Saat pandemi, bangsa ini dipertontonkan orkestrasi sosial yang luar biasa. Sebelum pemerintah bertindak eksesif seluruh warga telah bahu-membahu saling membantu, gotong-royong saling menolong, turun tangan saling meringankan. Beban sosial jadi lebih mudah karena perasaan sepenanggungan. Rakyat memberikan subsidi tenaga, pikiran, dan perhatian ke negara/pemerintah.

 

Krisis kesehatan, ekonomi, dan sosial justru kian merekatkan, bukan merontokkan. Tetapi, di sisi lain terdapat sikap tercela dari sebagian penyelenggara negara, baik di pusat maupun daerah, yang menyunat program bantuan sosial (ataupun sumber daya lain) bagi perayaan nafsu angkara. Perilaku koruptif ini sulit dipahami nalar karena merampas hak orang yang sedang ditindih cobaan. Surau moral roboh. Penegakan hukum mesti bekerja tajam untuk memusnahkan tindakan tak terpuji ini. Peristiwa ini juga membawa pesan: gerakan antikorupsi mesti terus didengungkan.

 

Soal yang sering diabaikan dari peristiwa pandemi adalah kemerosotan derajat pengetahuan tunas bangsa akibat sistem pendidikan (pengajaran) yang berubah total. Digitalisasi jadi titik tumpu pengajaran. Masalahnya, aset dan akses tiap warga (juga wilayah) untuk menjalani model pembelajaran ini berbeda-beda sehingga menuai ketimpangan literasi. Di kota-kota besar proses pengajaran berlangsung relatif optimal, tapi di sebagian (besar) daerah dijumpai problem sistemik yang luar biasa.

 

Pemerintah telah melakukan segala upaya memitigasi perkara ini, tetapi nampaknya belum sepenuhnya berhasil. Pengetahuan merupakan tungku api kemajuan, sehingga seluruh ikhtiar perlu dilipatgandakan agar literasi tak mundur ke belakang. Informasi dan inovasi merupakan baju peradaban masa sekarang dan mendatang. Keduanya hanya bisa disangga oleh pengetahuan. Jika pengetahuan macet di tengah jalan, inovasi dan kemajuan hanya jadi bayang-bayang.

 

Trilogi penopang ekonomi

 

Tajuk pemulihan ekonomi barangkali idaman semua negara. Namun, di tengah ketidakpastian pandemi harapan itu sebagian merupakan kemewahan. Jika hasrat pemulihan ekonomi hendak disegerakan, maka yang paling fundamental adalah memperbaiki tiga sendi dasar (trilogi) penopang ekonomi. Hanya dengan cara ini, mengawinkan mitigasi kesehatan dan pemulihan ekonomi dapat diagendakan dengan saksama.

 

Pertama, digitalisasi dan perombakan kebijakan pendidikan tak bisa ditawar lagi, bahkan juga cara kerja. Selepas pandemi, model dan kebiasaan baru kehidupan tak bisa ditarik mundur kembali. Pelaku ekonomi dan siswa wajib dibekali akses teknologi dan pengetahuan digitalisasi. Tanpa pendalaman teknologi susah aktivitas ekonomi mengikuti semangat perubahan zaman. Kurikulum pendidikan digeser menuju penguatan literasi teknologi, apapun bidang ilmu yang ditekuni. Perlu keputusan segera untuk mendesain dan eksekusi gerakan digitalisasi.

 

Kedua, pada abad perubahan sekarang ini salah satu yang diincar adalah keamanan kehidupan. Salah satu penyangganya pekerjaan (job security). Di sini terdapat dua gugus tugas inti: (i) memastikan keterampilan tenaga kerja kompatibel dengan kebutuhan pasar kerja.

 

Jika gerakan digitalisasi dan kurikulum pendidikan sudah digeser menuju perubahan itu, maka separuh pekerjaan ini telah terselesaikan. Sisanya hanya penguatan etos kerja dan semangat inovasi yang terus ditumbuhkan sebagai proses tak kenal kata usai.

 

Dan (ii) formula proteksi sosial komprehensif yang bisa menutup celah kerentanan (insecurity) warga negara. Proteksi sosial ini menyentuh dimensi pendidikan, kesehatan, perumahan, dan kebutuhan dasar lain (sandang dan pangan). Selama ini pemerintah telah melakukan investasi luar biasa pada area ini, yang dibutuhkan sekarang penyelarasan dan perluasan. Jika pelayanan wajib publik itu diperbaiki secara menyeluruh, produktivitas warga/tenaga kerja akan terdongkrak tinggi.

 

Ketiga, pada saat resesi semacam ini amat wajar bila pemerintah memberikan relaksasi kebijakan fiskal dan moneter, seperti pemberian aneka insentif (penurunan) pajak dan suku bunga. Namun, peta keseluruhan struktur ekonomi perlu dilihat secara masak agar tak mengganggu isu yang amat vital: ketimpangan.

 

Benalu ekonomi yang rumit dipangkas adalah disparitas kesejahteraan. Saat ini momentum yang bagus menyasar kebijakan fiskal dan moneter yang memungkinkan era pasca-pandemi merupakan paras baru ekonomi nasional: maju dan merata.

 

Kemajuan disangga oleh identitas transformasi ekonomi dan ragam inovasi berkat pengetahuan dan teknologi. Sementara itu, kemerataan ekonomi ditopang oleh kebijakan fiskal dan moneter yang membela kaum yang selama ini berada di luar pagar ekonomi. Pajak progresif beberapa hak kepemilikan perlu dipikirkan, demikian pula akses yang luas terhadap permodalan. Krisis memang meredupkan kehidupan, tapi dilarang menggelapkan keberpihakan. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar