Pahlawan
Sejati
Anhar Gonggong ; Sejarawan
|
SUARA
KARYA, 11 November 2013
Pahlawan itu hidupnya sederhana. Ia adalah sosok yang
melampaui dirinya. Dalam menjalani hidup, ia tidak mementingkan dirinya dan
kelompoknya sendiri, tetapi benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat.
Bahkan, seorang pahlawan rela berkorban demi kesejahteraan rakyat. Terkadang
malah rela menderita demi cita-cita bangsa dan negara.
Sebagai contoh, duet proklamator Soekarno-Hatta. Keduanya
tergolong orang-orang pintar. Soekarno bergelar insinyur sipil, sedangkan
Hatta seorang doktorandus ekonomi. Kalau keduanya mau bekerja sama dengan
Belanda, masing-masing tentu akan mendapatkan kedudukan dan fasilitas tinggi
dari pemerintah kolonial. Tapi, mengapa mereka justru melawan Belanda?
Soekarno bahkan sampai dipenjara demi perjuangan kemerdekaan bangsa.
Sangat disayangkan, jiwa kepahlawanan kurang merasuk atau
dipahami oleh pemimpin-pemimpin kita sekarang. Maraknya kasus korupsi di
berbagai lini, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, mengesankan bahwa
banyak di antara pemimpin kita kurang menjiwai semangat kepahlawanan para
pendiri bangsa.
Mereka tidak menunjukkan jiwa kepemimpinan sejati, seperti
yang diteladankan para pahlawan kita. Mereka lebih pantas disebut pejabat
atau penguasa yang bekerja bukan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat
banyak, melainkan demi pundi-pundi kekayaan diri dan kelompoknya.
Melihat fenomena itu, seharusnya setiap partai berbenah
dalam memilih atau merekrut seorang pemimpin. Hilangkan kesan bahwa partai
hanya mengejar kedudukan demi kekuasaan, baik di DPR, kementerian maupun di
pucuk-pucuk pimpinan lembaga yudikatif. Ada kesan para pemimpin yang ditunjuk
partai kurang mencerminkan jiwa pemimpin sejati, yang bekerja sungguh-sungguh
untuk kepentingan rakyat.
Kalau partai enggan berbenah, khususnya dalam merekrut
seorang pemimpin, maka tidak akan diperoleh sosok pemimpin berjiwa pahlawan
sesuai harapan. Bagaimanapun, partai memegang peranan penting untuk mencetak
seorang pemimpin andal masa depan karena partailah yang paling menentukan.
Kita harus menghindari pemimpin yang bekerja demi
kekuasaan semata dan lupa pada rakyat yang memilihnya. Lihat saja, kasus
seorang pucuk pimpinan salah satu lembaga yudikatif yang disangka terlibat
korupsi. Meski sudah memiliki jabatan tinggi, dengan gaji dan penghasilan
cukup, namun toh masih korupsi. Sebenarnya tidak ada jiwa kepemimpinan sama
sekali ditunjukkan oleh pemimpin-pemimpin semacam itu, yang akan terus muncul
selama partai tidak berbenah diri.
Akhirnya, Hari Pahlawan yang jatuh pada Minggu (10/11)
kemarin diharapkan bisa menggugah para pemimpin kita untuk bersikap etis dan
arif. Mereka perlu merenungkan kiprah para pahlawan perjuangan kita. Apa yang
dilakukan para pahlawan kita perlu diteladani. Para pemimpin kita setidaknya
harus bisa menjadi panutan bagi rakyat.
Kepada para pejabat atau penguasa, bekerjalah yang baik
sesuai aturan, tidak menggarong republik ini lewat praktik korupsi yang
jelas-jelas merugikan rakyat. Para pejabat dan penguasa di negeri ini
dituntut lebih mengedepankan kepentingan rakyat, bukan malah merugikan
rakyat. Karena, seorang pemimpin memang sudah seharusnya dekat dengan rakyat,
memahami apa kebutuhan rakyat, dan mau menyayomi kepentingan rakyat! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar