Para penikmat media, setiap minggu, bahkan setiap hari disuguhi
atau lebih tepatnya dijejali berita kasus korupsi, suap dan gratifikasi.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengungkapkan, ada 311 kepala daerah
(gubernur, bupati dan walikota maupun wakilnya) tersangkut perkara korupsi.
Fakta ini tentu cukup memprihatinkan karena dapat dipastikan roda
pembangunan di daerah menjadi tersendat bahkan terhenti.
Kasus terbaru, Bupati Karanganyar Rina Iriani SR
ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi perumahan bersubsidi
Griya Lawu Asri (GLA) di Karanganyar, Jawa Tengah. Sebagian kasus korupsi
dan suap juga mengisi ruang publik kita, termasuk infotainment atau istilah
kasarnya berita gosip, karena kebetulan para pesohor itu terlibat, baik
langsung maupun tidak langsung dengan kasus korupsi yang masih ditangani oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Semula penulis ragu dan lebih tepatnya berhati-hati
mengangkat topik ini (kasus korupsi yang melibatkan AF dan LHI) karena
kasus ini sangat sensitif menyangkut partai tertentu dan bahwa korupsi
menyapu siapa pun yang berdiri di depannya. Ia juga menyapu sekumpulan
'orang-orang saleh' dari partai 'suci' yang selama ini menjadi benteng
terakhir pemberantasan korupsi (1/11).
Pasti publik sudah mahfum siapa orang saleh itu dan
partai apa itu, tidak perlu disebutkan di sini. Penulis berusaha untuk
tidak memihak salah satu pihak yang berperkara, karena kasus ini sangat
sensitif dan sangat bermuatan politis. Kasus ini kemudian semakin melebar
setelah muncul sebutan atau sapaan Bunda Putri yang bernuansa semiotik
(23/10), nama Bunda Putri bukan alamat pengirim, apalagi penerima,
melainkan makna dan pesan itu sendiri.
Polemik tentang Bunda Putri sempat memanas di media
massa. Putra Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminudin, Ridwan Hakim dalam
persidangan sebagai saksi dengan terdakwa LHI (11/11), akhirnya mengaku
siapa Bunda Putri: dia adalah Nonsyaputri istri Dirjen Hortikultura
Kementerian Pertanian, Hasanuddin Ibrahim. Harus dilakukan penyelidikan
secara mendalam apa saja peran Bunda Putri alias Nonsyaputri.
Penulis juga harus berhati-hati untuk melihat kasus ini
dari sudut kemanusiaan bukan semata dari sudut pandang hukum, apalagi sudut
pandang politik dan akan menyeret penulis kepada pandangan yang berat
sebelah dan tidak berimbang. Sekali lagi, penulis tergugah untuk menanggapi
kasus AF dan LHI ini sesudah palu hakim memutuskan vonis 14 tahun penjara
bagi AF dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan tahanan (5/11).
45 Perempuan
Sebenarnya masih ada kasus korupsi yang lain yang jauh
lebih besar yang juga menghebohkan di Tanah Air, yakni kasus Hambalang
sport center dan bail out Bank Century. Tetapi, sisi menarik ada pada kasus
kuota impor daging sapi (AF dan LHI) karena banyaknya orang yang menerima
aliran dana dari AF kepada sejumlah artis, seperti model Vitalia Sesha alias
Andi Novitalia, Tri Kurnia Rahayu (penyanyi dangdut), dan Maharani S
(mahasiswi). Beberapa sumber menyebutkan, ada 45 perempuan termasuk artis
yang menerima aliran dana dari AF.
AF akan mengakhiri petualangannya sebagai 'makelar
partai politik' setelah dijatuhi hukuman penjara selama 14 tahun, tetapi AF
masih punya peluang untuk banding. Seorang kolega melontarkan pendapatnya
bahwa kasus AF dan LHI ini hanyalah kasus sepele dengan jumlah uang yang
tidak terlalu banyak di antara sekian banyak kasus korupsi di negeri ini.
Disinyalir masih banyak kasus suap yang melibatkan anggota legislatif atau
partai politik tertentu. Lihat saja, kasus suap mantan Ketua MK (AM) dan
masih banyak kasus korupsi lain yang belum terungkap.
Dalam persidangan LHI di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi Jakarta, Senin (28/10) dengan saksi istri AF, Sefti Sanustika,
Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango seolah ingin membuat para saksi
persidangan kasus kuota impor daging sapi tidak tegang dengan melontarkan
candaan karena profesi Sefti sebagai penyanyi dangdut. Hakim Nawawi
bertanya, "Pernah ditawari nyanyi oleh AF? Misalnya, nyanyi di
kampaye-kampaye partai begitu?"
Jawab Sefti, "Tidak pernah."
Hakim Nawawi pun dengan setengah bertanya, "Kalau
punya istri penyanyi untuk apa suami cari artis yang lain untuk
nyanyi-nyanyi di kampanye?"
Joke inilah yang membuat pengunjung sidang tertawa.
Ungkapan Hakim Nawawi tersebut seakan menyindir AF (suami Sefti) yang
mengirim sejumlah uang kepada artis senior Ayu Azhari dan banyak
artis/perempuan yang lain.
Hampir semua kasus korupsi yang terjadi di Indonesia
selalu dibumbui dengan para wanita di sekeliling para pelaku korupsi. Dalam
sejumlah kasus, tidak sedikit istri-istri para tersangka kasus korupsi
minta cerai setelah sang suami tersangkut kasus korupsi. Namun, banyak pula
istri-istri tersangka kasus koruptor yang tetap setia memberikan dukungan
kepada suami sejak diperiksa KPK hingga dijatuhi hukuman penjara di
Pengadilan Tipikor.
Akhirnya, kita perlu menuntut KPK untuk tidak hanya
memberantas kasus korupsi di bumi Indonesia tapi juga mencegah kasus
korupsi lainnya yang kian merajalela. Sebagai rakyat yang setia mengikuti
pemberitaan di media massa, kita sudah muak dengan berbagai tontonan yang
menyebalkan (kasus korupsi). Rakyat sudah saatnya tahu yang sebenarnya dan
tidak mau dibohongi oleh opini yang menyudutkan pihak tertentu tentang
berita atau kasus korupsi yang menyesatkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar