Destinasi
Kawasan Danau Toba Menunggu Dirigen Bertangan Dingin Myra P Gunawan ; Anggota Tim Pelaksana ITM
Kawasan Danau Toba 2018-2020 |
KOMPAS, 07 Juni 2021
Sejak terbitnya Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan
Danau Toba telah diposisikan sebagai Kawasan Strategis Nasional dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan. Sebagai tindak lanjutnya,
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Kawasan Danau Toba disusun dan
diresmikan sebagai Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2014. Selain PP tersebut, PP
50/2011 menetapkan Kawasan Danau Toba (KDT) sebagai Kawasan Strategis
Pariwisata Nasional (KSPN), bagian dalam Destinasi Pariwisata Nasional (DPN
Medan-Toba dan sekitarnya). Pariwisata KDT dikaitkan dengan pintu gerbang
internasional Kualanamu, Medan. Selain itu pembangunan kepariwisataan di
kawasan KDT juga perlu diposisikan dalam konteks Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) tujuh kabupaten dan RTRW provinsi. Kemudian, pemerintah
menetapkan KDT sebagai salah satu destinasi prioritas dalam rangka
pengembangan 10 destinasi di luar Bali (2015), dan bahkan kemudian menetapkan
KDT menjadi super-prioritas. Dibentuklah, Badan Otorita Pengelola Kawasan
Pariwisata Danau Toba (BPODT) melalui Perpres 49/2016. Dalam posisi tersebut
KDT melalui program kerja sama dengan Bank Dunia disusun Integrated Tourism
Master Plan Kawasan Danau Toba 2020-2045 (ITMP- KDT). Perencanaan terpadu untuk
pengembangan kepariwisataan tersebut mencakup juga berbagai permasalahan:
lingkungan, air bersih, sanitasi lingkungan, persampahan, sosial, kelestarian
pusaka budaya, pengembangan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia,
transportasi maupun tata ruang, dengan fokus ke 31 kecamatan yang berbatasan
langsung dengan Danau Toba. Pelaksanaan pembangunannya akan didukung oleh
APBN, APBD, dan skema pinjaman Bank Dunia. Proses perencanaan berjalan
sekitar 2 tahun dalam periode 2018-2020. Sesaat sebelum penyusunan
ITMP, KDT berkabung dengan suasana duka akibat kecelakaan kapal jenis roll on
roll off (ro-ro) dalam perjalanan dari Simanindo-Samosir menuju
Tuktuk-Simalungun, yang tenggelam bersama penumpangnya akibat pelanggaran
praktik pengangkutan. Sebanyak 167 korban meninggal, 164 di antaranya sampai
kini tak ditemukan. Tugu peringatan bagi para korban, di dekat pelabuhan
Tigaras nanti akan dibuat taman, telah diresmikan pada Mei 2019. Integrated Tourism Master
Plan diawali dengan pemilihan skenario pengembangan. Skenario usulan Bank
Dunia adalah konsentrasi pengembangan di empat Kawasan Wisata Utama, yaitu
Parapat, Simanindo, Pangururan, dan Balige. Tim mengusulkan tambahan di
utara, yaitu Merek di Kabupaten Karo dan di Barat Daya; Muara - Baktiraja di
Kabupaten Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan. Dengan mempertimbangkan
berbagai aspek di luar pariwisata, yaitu lingkungan, tata ruang dan aspek
lainnya; mobilitas penduduk, indeks iritasi, spekulasi lahan, perluasan
layanan masyarakat dan lainnya, hasil penilaian menyimpulkan bahwa skenario
pengembangan yang lebih tersebar dan tak terbatas kepada enam kawasan wisata
utama merupakan alternatif yang lebih baik. Penyebaran mencakup wilayah 31
kecamatan sepanjang tepian danau. Dari pertimbangan
lingkungan, penyebaran tersebut diharapkan akan menjadi pendorong konservasi
lingkungan. Kesempatan pengembangan produk wisata yang lebih luas dan
pembagian beban serta pemerataan kesempatan bagi masyarakat serta pelestarian
pusaka budaya, juga merupakan pertimbangan lain. Dengan penyebaran ini,
memang biaya infrastruktur menjadi lebih tinggi, tetapi skenario ini
diperkirakan akan mengurangi dampak sosial dan beban lingkungan. Keenam
kawasan wisata utama memiliki tema yang berbeda, untuk meningkatkan daya
saing melalui diversifkasi maupun diferensiasi produk/pengalaman bagi
wisatawan. Selain bahwa semua KWU memiliki geosite yang bervariasi jenisnya,
Parapat dan sekitarnya diskenariokan untuk MICE dan rekreasi, Balige
dikaitkan juga dengan Muara dan Baktiraja sebagai satu kesatuan jalur bagian
selatan, dekat ke Bandara Silangit dan menyimpan jejak Si Singamangaraja XII. Program reforestasi di
Pulau Samosir merupakan salah satu usulan dalam ITMP, yang dikaitkan dengan
voluntourism. Program reforestasi di luar kawasan (31 kecamatan dalam 7
kabupaten) diharapkan juga dilakukan dalam kaitan dengan RTRW provinsi maupun
seluruh kabupaten terkait. Monyet yang berkeliaran di jalan menuju Parapat,
merupakan indikasi gangguan terhadap habitatnya, pengembaliannya ke hutan
juga merupakan salah satu program untuk keamanan wisatawan, meskipun sebagian
justru menganggapnya sebagai daya tarik. ITMP KDT ini direncanakan
diterbitkan dalam bentuk perpres. Taman
bumi Dalam sidang Dewan
Eksekutif UNESCO di Paris, 7 Juli 2020, KDT disetujui untuk ditetapkan
sebagai UNESCO Global Geopark (UGG). Pengakuan yang membutuhkan proses
panjang yang bertahap dan bersyarat, sejak pengusulannya tahun 2011 merupakan
hasil perjuangan dan didasarkan atas komitmen pemerintah. Rencana Induk
Geopark yang disepakati menjadi bagian dari persyaratan. Tinjauan lapangan
tim UNESCO menelurkan berbagai persyaratan dan saran terkait dengan
pengelolaan yang menjamin kelestarian lingkungan di kawasan Geopark KDT
tersebut, serta manfaatnya bagi penduduk lokal. Banjir di Parapat pada 13
Mei 2021 dan kecelakaan kapal sebelumnya mengingatkan kita bahwa pengembangan
KDT sebagai destinasi pariwisata internasional dengan status sebagai UGG,
menuntut efektivitas ketat dalam pelaksanaan penerapan berbagai peraturan.
Diantaranya, adalah pelaksanaan program yang diindikasikan dalam Perpres
81/2014 tentang Rencana Tata Ruang KDT, maupun dalam RTRW Provinsi Sumatera
Utara dan 8 kabupaten. Selain itu, program usulan
dalam ITMP yang perpresnya belum terbit, disertai pengawasan yang ketat dalam
operasionalisasi. Tantangan besar tersebut membutuhkan kebersamaan antara
semua pemangku kepentingan secara menyeluruh sampai ke berbagai desa wisata
serta para akademisi, untuk mengubah pola pikir dan sikap terhadap
perlindungan fungsi dan daya dukung lingkungan, mengambil langkah-langkah
searah secara konsisten dan berkesinambungan, menuju kenormalan baru yang
sesungguhnya. Dalam proses penyusunan
ITMP, dirasakan betapa pemerintah mempunyai harapan dan ambisi besar terhadap
KDT sebagai destinasi super-prioritas untuk mendongkrak jumlah kunjungan,
terutama wisatawan mancanegara. Padahal kunjungan wisatawan mancanegara
sedang mengalami paceklik sejak dua puluhan tahun terakhir, sejak sebelum
kehadiran Covid-19. Dinamika wisatawan
Nusantara lebih positif, dengan peningkatan wisatawan dari luar Sumatera
Utara. Masalah infrastruktur dan akses serta kompetensi sumber daya manusia,
yang selalu dijadikan alasan sebagai penghambat perkembangan destinasi
pariwisata, akan tidak berarti sebelum masalah lingkungan teratasi. Keamanan lingkungan, yang
tak terbatas kepada longsor dan banjir, merupakan agenda super prioritas
dalam masa kebangkitan, bersama dengan usulan ITMP terkait penyehatan
ekosistem Danau Toba in-situ, yaitu kualitas air untuk kebutuhan masyarakat
maupun perairan sebagai daya tarik wisata. Selain itu juga diusulkan
dilakukan audit dan ‘penghijauan’ terhadap sarana pariwisata yang ada, yang
sebagian cukup besar sudah kurang sehat dan tidak ramah lingkungan - sambil
mendorong investasi untuk pembangunan yang baru. Kawasan pariwisata yang
menjadi wilayah otoritatif Badan Otorita Pengelola Danau Toba di Sibisa
seluas 386,72 hektar juga sudah direncanakan secara khusus dalam Rencana
Induk dan Rencana Detail Pengembangan dan Pembangunan Kawasan Pariwisata
Danau Toba (di Sibisa) juga akan terganggu dengan masalah lingkungan di luar
kawasan, seperti banjir. Walaupun kawasan wisata Sibisa bakal dapat dijangkau
melalui udara, namun situasi sekitar dan di area perairan danau, tentu akan
memengaruhi minat investor maupun wisatawan. Dalam hal kepariwisataan
juga ada Rencana Induk pengembangan Kepariwisataan Provinsi dan Kabupaten,
sebagian sudah disahkan sebagai Peraturan Daerah masing-masing. Dapat
dibayangkan betapa banyaknya (dokumen) perencanaan yang menyangkut kawasan
Danau Toba, yang meliputi 8 kabupaten di provinsi Sumatera Utara, menanti
pelaksanaan secara terarah dan terpadu, berkesinambungan. Membenahi
kekurangan Meski ITMP disusun sebelum
Covid-19, dalam skenario pengembangan, ITMP menetapkan tahap 2020-2025
sebagai fase kebangkitan; kemudian baru dilanjutkan dengan fase akselerasi
(2025-2035) dan fase pemantapan (2035-2045). Pesan yang terkandung: sebelum
memasuki tahap akselerasi, berbagai kekurangan harus lebih dahulu dibenahi. Akselerasi hanya
dimungkinkan kalau kondisi dasar sudah (di)beres(kan), termasuk berbagai
sarana yang saat ini tidak memenuhi standar. Dengan pandemi Covid -19 yang
hadir tepat pada awal tahap revival, beban untuk tahap kebangkitan ini
menjadi makin berat, jauh melampaui protokol CSHE dan berbagai program
standar lainnya. CSHE merupakan penerapan protokol kesehatan yang berbasis
pada Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan
Environment Sustainability (Kelestarian Lingkungan). Program prioritas ITMP
dalam periode kebangkitan, mencakup antara lain: pemberdayaan SDM yang
bersifat tailor made, pendidikan publik tentang lingkungan dengan aplikasi
teknologi informasi, mobile house of learning untuk keliling dari satu desa
ke desa lain, melanjutkan dan meningkatkan program rumah belajar yang sudah
dirintis oleh wirausahawan sosial setempat, pembangunan suatu laboratorium
air untuk memantau kualitas air danau secara rutin bersama dengan beberapa
program lingkungan lain. Laboratorium tersebut merupakan
bagian ‘kecil’ dari program besar, yaitu
pemulihan ekosistem dan kualitas air danau, selain tentu saja program
monitoring dan evaluasi dan pembentukan lembaga pengelola Danau Toba.
Laboratorium merupakan bagian dari program monitoring. Selain laboratorium juga
diusulkan pengembangan pertanian lahan basah di tepian danau, ‘penaburan’
ikan untuk memakan kelebihan pakan ikan jaring apung yang mengganggu kualitas
air, pertanian organik dan percontohan perikanan darat, sebagai bagian dari
persiapan pengurangan keramba apung. Dalam laporan juga disebutkan bahwa
pengelolaan Daerah Tangkapan Air Danau Toba mencakup pencegahan pembalakan
liar, pengendalian kebakaran, reforestasi dan pengadaan biaya servis ekologi. KDT ini juga menghadapi
ancaman bahaya alam geologi, sehingga kemampuan Badan Penanggulangan Bencana
perlu disiapkan dan ditingkatkan. Berlangsungnya kegiatan penambangan galian
C, memenuhi kebutuhan pembangunan tanpa kendali yang ketat ditengarai
mengganggu keutuhan lingkungan KDT sebagai UGG. Penambangan galian C, jaring
apung dan sampah menjadi perhatian para penggiat lingkungan yang tak berhenti
memperjuangkan kelestarian lingkungan, modal dasar pembangunan
kepariwisataan. Semoga musibah banjir dan
kecelakaan yang lalu menjadi momentum introspeksi dan persiapan berbagai
langkah strategis, menindaklanjuti permasalahan dan melaksanakan program
penting, tidak sekedar menuju pemulihan menuju kondisi kepariwisataan pra
Covid-19, namun untuk menyiapkan diri menghadapi tantangan untuk tahap
akselerasi 2025-2035. Pekerjaan rumit, bersifat multi dimensi dan multi
disiplin ini membutuhkan dirigen yang handal, kuat dan mumpuni untuk segera
turun tangan memimpin orchestra yang harus dimainkan oleh berbagai
kementerian dan para kepala daerah serta para pemangku kepentingan lain
dengan berbagai program yang terpandu dan terpadu serta terkendali. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar