Kesehatan
Anak Pascapandemi Covid-19 FX Wikan Indrarto ; Dokter
Spesialis Anak di RS Panti Rapih Yogyakarta; Lektor Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Duta Wacana |
KOMPAS, 19 April 2021
Selama dua dekade terakhir, epidemiologi
kesehatan anak global telah berubah secara signifikan, demikian pula
kesejahteraan anak. Ketika semua negara berusaha membangun kembali negaranya
setelah pulih dari ganasnya pandemi Covid-19, diperlukan evolusi substansial
dalam berbagai program untuk memenuhi kebutuhan kesehatan anak yang berubah. Pola kematian dan penyakit pada anak
berubah secara dramatis. Tren menunjukkan bahwa kematian yang dapat dicegah
sekarang tertinggi pada periode bayi baru lahir. Meski demikian, sebenarnya
pneumonia, diare, dan malaria yang diperparah oleh malnutrisi masih juga
terus berdampak besar pada anak balita. Ini terutama terjadi di antara
populasi paling terpinggirkan di Sub-Sahara Afrika, di mana populasi anak
justru diperkirakan tumbuh beberapa dekade mendatang. Di beberapa negara, kematian pada remaja
(berusia 15-19 tahun) justru meningkat karena kecelakaan lalu lintas di jalan
raya, kekerasan fisik, dan melukai diri sendiri. Peningkatan jumlah anak dan
remaja yang masih bertahan hidup banyak yang dipengaruhi oleh kejadian
cidera, gangguan perkembangan, penyakit tidak menular, dan kesehatan mental
yang buruk. Kelebihan berat badan dan obesitas di
kalangan remaja dengan cepat meningkat sehingga banyak negara menghadapi
beban ganda malnutrisi, baik berupa kekurangan maupun kelebihan gizi.
Tantangan ini cenderung diperparah oleh pergeseran demografis. Peningkatan jumlah anak yang tinggal di
pusat kota pada tahun-tahun mendatang membatasi kesempatan untuk mendapatkan
udara bersih dan beraktivitas fisik sehingga menyebabkan tekanan serius pada
berbagai fasilitas layanan kesehatan di daerah jika tanpa intervensi khusus. Orientasi
program Kesehatan dan kesejahteraan anak dan remaja
harus jadi pusat upaya untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
pada 2030. Dunia perlu mengubah orientasi program untuk mencapai SDGs. Negara hanya dapat berkembang dan makmur
jika berinvestasi untuk anak dan remaja, dan mengoptimalkan dukungan dalam
momen penting pembentukan kesehatan anak di masa depan, dengan menggunakan
pendekatan alur kehidupan (lifecourse approach). Dengan pemikiran ini, meningkatkan
kesehatan anak tak boleh lagi hanya dianggap semata masalah kesehatan.
Kebijakan, layanan, dan edukasi harus ditempatkan sebagai bagian dari solusi
oleh pemerintah dan masyarakat untuk mendorong agenda kesehatan anak dan
remaja global, regional, dan nasional. Hampir setahun setelah Covid-19 dinyatakan
sebagai pandemi, peningkatan luar biasa terlihat pada pembalikan risiko kelangsungan
hidup anak dan remaja. Kerangka SDGs yang diadopsi di 2015 memang telah
mencakup pendekatan holistik untuk meningkatkan kesehatan anak/remaja dan
masih relevan setelah pandemi berakhir, tetapi perlu penajaman fokus. Kerangka kerja ini dulu disusun berdasarkan
tren tingkat makro sehingga saat ini membutuhkan perubahan besar dalam
paradigma tentang kesehatan anak dan remaja. Perlu peralihan dari fokus yang
sebelumnya hanya tentang kelangsungan hidup anak di bawah lima tahun menjadi
keterkaitan kesehatan ibu, bayi baru lahir, anak, dan remaja, dengan
pemahaman tentang alur kehidupan manusia, tak hanya pada masa dini, tetapi
juga harus berlanjut sepanjang kehidupan anak hingga dewasa. Perubahan demografi dan beban penyakit
telah memaksa setiap negara memperkuat sistem kesehatannya agar lebih
responsif terhadap perubahan kebutuhan anak dan remaja. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) telah memulai upaya untuk
mengarahkan kembali strategi kesehatan anak, mengalihkan perhatian ke
perspektif alur kehidupan, dan menjauh dari fokus eksklusif sebelumnya, yaitu
hanya terkait kelangsungan hidup bayi dan anak balita. Prinsip pemrograman ulang (redesign)
kesehatan anak berupa program kesehatan anak dan remaja serta implementasi
kebijakannya harus mengikuti pendekatan alur kehidupan (life course
perspective), yang didasarkan pada data tentang beban penyakit. Pemrograman ulang ini termasuk memastikan
layanan kesehatan prakonsepsi yang baik, layanan kesehatan ibu hamil, serta
intervensi medis yang berkualitas tinggi untuk anak sampai remaja yang
berusia nol hingga 19 tahun. Program baru harus berdasarkan hak dan adil
sehingga intervensi dan layanan medis penting harus disediakan untuk semua
anak, di mana pun mereka tinggal. Selain itu, program juga harus mencakup
layanan terpadu yang berpusat pada keluarga, anak, dan remaja dalam bentuk
mempromosikan kesehatan, pertumbuhan, dan kesejahteraan. Implementasinya meliputi pembentukan
ketahanan atau imunitas, mencegah paparan terhadap penyakit dan komplikasi
selanjutnya, dan meminimalkan kerentanan atau faktor risiko sakit, dengan
mempertimbangkan kebutuhan personal anak dan remaja. Masyarakat dan keluarga harus diberdayakan
untuk berpartisipasi dalam perancangan kebijakan pada anak dan remaja untuk
penyediaan layanan kesehatan yang berkualitas pasca-pandemi Covid-19. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar