Minggu, 12 April 2015

Strategi Menghadapi ISIS

Strategi Menghadapi ISIS

Ahmad Millah Hasan  ;  Tenaga Ahli Menteri Sosial Bidang Komunikasi dan Media
JAWA POS, 10 April 2015

                                                                                                                                                            
                                                                                                                                                           

POLDA Metro Jaya mengungkapkan bahwa polisi telah menangkap orang-orang yang diduga berkaitan dengan jaringan Negara Islam Iraq dan Syria (ISIS) di sejumlah tempat. Mereka itu, antara lain, Koswara dan Furqon ditangkap di Tambun, Bekasi, serta Amin Mude di Perumahan Legenda Wisata, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor. Aprimul Hendri ditangkap di Petukangan, Jakarta Selatan, dan Tuah Febriwansyah bin Arif Hasruddin alias Fahri di Pamulang, Tangerang Selatan.

Dalam penggeledahan, polisi menyita beberapa barang bukti. Di antaranya, buku-buku jihad, seragam, dan bendera ISIS. Barang-barang lain yang disita adalah 5 unit laptop, 9 unit telepon seluler, paspor dan tiket pesawat, senjata tajam, serta senjata api mainan. Seragam itu diduga yang dikenakan salah seorang anak dalam tayangan video ISIS yang disebar di YouTube.

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Agus Rianto mengatakan, polisi belum dapat memastikan pengirim short message service (SMS) yang mengaku anggota ISIS betul-betul terkait dengan kelompok itu. Sebab, diperlukan penyidikan yang lebih dalam untuk melihat keterkaitan tersebut.

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Kombespol Martinus Sitompul mengatakan, penyidik telah berhasil melacak nomor ponsel yang digunakan untuk meneror. Dalam pesan, peneror mengaku anggota ISIS yang berasal dari Lampung Timur. Ancaman yang disebar, antara lain, meledakkan pesawat di Bandar Udara Soekarno-Hatta dan membunuh Presiden Joko Widodo.

Teror dimulai sejak menyebarnya pesan berantai dari nomor 085758905xxx pada Rabu lalu (18/3) yang berisi pesan: ''Pesawat Lufthansa rute Jakarta–Berlin tergelincir saat take off di Bandara Soetta pukul 10.25, diperkirakan semua tewas. Pak Nur Rakhman, pegawai ATC Soetta 085758905xxx''.

Langkah polisi itu menjadi bukti bahwa pemerintah serius menanggapi ISIS. Namun, mantan Wakil Kepala BIN As'ad Said Ali mengatakan, persoalan kelompok radikal ISIS tidak hanya bisa diselesaikan oleh pemerintah dan aparat keamanan. Pelibatan ormas-ormas Islam, seperti NU dan Muhammadiyah, merupakan langkah yang bijaksana untuk memoderasi pandangan-pandangan yang telanjur ekstrem dan membentengi lingkungan internal masing-masing dari perembesan radikalisme.

As'ad yang akhir tahun lalu meluncurkan buku Al Qaeda: Kajian Sosial Politik, Ideologi, dan Sepak Terjangnya mengungkapkan, ISIS yang kini menjadi isu global merupakan kelanjutan dari organisasi garis keras Al Qaeda. Aksi mereka pada dasarnya adalah bentuk perlawanan global kelompok radikal Islam terhadap ketidakadilan dunia.

Dikatakan, isu yang mereka perjuangkan mampu menarik perhatian anak-anak muda secara cepat dan mendunia karena mudah dicerna terkait dengan ketidakadilan di Palestina, kesenjangan sosial-ekonomi di negara-negara muslim, dan ekspansi budaya Barat yang dianggap merusak nilai-nilai Islam seperti hedonism dan materialism.

Ada dua jenis teror di dunia, yaitu teror yang murni teror dan teror yang bagian dari perang. Teror yang terjadi di Indonesia dalam kurun sepuluh tahun terakhir setelah era Reformasi adalah teror yang murni teror karena terjadi di negara damai. Teror yang merupakan bagian dari perang seperti terjadi antara Israel dan Palestina.

Munculnya ISIS membuktikan bahwa terorisme masih manjadi ancaman serius. Meskipun, para pelaku teror banyak yang ditembak, ditangkap, dan dihukum. Kasus bom bunuh diri teranyar di masjid Polresta Cirebon pada Jumat, 15 April, tahun lalu diyakini dilakukan jaringan yang masih terkait dengan kelompok teroris lama.

Semua sepakat. Aksi ISIS seperti itu harus diberantas, namun tidak bisa dilakukan oleh aparat kepolisian sendiri. Cara pengamanan dan represif saja tidak cukup karena serangan teroris di Indonesia berwatak idiologis.

Diakui atau tidak, penanganan kelompok yang menebar teror selama ini masih mengacu kepada kekuatan senjata. Sementara peran serta masyarakat sipil cenderung dipinggirkan dan bahkan diabaikan. Metode memberantas terorisme di Indonesia selama ini masih sama dengan cara yang dilakukan Amerika Serikat pada zaman George W. Bush, yaitu pre emptive action. Cara seperti itu justru memunculkan terorisme baru karena menimbulkan dendam yang berkepanjangan.
                                                                           
Ada beberapa aspek dalam menangkal ISIS secara menyeluruh. Pertama, pendekatan kewilayahan. Karena para pengikut ISIS di Indonesia bergerak di ''bawah tanah'', penanganan tidak bisa ditempuh di ''atas tanah''. Di sinilah pendekatan intelijen sangat diperlukan.

Kedua, aspek sekuriti. Tugas negara ialah menciptakan rasa aman di masyarakat dari ancaman ISIS. Karena itu, penanganan semua kasus ISIS harus dituntaskan. Namun, perlu diperhatikan, cara kekerasan bisa menimbulkan masalah baru sehingga diperlukan pendekatan lain.

Ketiga, aspek regulasi. Untuk memberantas ISIS, tentu perlu aturan yang cukup agar aparat bisa bergerak di lapangan dengan langkah-langkah yang terukur. Jangan sampai langkah yang dilakukan aparat justru dinilai melanggar hak asasi manusia (HAM).

Keempat, political will. Dalam hal ini, kepala negara perlu tegas mengambil sikap dalam menangani ISIS yang terus mengancam. Hanya kepala negara yang bisa menggerakkan semua elemen bangsa Indonesia dalam rangka melakukan penanganan ISIS secara terpadu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar