SMK
PK dan Cinta Produk Domestik Budy Sugandi ; Pemerhati Pendidikan,
Mahasiswa PhD Jurusan Education Leadership and Management, Southwest
University China |
KOMPAS, 27 April 2021
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem
Makarim meluncurkan program Merdeka Belajar episode kedelapan berupa SMK
Pusat Keunggulan. Program ini merupakan realisasi dari visi
Presiden Jokowi mengenai SDM unggul Indonesia melalui pendidikan vokasi
berkualitas dan untuk meningkatkan berbagai macam target SDM di Indonesia. Menjadikan pendidikan vokasi lokus utama di
negeri ini merupakan angin segar di tengah rendahnya animo masyarakat
terhadap lulusan SMK—baik karena rendahnya kompetensi, kesempatan melanjutkan
studi, hingga rendahnya daya serap ke dunia kerja—meski beberapa SMK sudah
memiliki kualitas yang baik. Kondisi ini mengakibatkan orangtua ragu
memasukkan anak mereka ke SMK. Input siswa baru—yang umumnya terpaksa
masuk ke SMK karena tak diterima di sekolah favorit atau karena tak percaya
diri sehingga tak sesuai passion—ini menjadi kendala bagi SMK untuk
menghasilkan lulusan berkualitas. Belum lagi bicara kesesuaian kurikulum,
pengajar/instruktur, hingga alat laboratorium dengan kebutuhan dunia kerja. Di negara seperti Jerman, Korea Selatan,
China, dan Jepang, sekolah selevel SMK jadi primadona. Siswa berebut bisa
masuk ke sekolah vokasi. Input yang baik, proses belajar berkualitas
menghasilkan output yang berdaya saing tinggi. SMK Pusat Keunggulan (PK) merupakan
transformasi pendidikan vokasi Indonesia sesuai amanat Inpres No 9/2016
tentang Revitalisasi SMK. Pada 2017 telah ditunjuk 125 SMK yang memiliki
bidang keahlian sesuai prioritas pembangunan nasional, yaitu kemaritiman,
pariwisata, pertanian, dan industri kreatif, serta 94 SMK bidang keahlian
lain yang juga mendukung prioritas itu. Berlanjut di tahun-tahun selanjutnya hingga
tahun 2021 ini diberi nama SMK PK dengan menyeleksi 895 SMK pada tujuh sektor
prioritas, yaitu ekonomi kreatif, permesinan dan konstruksi, hospitality,
care services, maritim, pertanian, dan kerja sama luar negeri. Ada perbedaan signifikan SMK PK dari
sebelumnya. Fokus sebelumnya pada peningkatan mutu dan kualitas sarana dan
prasarana pembelajaran sesuai standar dunia kerja. Sementara SMK PK fokus
menghasilkan lulusan yang terserap di dunia kerja, melanjutkan studi, dan
menjadi wirausaha melalui keselarasan pendidikan vokasi yang mendalam dan
menyeluruh dengan dunia kerja. SMK PK diharapkan juga memberikan imbas dalam
peningkatan kualitas dan kinerja SMK lainnya. Dukungan
kebijakan Permasalahan utama SMK selama ini adalah
belum adanya link and match dengan dunia kerja, sangat rendahnya keterlibatan
industri dalam penyusunan kurikulum, kurangnya sinergi pemangku kepentingan
pada program pengembangan SMK, dan belum optimalnya peningkatan kompetensi
guru, kepala sekolah, dan pengawas, yang sesuai kebutuhan dunia kerja. Permintaan lulusan SMK sangat tinggi. Di
bidang TI, menurut Forum Ekonomi Dunia, Indonesia butuh 9 juta tenaga TI di
2030. Padahal, setahun kita hanya memiliki 45.000-50.000 lulusan TI. Ini
belum dengan kebutuhan kerja di bidang lain, baik di dalam maupun luar
negeri. Kehadiran SMK PK merupakan jawaban atas
tantangan Industri 4.0, Society 5.0, dan visi Presiden dalam menciptakan SDM
unggul dan meningkatkan produksi dalam negeri. Apalagi baru-baru ini Presiden
menggaungkan cinta produk dalam negeri dan benci produk asing. Dukungan Kemendikbud untuk SMK PK meliputi
penguatan SDM berupa penguatan kepala sekolah, pengawas sekolah, dan guru
melalui pelatihan dan pendampingan intensif untuk mewujudkan manajemen dan
pembelajaran berbasis dunia kerja. Pembelajaran kompetensi siap kerja dan
berkarakter dengan menyelenggarakan pembelajaran yang berorientasi pada
penguatan kompetensi sesuai kebutuhan dunia kerja dan pengembangan karakter
yang sesuai nilai-nilai Pancasila. Penguatan belajar praktik peserta didik
dengan bantuan dana hibah untuk peningkatan sarana-prasarana yang berfokus
pada alat dan kelengkapan sarana belajar praktik siswa berstandar dunia
kerja. Manajemen sekolah berbasis data lewat
pendampingan, termasuk perencanaan berdasar evaluasi data dan penggunaan
platform digital. Pendampingan oleh perguruan tinggi dalam perencanaan dan
pengelolaan program untuk mengembangkan sinergi dengan dunia kerja. Selain
itu, sinergi pemerintah pusat dan daerah untuk menciptakan dukungan
penyelenggaraan SMK PK yang berkesinambungan. Strategi
”8+i” Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wikan
Sakarinto merumuskan strategi ”8+i” Link & Match keterlibatan dunia kerja
di segala aspek penyelenggaraan pendidikan vokasi sebagai keselarasan
mendalam dan menyeluruh SMK PK dengan dunia kerja. Pertama, kurikulum disusun bersama termasuk
penguatan aspek soft skill dan karakter kebekerjaan untuk melengkapi aspek
hard skill yang sesuai kebutuhan dunia kerja. Kedua, pembelajaran berbasis
proyek riil dari dunia kerja (PBL) untuk memastikan hard skill akan disertai
soft skill dan karakter yang kuat. Ketiga, jumlah dan peran guru/instruktur
dari industri dan ahli dari dunia kerja ditingkatkan secara signifikan
(sampai minimal 50 jam/semester/program keahlian). Keempat, praktik kerja lapangan/industri
minimal satu semester. Kelima, sertifikasi kompetensi sesuai standar dan kebutuhan
dunia kerja (bagi lulusan dan guru/instruktur). Keenam, update teknologi dan
pelatihan bagi guru/instruktur secara rutin dari dunia kerja. Ketujuh, riset
terapan mendukung teaching factory yang bermula dari kasus atau kebutuhan. Kedelapan, komitmen serapan lulusan oleh
dunia kerja dan satu lagi sebagai tambahan berupa opsi (i), yaitu berbagai
kemungkinan kerja sama yang dapat dilakukan dengan dunia kerja, antara lain
beasiswa dan/atau ikatan dinas, donasi dalam bentuk peralatan laboratorium,
atau dalam bentuk lainnya dan sebagainya. Link and match di sini bukan sekadar
melengkapi peralatan dan infrastruktur sekolah SMK, melainkan lebih dulu
ditekankan pada perubahan pola pikir, penguatan leadership kepala dan guru
SMK serta jajarannya untuk merealisasikan link and match yang tuntas dengan
berbagai industri dan mitra. Strategi itu langkah konkret dan terukur
agar kepala sekolah mampu membuat sekolahnya unggul, tak eksklusif, dan jadi
pengimbas bagi sekolah-sekolah di sekitarnya. Menjadi pelatih dan memanfaatkan
infrastruktur yang diberikan ke SMK PK untuk digunakan bersama sekolah lain
sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kebutuhan guru produktif dan seluruh
SMK di Indonesia bisa unggul bersama-sama. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar