Jumat, 10 April 2015

Polri tanpa Kapolri

Polri tanpa Kapolri

Kristanto Yoga Darmawan  ;  Alumnus Pascasarjana Program Studi Kajian Ilmu Kepolisian, Universitas Indonesia; Pasis Sespimmen Polri Dikreg-55
MEDIA INDONESIA, 09 April 2015

                                                                                                                                                            
                                                                                                                                                           

AKHIRNYA DPR telah menyetujui usulan Presiden Jokowi yang mencalonkan Komjen Badrodin Haiti sebagai calon Kapolri baru setelah melewati serangkaian polemik, wacana, dan perdebatan keras baik di media massa maupun dalam ranah politik di tataran publik dan parlemen. DPR yang selama ini ngotot meminta Presiden Jokowi untuk menjelaskan mengapa tidak melantik Komjen Budi Gunawan dan malah mengajukan Wakapolri sebagai calon Kapolri, akhirnya luluh ketika Presiden Jokowi mendatangi gedung parlemen dan bertemu dengan pimpinan DPR, pimpinan fraksi, dan pimpinan komisi dalam `kemasan' rapat konsultasi. Atas nama kepentingan masyarakat, kepentingan publik, dan kedamaian di tengah masyarakat, Komjen Budi Gunawan tidak dilantik menjadi Kapolri dan diusulkan calon baru Kapolri, yakni Komjen Badrodin Haiti.

Semua pemimpin partai, pemimpin DPR, dan pemimpin komisi sepakat untuk mendukung Komjen Badrodin Haiti menjadi calon Kapolri setelah bertemu, berdiskusi, dan berdialog dengan Presiden Jokowi. Kalangan DPR sepakat untuk membahas pencalonan Kapolri ini ke Badan Musyawarah, Rapat Paripurna dan Komisi III DPR, untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). Bola sekarang ini berada di Komisi III DPR untuk segera menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap Komjen Badrodin Haiti, karena waktu yang tersisa ialah sampai 24 April 2015.

Tentunya, hal ini menjadi angin segar bagi institusi Polri, mengingat kurang lebih 3 (tiga) bulan ini Polri tidak memiliki Kapolri sebagai komandan tertinggi dalam memimpin organisasi kepolisian yang sangat besar dan kompleks tantangannya ke depan. Polri yang tanpa Kapolri selama tiga bulan ini telah terombang-ambing dalam pusaran politik pencalonan Kapolri sehingga sedikit banyak memosisikan Polri secara dilematis karena tarikan dan dorongan politik yang sangat kuat di sekitar lingkungan Polri. Sebagai lembaga negara yang telah berpengalaman dalam menghadapi perkembangan lingkungan strategis baik di tingkat lokal maupun nasional, Polri mampu untuk tetap bersikap matang, dewasa, netral, dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik praktis di pentas politik nasional.

Selamat, Badrodin Haiti

Sesuai dengan UU No 2 Tahun 2002 Tentang Polri, kewenangan DPR dalam proses pencalonan Kapolri adalah hak persetujuan. Artinya, DPR diminta persetujuannya oleh Presiden dalam mengangkat calon Kapolri.DPR dimintakan persetujuannya oleh presiden melalui uji kelayakan dan kepatutan yang dilaksanakan oleh Komisi III sebagai komisi hukum DPR, yang merupakan mitra kerja Polri. Secara teoretis, apabila DPR tidak memberikan persetujuannya terhadap pencalonan Kapolri yang diajukan oleh presiden, dalam waktu 30 hari kerja sejak diterimanya surat presiden kepada ketua DPR, maka calon Kapolri yang diajukan oleh presiden tetap akan menjadi Kapolri secara otomatis sehingga tinggal dilantik oleh presiden.

Dalam konteks ini, sudah dapat diperkirakan oleh semua pihak bahwa Komjen Badrodin Haiti sudah pasti akan menjadi Kapolri, terlebih lagi DPR sudah jelas-jelas memberikan persetujuannya secara informal melalui berbagai pernyataan dari para elite partai politik yang ada di DPR, baik dari kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) maupun dari kubu Koalisi Merah Putih (KMP). Jalan mulus Komjen Badrodin Haiti menjadi Kapolri tampaknya sudah di depan mata dan nasibnya tidak akan sama dengan Komjen Budi Gunawan.

Oleh karena itu, tidak terburu-buru sebenarnya apabila kita semua mengucapkan selamat datang Kapolri baru, Komjen Badrodin Haiti. Tinggal dalam hitungan minggu saja institusi Bhayangkara negara ini akan mempunyai Kapolri baru bernama Komjen Badrodin Haiti. Komjen Badrodin Haiti sebenarnya telah menjadi pelaksana tugas (Plt) Kapolri sejak Januari 2015 yang lalu secara normatif berdasarkan perpres, tetapi dalam praktiknya beliau masih tetap Wakapolri yang tentunya sangat terbatas tugas dan kewenangannya dalam memimpin organisasi Polri dalam kapasitanya sebagai Plt.

Memanusiakan Budi Gunawan

Prahara pencalonan Kapolri yang menjadi ingar bingar dalam kontestasi politik selama tiga bulan terakhir dengan dibumbui oleh konflik KPK versus Polri, presiden versus publik, dan presiden versus parlemen, telah merugikan salah satunya sosok pribadi insan Bhayangkara negara, yang bernama Komjen Budi Gunawan. Apabila kita menengok ke belakang, secara yuridis, sebenarnya Komjen Budi Gunawan sangat layak dilantik menjadi Kapolri karena status tersangka yang diberikan oleh KPK telah dibatalkan oleh majelis hakim dalam sidang praperadilan sehingga Presiden tinggal melantik menjadi Kapolri--terlebih lagi DPR sudah memberikan persetujuan. Namun, opini publik sudah berkata lain sehingga Komjen Budi Gunawan batal dilantik menjadi Kapolri.

Tentunya, harus dipikirkan bagaimana memulihkan harkat dan martabat Komjen Budi Gunawan yang namanya telah tercitrakan secara negatif di depan publik karena adanya status tersangka dari KPK sehingga opini publik sudah telanjur mencitrakan bahwa Komjen Budi Gunawan telah bersalah dalam kasus `rekening gendut', meskipun saat ini status tersangkanya sudah dibatalkan dan yang bersangkutan juga belum terbukti di pengadilan seperti yang dituduhkan selama ini. Kalau berandai-andai, mungkin saja apabila Komjen Budi Gunawan tidak dicalonkan menjadi Kapolri oleh Presiden Jokowi, bisa jadi Komjen Budi Gunawan tidak jadi ditersangkakan oleh KPK dan tidak dihujani kecaman oleh opini publik yang membuat namanya menjadi terkesan seolah-olah negatif.

Sudah menjadi tugas dari organisasi Polri untuk memperhatikan nasib, harkat, dan martabat serta kehormatan Komjen Budi Gunawan untuk dipulihkan namanya dan ditempatkan pada posisi yang terhormat di dalam struktur organisasi Polri. Pertemuan antara Presiden Jokowi dan para petinggi KIH di Istana Minggu malam, sehari sebelum digelarnya rapat konsultasi dengan DPR, dengan sinyalemen akan diangkatnya Komjen Budi Gunawan sebagai Wakapolri bersandingan dengan Komjen Badrodin Haiti sebagai Kapolri, adalah sebuah rencana yang tepat sehingga harus segera direspons oleh institusi Polri secara bijaksana. Diharapkan duet kepemimpinan Badrodin Haiti dan Budi Gunawan dalam memimpin lembaga Polri mampu menciptakan kedamaian di tengah masyarakat.

PR Polri

Momentum kepemimpinan baru di dalam organisasi Polri hendaknya dapat menjadi `darah segar' bagi pelaksanaan tugas pokok Polri di masa yang akan datang. Banyak sekali pekerjaan rumah dalam agenda reformasi birokrasi Polri yang harus dituntaskan oleh Kapolri baru untuk membawa Polri menjadi world class organizations yang transpan, akuntabel, humanis, dan profesional. Kapolri baru harus mampu meningkatkan kinerja organisasi yang telah tertera dalam Grand Strategy Polri 2004-2025, yang mencakup tiga tahapan penting, yakni tahap pertama trust building atau membangun kepercayaan (2004-2009), tahap kedua partnership building atau membangun kemitraan (2010-2014), dan tahap strive to execelence (2015-2025).

Kapolri baru harus mampu menjabarkan visi Trisakti dan program Nawa Cita Jokowi-JK yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019 ke dalam manajemen pembinaan dan manajemen operasional Polri. Agenda revolusi mental yang merupakan jargon dari pemerintahan Jokowi-JK harus mampu diaktualisasikan dalam setiap pelaksanaan tugas, kewenangan, dan fungsi setiap anggota Polri dari tingkat Mabes Polri, polda, polres, polsek, sampai Bhabinkamtibmas. Artinya, diperlukan program-program Polri yang mengarah pada perubahan mental, moral, perilaku, budaya, dan nilai dalam hati sanubari setiap insan Bhayangkara negara sehingga akan mencapai Polri yang profesional, bermoral, dan modern.

Terakhir, Polri harus berani memberikan usulan kepada pemerintah, khususnya Jokowi-JK, agar proses politik dalam pencalonan Kapolri ke depan tidak lagi melalui DPR karena akan berpotensi menyeret Polri dalam pusaran konflik politik praktis di parlemen. Hendaknya, Polri berani melakukan inovasi secara tegas dengan mengusulkan kepada Presiden Jokowi agar pencalonan Kapolri seperti penunjukan menteri yang merupakan hak prerogatif penuh Presiden, tanpa adanya persetujuan dari DPR, sehingga akan menghindari kemelut politik yang dapat merugikan kepentingan organisasi Polri. Usulan ini tentunya akan berdampak pada perlunya revisi terhadap UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri, yang menyatakan bahwa pencalonan Kapolri harus melalui persetujuan DPR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar