Minggu, 06 Juni 2021

 

Kesenjangan Pendidikan dan Tantangan Pembangunan

Uswatun Nurul Afifah ; Statistisi Badan Pusat Statistik

KOMPAS, 02 Juni 2021

 

 

                                                           

Pendidikan menjadi proses penting dalam pembangunan sebuah bangsa. Pendidikan yang berkualitas menggambarkan betapa sebuah negara kuat dari aspek sumber daya manusianya. Para pendahulu bangsa telah sadar betul akan hal ini, tertuang pada UUD 1945 dengan intisari bahwa “tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”.

 

Potret pembangunan pendidikan di Indonesia sudah menunjukkan kecenderungan yang baik dari tahun ke tahun. Namun, hal tersebut tidak selaras jika angka pendidikan antar wilayah disandingkan. Akan muncul kesenjangan dengan gap yang cukup besar.

 

Seorang anak yang lahir di Papua akan meninggalkan bangku sekolah setelah enam tahun, dibandingkan seorang anak di Jakarta yang rata-rata berhenti setelah mengenyam pendidikan setelah 11 tahun. Perbedaan dalam pencapaian proses belajar ini bisa sangat mencolok; tingkat murid yang menyelesaikan pendidikan jenjang SMA/SMK/MA di Yogyakarta sebesar 87,99 persen sedangkan Papua hanya 30,92 persen.

 

Belum selesai dengan masalah kesenjangannya, pembangunan pendidikan di Indonesia juga harus sigap menjawab tantangan revolusi industri 4.0. Tantangan yang diulas dalam narasi RPJMN 2020-2024 ini melibatkan unsur teknologi dalam pelaksanaan proses pendidikan sehingga baik sekolah, guru, maupun siswa membutuhkan media yang memadai. Bayangkan bagaimana Papua dan wilayah timur lainnya harus terseok-seok untuk mengikuti perkembangan ini. Pastilah bukan perkara mudah.

 

Potret kesenjangan pendidikan

 

Status ekonomi menjadi salah satu penyebab signifikan kesenjangan pendidikan di Indonesia. Rumah tangga dengan status ekonomi yang rendah umumnya akan berpikir dua kali untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

 

Indikator lain yang dapat menggambarkan pembangunan pendidikan di Indonesia adalah Angka Partisipasi Kasar (APK). APK mengukur proporsi jumlah penduduk yang sedang bersekolah di suatu jenjang pendidikan. Hasil Susenas Maret 2020 menunjukkan terdapat kesenjangan pendidikan antar penduduk untuk mengenyam pendidikan. Semakin tinggi status ekonomi rumah tangga, semakin tinggi APK di setiap jenjang pendidikan.

 

Kesenjangan dengan gap yang paling besar terjadi di jenjang pendidikan perguruan tinggi. APK pada rumah tangga status ekonomi terendah hanya sebesar 13,38 persen. Sementara itu, APK pada rumah tangga status ekonomi tertinggi mencapai 46,89 persen.

 

Sarana dan prasarana sekolah turut berperan penting dalam proses pendidikan. Secara umum, keadaan ruang kelas di sekolah swasta masih lebih baik dari pada sekolah negeri. Pada tahun ajaran 2019/2020 rata-rata ruang kelas dengan kondisi baik di sekolah negeri hanya 19,78 persen, sisanya adalah ruang kelas dengan kondisi rusak ringan sedang dan rusak berat. Pada sekolah swasta, hanya 30,11 persen ruang kelas dalam kondisi baik.

 

Tidak hanya dilihat dari kondisi ruang kelas, kecukupan antara ruang kelas yang tersedia dengan jumlah murid juga patut diperhitungkan. Hal ini pun diatur oleh Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017. Kenyataannya, masih ada rombongan belajar SD yang tidak memiliki kelas dan harus menumpang ruang kelas lain.

 

Kesenjangan pendidikan juga bisa ditemui dari distribusi sumber daya manusia yang tidak merata, misalnya dari jumlah guru layak atau tidak. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, guru disebut layak mengajar jika berijazah minimal D4/S1. Di tingkat SD, persentase guru layak Indonesia yakni 91,02 persen sementara di Papua ketinggalan jauh dengan persentase guru layak sebesar 67,93 persen.

 

Menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua (no one left behind) merupakan tujuan ke-4 dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Hal ini menekankan agar pemerintah mengusahakan proses pendidikan sehingga bisa dijangkau oleh semua elemen penduduk.

 

Pendidikan yang berkualitas dan merata menjadi modal Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Semakin banyak penduduk yang memperoleh akses pendidikan, maka semakin besar pula peluang Indonesia untuk menuntaskan masalah krusial pembangunan seperti kemiskinan dan pengangguran.

 

Sejauh ini, pemerintah telah membuat sederet program untuk mengatasi kesenjangan pendidikan di Indonesia. Salah satunya yaitu beasiswa afirmasi yang ditujukan bagi anak-anak di daerah zona 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal). Namun, masih diperlukan implementasi yang lebih baik lagi dan program yang lebih luas jangkauannya.

 

Selain itu, pemerataan juga sulit terealisasi jika masyarakat terutama di lingkup keluarga tidak menyadari pentingnya pendidikan. Saat ini sebagian masyarakat terutama di daerah pelosok belum melek akan pentingnya pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi. Bagi mereka, bekerja menjadi pilihan yang menjanjikan karena secara langsung dapat membantu perekonomian. Akhirnya, pekerjaan yang bisa didapatkan pun di sektor informal tanpa jaminan pekerjaan dan prospek kerja yang kurang menjanjikan.

 

Langkah strategis

 

Upaya pemerintah untuk mempersempit kesenjangan pendidikan sangat penting dan menjadi dasar bagi pembangunan yang lebih inklusif. Langkah strategis yang dapat diambil misalnya dengan mengkaji kebijakan yang mempermudah akses pendidikan terutama di daerah tertinggal.

 

Perbedaan kualitas pendidikan yang diterima seseorang akan mempengaruhi kehidupannya di masa mendatang. Oleh karena itu, peningkatan kualitas guru menjadi prioritas agar persentase guru layak semakin besar. Harapannya, seluruh penduduk dapat menikmati kualitas pendidikan yang layak.

 

Di Indonesia, pemerintah daerah telah mengambil alih tanggung jawab penyelenggaraan sebagian besar pendidikan dasar karena sistem desentralisasi. Dalam hal ini, pemerintah pusat dapat memonitor pemerintah daerah agar penyelenggaraan sistem pendidikan dikelola dengan lebih transparan dan akuntabel. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar