Kesenjangan
Pendidikan dan Tantangan Pembangunan Uswatun Nurul Afifah ; Statistisi
Badan Pusat Statistik |
KOMPAS, 02 Juni 2021
Pendidikan menjadi proses
penting dalam pembangunan sebuah bangsa. Pendidikan yang berkualitas
menggambarkan betapa sebuah negara kuat dari aspek sumber daya manusianya.
Para pendahulu bangsa telah sadar betul akan hal ini, tertuang pada UUD 1945
dengan intisari bahwa “tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”. Potret pembangunan
pendidikan di Indonesia sudah menunjukkan kecenderungan yang baik dari tahun
ke tahun. Namun, hal tersebut tidak selaras jika angka pendidikan antar
wilayah disandingkan. Akan muncul kesenjangan dengan gap yang cukup besar. Seorang anak yang lahir di
Papua akan meninggalkan bangku sekolah setelah enam tahun, dibandingkan
seorang anak di Jakarta yang rata-rata berhenti setelah mengenyam pendidikan
setelah 11 tahun. Perbedaan dalam pencapaian proses belajar ini bisa sangat
mencolok; tingkat murid yang menyelesaikan pendidikan jenjang SMA/SMK/MA di
Yogyakarta sebesar 87,99 persen sedangkan Papua hanya 30,92 persen. Belum selesai dengan
masalah kesenjangannya, pembangunan pendidikan di Indonesia juga harus sigap
menjawab tantangan revolusi industri 4.0. Tantangan yang diulas dalam narasi
RPJMN 2020-2024 ini melibatkan unsur teknologi dalam pelaksanaan proses
pendidikan sehingga baik sekolah, guru, maupun siswa membutuhkan media yang
memadai. Bayangkan bagaimana Papua dan wilayah timur lainnya harus
terseok-seok untuk mengikuti perkembangan ini. Pastilah bukan perkara mudah. Potret
kesenjangan pendidikan Status ekonomi menjadi
salah satu penyebab signifikan kesenjangan pendidikan di Indonesia. Rumah
tangga dengan status ekonomi yang rendah umumnya akan berpikir dua kali untuk
menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Indikator lain yang dapat
menggambarkan pembangunan pendidikan di Indonesia adalah Angka Partisipasi
Kasar (APK). APK mengukur proporsi jumlah penduduk yang sedang bersekolah di
suatu jenjang pendidikan. Hasil Susenas Maret 2020 menunjukkan terdapat
kesenjangan pendidikan antar penduduk untuk mengenyam pendidikan. Semakin
tinggi status ekonomi rumah tangga, semakin tinggi APK di setiap jenjang
pendidikan. Kesenjangan dengan gap
yang paling besar terjadi di jenjang pendidikan perguruan tinggi. APK pada
rumah tangga status ekonomi terendah hanya sebesar 13,38 persen. Sementara
itu, APK pada rumah tangga status ekonomi tertinggi mencapai 46,89 persen. Sarana dan prasarana
sekolah turut berperan penting dalam proses pendidikan. Secara umum, keadaan
ruang kelas di sekolah swasta masih lebih baik dari pada sekolah negeri. Pada
tahun ajaran 2019/2020 rata-rata ruang kelas dengan kondisi baik di sekolah
negeri hanya 19,78 persen, sisanya adalah ruang kelas dengan kondisi rusak
ringan sedang dan rusak berat. Pada sekolah swasta, hanya 30,11 persen ruang
kelas dalam kondisi baik. Tidak hanya dilihat dari
kondisi ruang kelas, kecukupan antara ruang kelas yang tersedia dengan jumlah
murid juga patut diperhitungkan. Hal ini pun diatur oleh Permendikbud Nomor
17 Tahun 2017. Kenyataannya, masih ada rombongan belajar SD yang tidak
memiliki kelas dan harus menumpang ruang kelas lain. Kesenjangan pendidikan
juga bisa ditemui dari distribusi sumber daya manusia yang tidak merata,
misalnya dari jumlah guru layak atau tidak. Menurut Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, guru disebut layak mengajar jika berijazah minimal D4/S1. Di
tingkat SD, persentase guru layak Indonesia yakni 91,02 persen sementara di
Papua ketinggalan jauh dengan persentase guru layak sebesar 67,93 persen. Menjamin kualitas
pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar
sepanjang hayat untuk semua (no one left behind) merupakan tujuan ke-4 dari
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Hal ini menekankan agar pemerintah
mengusahakan proses pendidikan sehingga bisa dijangkau oleh semua elemen
penduduk. Pendidikan yang
berkualitas dan merata menjadi modal Indonesia untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi. Semakin banyak penduduk yang memperoleh akses
pendidikan, maka semakin besar pula peluang Indonesia untuk menuntaskan
masalah krusial pembangunan seperti kemiskinan dan pengangguran. Sejauh ini, pemerintah
telah membuat sederet program untuk mengatasi kesenjangan pendidikan di
Indonesia. Salah satunya yaitu beasiswa afirmasi yang ditujukan bagi
anak-anak di daerah zona 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal). Namun,
masih diperlukan implementasi yang lebih baik lagi dan program yang lebih
luas jangkauannya. Selain itu, pemerataan
juga sulit terealisasi jika masyarakat terutama di lingkup keluarga tidak
menyadari pentingnya pendidikan. Saat ini sebagian masyarakat terutama di
daerah pelosok belum melek akan pentingnya pendidikan sampai jenjang
perguruan tinggi. Bagi mereka, bekerja menjadi pilihan yang menjanjikan
karena secara langsung dapat membantu perekonomian. Akhirnya, pekerjaan yang
bisa didapatkan pun di sektor informal tanpa jaminan pekerjaan dan prospek kerja
yang kurang menjanjikan. Langkah
strategis Upaya pemerintah untuk
mempersempit kesenjangan pendidikan sangat penting dan menjadi dasar bagi
pembangunan yang lebih inklusif. Langkah strategis yang dapat diambil
misalnya dengan mengkaji kebijakan yang mempermudah akses pendidikan terutama
di daerah tertinggal. Perbedaan kualitas
pendidikan yang diterima seseorang akan mempengaruhi kehidupannya di masa
mendatang. Oleh karena itu, peningkatan kualitas guru menjadi prioritas agar
persentase guru layak semakin besar. Harapannya, seluruh penduduk dapat
menikmati kualitas pendidikan yang layak. Di Indonesia, pemerintah
daerah telah mengambil alih tanggung jawab penyelenggaraan sebagian besar
pendidikan dasar karena sistem desentralisasi. Dalam hal ini, pemerintah
pusat dapat memonitor pemerintah daerah agar penyelenggaraan sistem
pendidikan dikelola dengan lebih transparan dan akuntabel. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar