Selasa, 12 November 2013

Pahlawan Sejati

Pahlawan Sejati
Anhar Gonggong  ;   Sejarawan
SUARA KARYA,  11 November 2013


Pahlawan itu hidupnya sederhana. Ia adalah sosok yang melampaui dirinya. Dalam menjalani hidup, ia tidak mementingkan dirinya dan kelompoknya sendiri, tetapi benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat. Bahkan, seorang pahlawan rela berkorban demi kesejahteraan rakyat. Terkadang malah rela menderita demi cita-cita bangsa dan negara.

Sebagai contoh, duet proklamator Soekarno-Hatta. Keduanya tergolong orang-orang pintar. Soekarno bergelar insinyur sipil, sedangkan Hatta seorang doktorandus ekonomi. Kalau keduanya mau bekerja sama dengan Belanda, masing-masing tentu akan mendapatkan kedudukan dan fasilitas tinggi dari pemerintah kolonial. Tapi, mengapa mereka justru melawan Belanda? Soekarno bahkan sampai dipenjara demi perjuangan kemerdekaan bangsa.

Sangat disayangkan, jiwa kepahlawanan kurang merasuk atau dipahami oleh pemimpin-pemimpin kita sekarang. Maraknya kasus korupsi di berbagai lini, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, mengesankan bahwa banyak di antara pemimpin kita kurang menjiwai semangat kepahlawanan para pendiri bangsa.

Mereka tidak menunjukkan jiwa kepemimpinan sejati, seperti yang diteladankan para pahlawan kita. Mereka lebih pantas disebut pejabat atau penguasa yang bekerja bukan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat banyak, melainkan demi pundi-pundi kekayaan diri dan kelompoknya.

Melihat fenomena itu, seharusnya setiap partai berbenah dalam memilih atau merekrut seorang pemimpin. Hilangkan kesan bahwa partai hanya mengejar kedudukan demi kekuasaan, baik di DPR, kementerian maupun di pucuk-pucuk pimpinan lembaga yudikatif. Ada kesan para pemimpin yang ditunjuk partai kurang mencerminkan jiwa pemimpin sejati, yang bekerja sungguh-sungguh untuk kepentingan rakyat.

Kalau partai enggan berbenah, khususnya dalam merekrut seorang pemimpin, maka tidak akan diperoleh sosok pemimpin berjiwa pahlawan sesuai harapan. Bagaimanapun, partai memegang peranan penting untuk mencetak seorang pemimpin andal masa depan karena partailah yang paling menentukan.

Kita harus menghindari pemimpin yang bekerja demi kekuasaan semata dan lupa pada rakyat yang memilihnya. Lihat saja, kasus seorang pucuk pimpinan salah satu lembaga yudikatif yang disangka terlibat korupsi. Meski sudah memiliki jabatan tinggi, dengan gaji dan penghasilan cukup, namun toh masih korupsi. Sebenarnya tidak ada jiwa kepemimpinan sama sekali ditunjukkan oleh pemimpin-pemimpin semacam itu, yang akan terus muncul selama partai tidak berbenah diri.

Akhirnya, Hari Pahlawan yang jatuh pada Minggu (10/11) kemarin diharapkan bisa menggugah para pemimpin kita untuk bersikap etis dan arif. Mereka perlu merenungkan kiprah para pahlawan perjuangan kita. Apa yang dilakukan para pahlawan kita perlu diteladani. Para pemimpin kita setidaknya harus bisa menjadi panutan bagi rakyat.

Kepada para pejabat atau penguasa, bekerjalah yang baik sesuai aturan, tidak menggarong republik ini lewat praktik korupsi yang jelas-jelas merugikan rakyat. Para pejabat dan penguasa di negeri ini dituntut lebih mengedepankan kepentingan rakyat, bukan malah merugikan rakyat. Karena, seorang pemimpin memang sudah seharusnya dekat dengan rakyat, memahami apa kebutuhan rakyat, dan mau menyayomi kepentingan rakyat!  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar