Evaluasi
Pendekatan di Papua Tajuk Kompas ; Dewan Redaksi Kompas |
KOMPAS, 28 April 2021
Di tengah duka karena musibah yang dialami
KRI Nanggala-402, muncul berita Brigadir Jenderal TNI I Gusti Putu Danny
Nugraha gugur karena ditembak di Papua. Kepala Badan Intelijen Negara Daerah Papua
itu gugur dalam kontak tembak dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di
Kampung Dambet, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, Minggu (25/4/2021). Gugurnya Putu menambah daftar korban
kekerasan KKB, yang kini sasarannya tak hanya aparat keamanan, tetapi juga
guru, tenaga pelayanan kesehatan, dan bahkan pelajar. Rentetan kekerasan yang berdasarkan data
Polda Papua sejak tahun 2016 terjadi
di empat daerah, yakni Kabupaten Puncak Jaya, Puncak, Mimika, dan Nduga, tak
hanya mengganggu layanan publik di daerah itu. Peristiwa ini juga menyisakan
ingatan yang traumatis bagi warga setempat. Sejumlah tindak kekerasan oleh KKB,
terutama yang terjadi belakangan ini, juga memunculkan sejumlah spekulasi di masyarakat. Pasalnya, pada
waktu yang tak jauh berbeda muncul peristiwa lain, seperti Gubernur Papua
Lukas Enembe yang dideportasi dari Papua Niugini karena masuk negara itu
secara ilegal. Lukas dikabarkan masuk Papua Niugini melalui jalur tikus untuk
berobat ke kota Vanimo. Di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, sejumlah
politisi kini tengah merevisi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua. Spekulasi muncul karena dalam politik, asap
yang terlihat keluar dari cerobong sering kali punya jarak dekat dengan
sumber apinya. Terlepas dari itu semua, kondisi di Papua
ini memprihatinkan sebab berbagai upaya untuk menyejahterakan warga Papua
terlihat terus dilakukan. Sejak 2002, otonomi khusus diberikan untuk daerah
itu. Kebijakan tersebut membuat triliunan rupiah dikirim ke Papua. Warga
provinsi itu berhak mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan
aspirasi dan hak dasarnya. Pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dibentuk Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat
(UP4B) untuk menangani persoalan yang terjadi di provinsi itu. Presiden Joko Widodo juga berupaya
mengatasi ketertinggalan di Papua, misalnya dengan memprioritaskan pembangunan jalan
Trans-Papua dan kebijakan penyediaan bahan bakar minyak satu harga. Kunjungan
ke Papua telah belasan kali dilakukan Presiden Jokowi selama pemerintahannya. Kini saatnya mengevaluasi secara total
pendekatan untuk daerah itu. Akan tetapi, melihat kekerasan dan ungkapan
ketidakpuasan yang masih terdengar dari Papua, kini saatnya mengevaluasi
secara total pendekatan untuk daerah itu. Revisi UU Otonomi Khusus Papua
menjadi momentum guna kembali memastikan, antara lain, dana otonomi khusus
benar-benar sampai dan digunakan secara optimal untuk warga setempat. Dialog juga perlu dilakukan secara jujur
dan lebih luas dengan warga Papua, termasuk generasi mudanya. Upaya
sungguh-sungguh dibutuhkan untuk menghilangkan trauma warga Papua terhadap
kekerasan. Semua itu penting dan mendesak dilakukan karena kita berada dalam
satu bingkai yang sama, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar