Century Siapa
yang Tanggung Jawab?
Romli Atmasasmita ; Guru Besar Emeritus
Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung
|
KORAN
SINDO, 29 November 2013
Rapat Timwas Century
dengan ahli hukum pidana dan hukum tata negara tanggal 27 November 2013
difokuskan pada tanggung jawab “kolektif-kolegial” dan tanggung jawab
administrasi dan tanggung jawab pidana.
Secara teoretis, masalah tersebut dalam konteks Century telah ada preseden
dua kasus Gubernur BI Syahril Sabirin dan Burhanudin Abdullah serta beberapa
anggota Dewan Gubernur BI (DG BI) lain sebagai terpidana sekalipun yang
bersangkutan sekalipun kedua gubernur BI tersebut tidak menerima uang
sepeser pun. Namun, Putusan MA RI masih menyisakan perdebatan antara ahli
hukumadministrasinegara danahli hukum pidana sampai sekarang. KPK telah
berpengalaman menangani kasus pidana melibatkan korporasi termasuk BI
sebagai entitas negara.
Pimpinan BI menurut Pasal 36 UU RI Nomor 23 Tahun 1999 adalah DG BI (bukan
gubernur) dan gubernur BI sekaligus pelaksana tugas mewakili DG BI baik ke
dalam dan keluar bahkan dalam hal terkait sidang pengadilan (Pasal 39).
Ketentuan pasalpasal tersebut mencerminkan bahwa DG BI bertanggung jawab
secara kolektif-kolegial dan mutatis mutandis perbuatan gubernur dan
anggota DG BI direncanakan, dibahas, dan diputuskan bersama-sama. Jadi
tidak perlu ada keragu-raguan masih perlu diperdebatkan lagi bahwa baik
perbuatan dan tanggung jawab DG BI adalah kolektif kolegial.
Berpijak pada dua ketentuan UU BI tersebut di atas terkait kasus Century,
DG BI secara bersama- sama dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum baik
secara administratif maupun secara pidana jika telah
melakukanperbuatantanpaiktikad baik. Sekalipun ketentuan Pasal 45 UU BI
yang memberikan imunitas pada DG BI,
namun tidak bersifat mutlak karena dalam penjelasan pasalnya telah dirinci
perbuatan yang termasuk beriktikad baik: (1) tidak ada keuntungan bagi
dirinya, keluarganya atau kelompok atau melakukan KKN; (2) dilakukan
berdasarkan analisis mendalam dan berdampak positif;(3) diikuti dengan
rencana tindakan preventif jika keputusan yang diambil ternyata tidak
tepat, dan (4) dilengkapi dengan sistem pemantauan.
Merujuk pada laporan Pemeriksaan Investigatif BPK RI Tanggal 20 November
2009, terdapat temuan-temuan yang menunjukkan tidak adanya iktikad baik
dalam proses penanganan bailoutBank Century mulai sejak awal pendirian Bank
Century; sejak penetapannya sebagai bank dalam pengawasan khusus, dan
sampai pada penetapan sebagai bank gagal dan bank gagal yang berdampak
sistemik.
Dari tenggat waktu penetapannya terjadi sangat singkat, sehingga tidak ada
kesempatan kemudian dilakukan evaluasi terkait penyertaan modal sementara
(PMS) sebanyak empat kali dengan total nilai Rp6,7 triliun. Penetapan
sebagai bank gagal berdampak sistemik memerlukan analisis yang mendalam
atas keempat faktor yang harus didalami secara cemat dan memerlukan waktu
yang cukup untuk menentukan situasi bahwa, (a) ada penurunan kepercayaan
masyarakat; (b) dampak contagion terhadap bank lain;(c) dampak terhadap
sistem pembayaran dan (d) dampak terhadap kondisi makro.
Dewan Gubernur BI menambahkan, faktor risiko pasar sebagai faktor kelima
tanpa penjelasan yang terukur. Penetapan Bank Century sebagai bank gagal
berdampak sistemik berakibat sesuai dengan UU LPS tahun 2004
pengambilalihan Bank Century di bawah supervisi Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) atas advis DG BI dan Pemerintah cc Menkeu dengan harapan agar LPS
dapat menghentikan pendarahan (bleeding). Setiap PMS yang dilaksanakan oleh
LPS, pimpinan LPS sesuai dengan Pasal 2 ayat (4) UU LPS Tahun 2004,
menyampaikan pertanggungjawaban kinerja kepada Presiden.
Keterangan pers Boediono setelah diperiksa KPK selaku gubernur BI
menerangkan bahwa kasus Bank Century karena berdampak sistemik telah
diambil alih oleh LPS seakan-akan hendak memberikan keterangan, bahwa
pemberian PMS kepada Bank Century berada pada pimpinan LPS dan Presiden
sebagai penanggung jawab. Merujuk ketentuan Pasal 2 ayat (4) UU LPS dapat
dikatakan bahwa Presiden turut bertanggung jawab langsung atau tidak
langsung terhadap proses dan pengucuran PMS terhadap bank Century.
Mengikuti analisis ahli hukum pidana, Mudzakir di hadapan rapat Timwas
Century, ternyata produk hukum yang dikeluarkan dalam menangani proses
penanganan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, telah dengan
sengaja untuk membenarkan langkah dan tindakan DG BI dan Pemerintah dengan
melakukan perubahan PBI dari ratio CAR negatif menjadi positif.
DG BI dan Pemerintah sebagai inisiator penetapan Bank Century sebagai bank
gagal berdampak sistemik dan LPS tidak hanya mengetahui (wetens) akan
tetapi menghendaki (willens) agar tujuan penyelamatan perbankan dari dampak
sistemik tercapai denganmem- bailoutBankCentury senilai Rp6,7 triliun
rupiah sekalipun DG BI dan LPS mengetahui bahwa bailout tersebut telah
melebihi permintaan kebutuhan Direksi Bank Century yaitu sebesar Rp1
triliun rupiah (Surat Direksi Bank Century Tanggal 29 Oktober 2008).
Selain itu, Hasil Pemeriksaan BPK RI Tahun 2009 terhadap LPS menyimpulkan
bahwa LPS tidak memenuhi kewajiban untuk melakukan tindakan yang
diperintahkan ketentuan Pasal 22 ayat (2) UU RI Nomor 24 Tahun 2004 tentang
LPS, yaitu bahwa keputusan untuk melakukan penyelamatan atau tidak
melakukan penyelamatan suatu Bank Gagal LPS sekurangkurangnya harus
didasarkan perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak melakukan
penyelamatan.
Merujuk fakta tersebut di atas jelas bahwa dalam proses penanganan Bank
Century telah terjadi perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum yang
telah dilakukan oleh DG BI dan LPS telah berdampak negatif, yaitu LPS telah
tidak berhasil mengembalikan dana bailout ketika jatuh tempo pengembalian
pada tanggal 23 November 2013, sehingga telah terjadi kerugian keuangan
negara.
Atas kerugian negara yang terjadi karena perbuatan melawan hukum maka yang
bertanggung jawab adalah DG BI dan LPS, dan dengan penetapan BM dan SF dua
mantan anggota DG BI ketika itu sebagai tersangka maka KPK seharusnya telah
menetapkan gubernur BI dan anggota DG BI lain dan tidak tertutup
kemungkinan yang sama terhadap pejabat LPS sebagai tersangka sesuai dengan
ketentuan UU Pemberantasan Korupsi Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU
2001. ●
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar