Nasib Kartun Politik di Negeri Jiran
Darminto M Sudarmo
; Budayawan,
Mantan Pemred Majalah HumOr
|
SUARA
MERDEKA, 04 April 2015
NURUL Izzah (34), politikus, putri sulung pemimpin oposisi
Malaysia, Anwar Ibrahim telah ditangkap penguasa atas dakwaan penghasutan,
Senin (16/3/15). Penangkapan atas tuduhan serupa pernah menimpa kartunis
beken Malaysia, Zunar (Zulkifli Anwar Ulhaque, 52).
Bila Nurul Izzah ditahan setelah membacakan penggalan pidato
ayahnya di depan anggota parlemen yang mengkritik vonis penjara yang
dijatuhkan pada Anwar, Zunar ditahan karena statusnya di Twitter.
Pada Selasa (10/2/15) malam, beberapa jam setelah hakim MA menolak kasasi tokoh oposisi Anwar Ibrahim,
Zunar ditangkap dengan tuduhan menghasut. Lewat karikatur yang diunggah di
Twitter, ia menggambarkan hakim sesungguhnya yang memutus perkara Anwar
adalah PM Najib Razak. Ia pun dianggap menghina Najib dan terancam hukuman 5
tahun penjara.
Kartun politik, atau di Indonesia lebih populer dengan istilah
karikatur, dalam setengah dekade ini sangat merepotkan pemerintah Malaysia.
Tradisi lakaran (guyon) para kartunis Malaysia yang sebelumnya berkutat pada
kelucuan dan hal ringan, sejak kemunculan kartunis Zunar berubah orientasi
180 derajat. Zunar seperti membawa tradisi baru dengan sindirannya yang
menohok, khususnya kepada penguasa, bahkan istri penguasa.
Keberaniannya berkarya menyebabkan ia sering “diburu” penguasa.
Penyitaan 155 buku dan serbuan di kantornya pada awal Januari 2015 bukan kali
pertama. Penggerebekan oleh polisi itu merupakan yang ketiga, yang pertama
terjadi pada Agustus 2009 dan kedua pada September 2010, lebih dari 500
eksemplar komik “Gedung Kartun” dan “Cartoon-O-Phobia” dirampas.
Pemerintah Malaysia takut kartun, sebegitu takutnya sampai harus
mencekal dan merazia hasil karya kartunis seperti Zulkifli Anwar Ulhaque atau
Zunar. Mencetak, mendistribusikan, atau memiliki material yang dilarang dapat
dikenai hukuman sampai 3 tahun penjara. Terutama karya-karya koleksi komik
Zunar, dan kartunis lokal lainnya, yang sangat kritis menyorot kejadian
terkini di Malaysia, seperti penembakan polisi dan pengadilan sodomi pemimpin
oposisi Anwar Ibrahim.
Zunar menghasilkan karya pertamanya pada 1973 dan diterbitkan di
majalah Bambino. Atas dorongan keluarga dan teman, karyanya mulai menyebar ke
koran Mingguan Perdana dan majalah Kisah Cinta sebelum menetap di majalah
Gila-Gila terbitan Creative Enterprise Sdn Bhd.
Zunar kemudian melebarkan sayapnya ke Berita Harian dengan strip
kartun berjudul ’’Papa’’. Nama Zunar makin dikenal ketika ia terlibat gerakan
reformasi menyusul pemecatan Anwar Ibrahim dari jabatan wakil perdana menteri
tahun 1998. Keterlibatannya dalam gerakan tersebut menyebabkan ia ditahan di
bawah Akta Keamanan Dalam Negeri (ISA) bersama beberapa aktivis reformasi.
Justru Menindas
Setelah dibebaskan, Zunar kembali menekuni karier kartunnya,
terutama berkait dengan politik. Dia juga menghasilkan beberapa buku kartun
yang banyak mengungkap gerakan reformasi yang diikutinya. Sampai sekarang ia
masih terus menggambar kartun, khususnya untuk koran-koran milik partai
politik, di antaranya Harakah.
Meskipun karyanya tidak diterima pemerintah dan seringkali
diancam penguasa, namanya makin kokoh
di tingkat internasional. Terbaru, ia yang memicu kontroversi dengan insiden
penggerebekan polisi di kantornya pada awal bulan lalu, memberitahu The
Malaysian Insider bahwa ia diundang berbicara dalam forum PBB di Jenewa, 6
Maret 2015. Forum itu, berhubungan dengan “Sesi HAM” PBB. Dia berpidato
berdasarkan judul program tersebut, yaitu “Melindungi Hak Eksperasi Artis”.
Zunar, penerima penghargaan “Keberanian dalam Menggambar Kartun
Editorial” dari Jaringan Hak Kartunis Internasional (Crni) saat terjadi
penggerebekan di kantornya, sedang berada di London karena urusan kerja.
Penghargaan dari Crni bukanlah satu-satunya pengakuan
internasional yang diterimanya karena ia juga dianugerahi “Hellman Hammett”
sebagai pembela hak asasi dari Human Rights Watch.
Sebelumnya, Crni mengecam Malaysia karena tidak memperlakukan Zunar
dengan baik atas bakatnya, sebaliknya
justru menindas. Surat LSM berbasis di Amerika Serikat itu juga dikirim ke
beberapa badan independen internasional, di antaranya ke Human Rights Watch
PBB untuk HAM dan Persatuan Kartunis Editorial Amerika.
Crni merupakan LSM yang memantau kebebasan bersuara kartunis
politik di dunia, dan ia memantau perkembangan Zunar sejak tiga tahun lalu.
Apa yang menimpa Nurul Izzah, Zunar, dan beberapa politikus oposisi terkemuka
di negeri jiran tersebut, seperti mengingatkan pada Indonesia beberapa dekade
lalu, khususnya semasa rezim Orde Baru berkuasa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar