Perangkap
Kesalahan ”Meski-Tetapi” Nur Adji ; Penyelaras Bahasa Kompas |
KOMPAS,
03 April
2021
Gabungan kata hubung meski-tetapi yang
digunakan secara bersamaan kerap kita temukan dalam struktur kalimat.
Demikian pula variannya, misalnya meski-tapi, meski-namun, meski-akan tetapi,
meskipun-namun, kendati-tetapi, walaupun-tetapi, walaupun-namun, dan
seterusnya. Para pengajar bahasa di kelas jurnalistik
biasanya menjadikan kalimat dengan meski-tetapi sebagai contoh kalimat yang
tidak tepat. Ajaran di kelas itu, dalam praktik sehari-hari, selalu
diterapkan dalam penyuntingan. Editor atau penyunting bahasa selalu
mengubah kalimat yang mengandung meski-tetapi menjadi kalimat yang lebih tepat
secara tata bahasa (gramatika). Namun, berdasarkan pengalaman, meski diubah
berkali-kali, kalimat dengan meski-tetapi selalu muncul berkali-kali, bak
terperangkap jebakan kesalahan yang sama. Kalau merujuk ke zaman baheula, kalimat
dengan meski-tetapi sudah dipakai berpuluh-puluh tahun lalu. Barangkali
sebelum Kompas memuatnya pada terbitan Selasa, 23 November 1965, kalimat
dengan meski-tetapi sudah dipergunakan pengguna bahasa. Dalam tulisan berjudul ”Lelutjon CIA Jg
Ritjuh”, misalnya, kalimat dengan meski-tetapi ditemukan. Saat itu Kompas
menulisnya demikian: Meski kedengarannja agak ironis, tetapi hal itu memang
merupakan suatu kenjataan. Kini, di era ketika penggunaan bahasa
semakin terstruktur dan terpola, kalimat sejenis itu juga muncul. Tidak hanya
di tubuh berita, pemakaian meski-tetapi juga muncul pada judul tulisan. Berikut beberapa contoh yang diambil dari
media daring: 1. Jokowi:
Meski Listrik di KPK Padam tapi Pemberantasan Korupsi Tak Boleh Padam 2. Plt
Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman, menegaskan meski dilakukan
refocusing dan realokasi anggaran, namun program prioritas pemerintah
provinsi terus dilanjutkan. 3. Ia
mengibaratkan hoaks seperti pupuk yang meskipun menjijikkan dan kotor tetapi
dapat menumbuhkan. 4. Kepala
MTsN Muara Tembesi Erman mengakui bahwa meskipun siswa libur tetapi aktifitas
di sini tetap berjalan normal. Sederhana Struktur kalimat bahasa Indonesia
sebenarnya sederhana saja. Sama seperti bahasa lain di dunia, struktur
kalimat bahasa Indonesia terdiri dari kalimat tunggal (kalimat simpleks) dan
kalimat kompleks. Kalimat tunggal terdiri atas satu klausa,
yang diisi oleh satu subyek dan satu predikat, ditambah obyek, keterangan,
dan pelengkap jika diperlukan. Kalimat tunggal hanya mengandung satu
informasi dan menjadi induk kalimat dalam sebuah struktur kalimat. Adapun kalimat kompleks terdiri dari klausa
utama dan klausa subordinatif. Dalam bahasa sehari-hari, klausa utama disebut
sebagai induk kalimat dan klausa subordinatif disebut sebagai anak kalimat. Karena berstatus induk kalimat, klausa
utama dapat berdiri sendiri. Hal itu berbeda dengan klausa subordinatif, yang
selalu bergantung pada induk kalimatnya. Tanpa kehadiran klausa utama, klausa
subordinatif tidak mengandung arti apa-apa. Hal itu bisa terjadi karena dalam klausa
subordinatif terkandung kata hubung atau konjungsi. Keberadaan kata hubung
ini menyebabkan klausa tidak berpotensi menjadi kalimat lengkap. Sebagaimana
kita ketahui, kalimat lengkap adalah kalimat yang memenuhi aspek tata bahasa dan
mengandung sebuah informasi, dan hal itu dipenuhi oleh klausa utama. Selain itu, karena klausa subordinatif
merupakan pengembangan dari salah satu fungsi kalimat (misalnya fungsi
subyek), klausa ini tidak memiliki posisi yang sederajat/sejajar dengan klausa
utamanya. Contoh: Meski tidak dihadiri ketua umum,
musyawarah parpol itu tetap dilangsungkan. (Versi lain: Musyawarah parpol itu
tetap dilangsungkan meski tidak dihadiri ketua umum.) Kalimat tersebut terdiri atas dua klausa,
yakni klausa utama (musyawarah parpol itu tetap dilangsungkan) dan klausa
subordinatif (meski tidak dihadiri ketua umum). Klausa utama, yang tidak mengandung kata
hubung, dapat berdiri sendiri dan mengandung sebuah informasi. Bandingkan
dengan klausa subordinatif, yang di dalamnya terdapat kata hubung, yang tidak
dapat berdiri sendiri dan tidak mengandung informasi atau tidak bermakna. Bagaimana dengan struktur kalimat yang
pernah dimuat Kompas pada zaman baheula di atas? Dalam kalimat ”Meski
kedengarannja agak ironis, tetapi hal itu memang merupakan suatu kenjataan”,
kita mendapati adanya dua klausa. Klausa pertama ialah meski kedengarannja
agak ironis dan klausa kedua ialah tetapi hal itu memang merupakan suatu
kenjataan. Keduanya merupakan klausa subordinatif karena masing-masing
mengandung meski dan tetapi. Kehadiran kedua kata hubung itu secara bersamaan
menyebabkan kalimat tidak gramatikal dan tidak mengandung sebuah informasi. Namun, jika salah satu dari kata hubung itu
tidak digunakan, kalimat menjadi gramatikal dan mengandung sebuah informasi. 1. Meski
kedengarannja agak ironis, hal itu memang merupakan suatu kenjataan. 2. Kedengarannja
agak ironis, tetapi hal itu memang merupakan suatu kenjataan. Pada contoh pertama, penghilangan kata
hubung tetapi menjadikan kalimat gramatikal. Salah satu menjadi induk kalimat
(hal itu memang merupakan suatu kenjataan dan yang lainnya anak kalimat
(meski kedengarannja agak ironis). Demikian juga contoh kedua. Dengan
menghilangkan kata meski di awal kalimat, dan mempertahankan tetapi pada
kalimat berikutnya, kalimat menjadi gramatikal. Keduanya, baik dengan menghilangkan tetapi
(dan mempertahankan meski) maupun dengan menghilangkan meski (dan
mempertahankan tetapi), merupakan kalimat gramatikal. Keduanya pun mengandung
sebuah informasi, dan informasi yang muncul tidak berbeda. Kalimat yang menggunakan kata hubung yang
digunakan untuk mengungkapkan ’hal yang berlawanan’ secara bersama-sama,
seperti meski dan tetapi, merupakan salah satu contoh kalimat tidak efektif.
Padahal, dalam bahasa jurnalistik, keefektikan kalimat merupakan salah satu
hal yang diutamakan. Mengacu penjelasan di atas, contoh kalimat
yang dipaparkan sebelumnya bisa diganti menjadi kalimat berikut ini. 1. Jokowi:
Meski Listrik di KPK Padam, Pemberantasan Korupsi Tak Boleh Padam (Versi
lain: Listrik di KPK Padam, tapi Pemberantasan Korupsi Tak Boleh Padam) 2. Plt
Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman menegaskan, meski dilakukan
refocusing dan realokasi anggaran, program prioritas pemerintah provinsi
terus dilanjutkan. (Versi lain: Plt Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman
Sulaiman menegaskan, pemerintah provinsi merefokus dan merealokasi anggaran,
tetapi program prioritas terus dilanjutkan.) 3. Ia
mengibaratkan hoaks seperti pupuk yang, meskipun menjijikkan dan kotor, dapat
menumbuhkan. (Versi lain: Ia mengibaratkan hoaks seperti pupuk yang
menjijikkan dan kotor, tetapi dapat menumbuhkan.) 4. Kepala
MTsN Muara Tembesi Erman mengakui, meskipun siswa libur, aktivitas di sini
tetap berjalan normal. (Versi lain: Kepala MTsN Muara Tembesi Erman mengakui,
siswa libur, tetapi aktivitas di sini tetap berjalan normal.) Perhatian bahwa perubahan pada contoh di
atas tidak semuanya hanya dengan menghilangkan meski dan tetapi, lalu kalimat
menjadi gramatikal. Dalam kasus tertentu, seperti pada contoh
2, perubahan bisa dilakukan dengan mengganti kalimat pasif (dilakukan
refocusing dan realokasi anggaran) menjadi kalimat aktif (pemerintah provinsi
merefokus dan merealokasi anggaran), dan dengan menghilangkan salah satu kata
hubung. Perubahan seperti itu bisa dan layak
dilakukan editor atau penyunting bahasa sebelum naskah laik cetak atau laik
tayang. Tentu saja tanpa menghilangkan substansi dari kalimat aslinya. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar