Partisipasi
Anak dalam Musrenbang Paulus Mujiran ; Direktur
Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata, Fasilitator KLA Provinsi Jawa
Tengah |
KOMPAS, 21 April 2021
Rangkaian musyawarah perencanaan
pembangunan (musrenbang) dari tingkat RT-RW/dusun, kelurahan/desa, kecamatan,
kota/kabupaten, hingga provinsi mulai dilaksanakan. Semua perwakilan warga
masyarakat, termasuk anak-anak, dilibatkan. Beberapa tahun ini kehadiran
anak-anak dalam musrenbang wajib dilakukan. Keterlibatan anak dalam
musrenbang menjadi indikator pemenuhan hak sipil dan kebebasan, khususnya hak
partisipasi anak. Ini menjadi kesempatan bagi anak untuk ikut
serta memberikan ide/gagasan yang bermanfaat dalam pembangunan tempatnya
tinggal. Mewujudkan kabupaten/kota layak anak (KLA) salah satu indikatornya
terukur dari ketersediaan ruang partisipasi anak dalam pembangunan. Anak
mempunyai hak mengemukakan pendapatnya untuk kesejahteraan orang lain. Pasal 1 Ayat 2 Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No 3 Tahun 2011 tentang
Kebijakan Partisipasi Anak dalam Pembangunan yang dimaksud dengan partisipasi
anak adalah keterlibatan anak dalam proses pengambilan keputusan tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya dan dilaksanakan atas
kesadaran, pemahaman serta kemauan dan anak mendapat manfaat dari keputusan
tersebut. Yang dimaksud dengan partisipasi anak,
menurut Isbandi (2007:27), adalah keikutsertaan anak dalam proses pengidentifikasian
masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan
keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan
upaya mengatasi masalah dan keterlibatan anak dalam proses mengevaluasi
perubahan yang terjadi. Mikkelsen (1999:64) mengurai enam bentuk
partisipasi anak. Pertama, partisipasi anak merupakan kontribusi sukarela
dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.
Kedua, kegiatan ini merupakan pemekaan (membuat peka) anak untuk meningkatkan
kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan.
Ketiga, partisipasi anak merupakan keterlibatan sukarela anak dalam perubahan
yang ditentukan sendiri. Keempat, partisipasi merupakan suatu proses yang
aktif yang berarti anak mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasan
melakukan hal itu. Kelima, partisipasi merupakan pemantapan dialog antara
anak dengan masyarakatnya. Keenam, partisipasi merupakan keterlibatan anak
dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka berada. Karena itu
menghadirkan anak dalam forum perencanaan dapat dianggap sebagai cara
menyerap aspirasi anak, mendengarkan pendapat mereka dan mengagregasinya
dalam pembuatan kebijakan. Hal ini sejalan dengan Konvensi Hak Anak
yang diratifikasi Pemerintah RI dengan Keppres No 36 Tahun 1990 Pasal 12 Ayat
1 yang menyatakan negara harus menjamin anak mampu membentuk pendapatnya
sendiri, mengutarakan dengan bebas dalam semua masalah yang memengaruhi anak
sesuai dengan umur dan kematangan anak. Anak-anak yang dapat dilibatkan
musrenbang berusia 12-18 tahun yang dianggap mampu mewakili dan menyuarakan
pendapat anak-anak. Memberikan ruang partisipasi anak sebagai
wujud pengakuan bahwa anak-anak memiliki kemampuan berkontribusi bagi
masyarakat. Jika ruang partisipasi itu disediakan niscaya anak-anak mempunyai
kemampuan mengakselerasi potensinya. Mereka mempunyai kemampuan mengemukakan
pendapat sesuai tingkat usianya. Namun kerap kali keinginan menyerap aspirasi
anak tidak berjalan mulus. Dalam musrenbang yang melibatkan anak,
kerap kali pelibatannya tidak utuh. Meminjam Roger Hard (1986) dalam ”Tangga
Partisipasi Anak” kehadiran anak-anak lebih sebagai tokenism pemberi restu
pendapat orang dewasa. Musrenbang selama ini forumnya orang dewasa, karena
itu keberadaan anak di acara itu kerap masih mengundang pro dan kontra.
Pertanyaan yang kerap mengemuka apakah ide dan gagasan anak tidak sebaiknya
disuarakan orang dewasa? Kehadiran anak-anak di tengah forum orang
dewasa tidak hanya menjadi dirasakan sebagai forum yang kurang ramah anak,
tetapi juga mustahil pendapat anak akan didengarkan oleh orang dewasa. Meski kehadiran anak bukan individual
melainkan representasi anak-anak lain, wilayah dan isu yang hendak diangkat
kerapkali tak terkait kepentingan anak-anak. Usul dan gagasan anak-anak
terpinggirkan karena dominasi orang dewasa. Anak akan merasa dihargai untuk
mengemukakan pendapat atau pandangan-pandangannya dalam forum yang memberi
kesempatan anak berbicara tanpa tekanan. Anak diberi keleluasaan mengemukakan gagasan/ide
tentang kehidupan mereka dan memutuskan bagaimana ide itu dirumuskan dalam
sebuah usulan. Orang dewasa mendampingi tetapi tidak campur tangan ketika
anak mengemukakan aspirasinya. Atau akan sangat tepat manakala untuk
anak-anak disediakan forum musrenbang khusus anak-anak sehingga memiliki
ruang kebebasan dan ekspresi sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan
anak. Demi mendapatkan sebuah dokumentasi aktivitas anak dalam musrenbang
kerapkali mengejar target yang penting ada anak di dalamnya. Maksud hati ingin memberikan kesempatan
anak bersuara dalam musrenbang namun kerapkali berubah menjadi ajang
eksploitasi anak. Masih kentalnya dominasi orang dewasa, waktu yang terlalu
singkat diberikan kepada anak, usul sudah dipersiapkan orang dewasa atau
menyetujui usulan yang sebenarnya sudah dipersiapkan orang dewasa. Di samping itu, masih ada sementara orang
dewasa yang tidak mau menghargai pandangan anak. Masih adanya hambatan dalam
musrenbang mencerminkan belum maksimalnya pengarusutamaan hak anak terutama
di pemerintahan. Ini artinya ada banyak aktivitas pembangunan yang
dilaksanakan tanpa mengajak anak-anak berbicara. Tugas dari pemerintah ialah
mendorong para pihak lebih berperspektif hak anak dalam pembangunan. Keterlibatan anak dalam musrenbang bukan
kebutuhan orang dewasa melainkan menjadikan keinginan dan kebutuhan anak
dapat terpenuhi sesuai tahapan usia dan tumbuh kembangnya. Kehadiran anak
bukan sebagai etalase atau ”genep-genep” (baca= pelengkap) yang penting ada
anak. Nyaris tidak mungkin sebuah kabupaten/kota mendeklarasikan diri menjadi
kota/kabupaten layak anak tanpa mempertimbangkan pendapat dan aspirasi anak. Dengan mengajak anak sekaligus melatih
mereka berdialog dan belajar menyelesaikan masalah mereka sendiri. Lebih dari
itu anak-anaklah yang paling tahu pemenuhan hak anak yang tepat untuk mereka.
Manfaat ke depan ialah menanamkan nilai-nilai demokrasi kepada anak. Lebih
dari itu pelibatan anak dalam musrenbang merupakan pemenuhan hak anak. Anak
juga akan belajar perbedaan pendapat dan menghargai pandangan orang lain. Dengan melibatkan anak, secara tidak
langsung juga mempersiapkan mereka menjadi agen perubahan (agent of change).
Pelibatan anak-anak dalam musrenbang menjadi ajang kaderisasi kepemimpinan
bangsa di masa depan sejak dini. Betapa pentingnya manfaat pelibatan
musrenbang bagi anak, maka seyogyanya pemerintah memberi ruang partisipasi
anak. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar