TERUNGKAPNYA operasi intelijen Australia yang melakukan
penyadapan saluran komunikasi elektronik pribadi para pejabat tinggi negara
RI, termasuk Presiden, saat ini telah memanaskan relasi bilateral di antara
kedua negara yang oleh Tony Abbott, PM Australia, selalu dipidatokan
sebagai negara yang bersahabat dan bertetangga baik. Di kalangan dalam
negeri Indonesia, semakin meluas dukungan terhadap pemerintah RI untuk
mengambil sikap tegas yang kemudian berujung pada pemanggilan dubes RI
untuk Australia. Namun, penya dapan telepon Presiden SBY dan pejabat
Indonesia lainnya oleh badan intelijen Australia DSD (kini berubah menjadi Australian Signals Directorate)
ternyata juga memicu reaksi luas di kalangan politikus Australia sendiri.
Dalam sidang di parlemen Senin (18/11/2013) siang,
anggota parlemen dari Partai Hijau Adam Bandt bertanya kepada Perdana
Menteri Tony Abbott, “Apakah benar
Australia menyadap telepon Presiden Indonesia, apakah masih berlangsung,
dan apakah Anda mendukung hal itu?”. PM Abbott menjawab secara
diplomatis dengan mengatakan, “Semua
pemerintah melakukan pengumpulan informasi. Saya tidak akan berkomentar
tentang masalah intelijen. Saya tidak ingin merusak hubungan dengan
Indonesia.“
Jawaban itu tak memuaskan bagi sebagian politikus di
Australia. Bahkan, sebagian besar masyarakat Australia juga mengecam
kebijakan pemerintahnya sendiri yang tidak bersedia meminta maaf atas
kegiatan operasi intelijen yang melakukan penyadapan atas telepon
pejabat-pejabat tinggi di Indonesia. Bahkan, pemimpin Partai Hijau, Senator
Christine Milne, juga sampai menyatakan, bahwa penyadapan tersebut akan
mempermalukan Indonesia yang kini mengetahui ke tika Tony Abbott berbicara
tentang persahabatan dengan Indonesia, ternyata Australia melakukan hal
yang sebaliknya.
Mayoritas publik di Indonesia memberikan dukungan atas
tiga langkah yang diambil pemerintah Indonesia atas terung kapnya
penyadapan telepon para pejabat tinggi RI tersebut. Kebijakan yang diambil
pemerintah RI saat merespons sikap pemerintah Aus tralia adalah: (1 Meminta
klarifikasi dari dubes Austra lia untuk Indonesia Greg Moriarty, (2) duta
besar Indonesia untuk Australia Najib Riphat Kesoema dipulangkan ke
Indonesia untuk dimintai keterangan mengenai sejumlah t informasi yang
didapatkannya selama mengemban tugas di sana, dan (3) pemerintah Indonesia
juga akan mengkaji ulang hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia.
Nantinya, Indonesia akan lebih membatasi dan menjaga jarak dengan Australia
yang selama ini dianggap sebagai negara tetangga dan sahabat.
Laporan sejumlah media asing yang membongkar operasi
intelijen Australia memberitakan badan mata-mata Australia telah berusaha
menyadap telepon Presiden SBY dan istri Presiden, Ani Yudhoyono, serta
sejumlah menteri dalam kabinet SBY. Sejumlah dokumen rahasia yang
dibocorkan whistleblower asal AS, Edward Snowden, yang berada di tangan Australian Broadcasting Corporation
(ABC) dan harian Inggris The Guardian,
menyebut nama Presiden SBY dan 9 orang di lingkaran dalamnya sebagai target
penyadapan pihak Australia.
Dokumen-dokumen itu menunjukkan bahwa badan intelijen
elektronik Australia, Defence Signals
Directorate, melacak kegiatan Yudhoyono melalui telepon selulernya
selama 15 hari pada Agustus 2009, saat Kevin Rudd dari Partai Buruh menjadi
Perdana Menteri Australia. Daftar target penyadapan juga mencakup Wakil
Presiden Boediono, yang pekan lalu berada di Australia, mantan Wakil
Presiden Jusuf Kalla, juru bicara presiden untuk urusan luar negeri,
Menteri Pertahanan, serta Menteri Komunikasi dan Informatika.
Berdasarkan hasil pooling harian terkemuka di Australia,
Sidney Morning Herald (SMH), sekitar 62% dari 10.717 responden di ‘Negeri
Kanguru’ itu setuju Australia harus meminta maaf kepada Indonesia terkait
dengan skandal penyadapan yang dilakukan terhadap SBY, Ani Yudhoyono, dan
beberapa pejabat tinggi. Sejumlah tokoh oposisi dan politisi Australia juga
menilai Abbott harus segera meminta maaf dan tidak perlu merasa ‘gengsi’
untuk melakukannya.
Bahkan, mantan duta besar Australia untuk Indonesia,
John McCarthy, mengatakan Abbott
seharusnya melakukan pendekatan personal kepada Presiden SBY untuk
menenangkan perselisihan. McCarthy yang menjadi dubes Australia untuk
Indonesia selama periode 1997-2001, dan kini bergabung dengan mantan
Menteri Luar Negeri Australia, Bob Carr, dan tokoh oposisi Bill Shorten,
mendesak Abbott segera mengambil langkah-langkah untuk menenangkan situasi
diplomatik dengan Indonesia yang memanas akibat skandal penyadapan.
Bocornya informasi penyadapan ini seharusnya bisa
menjadi momentum bagi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membentuk
konvensi antipenyadapan yang kemudian bisa ditindaklanjuti dengan
ratifikasi di negara-negara dengan mengeluarkan produk hukum berupa
undang-undang antipenyadapan. Namun, sebenarnya hukum nasional Indonesia
sudah mengatur persoalan larangan penyadapan tersebut. Sesuai dengan UU No
36/1999 tentang Telekomunikasi, pada pasal 40 disebutkan tentang larangan
penyadapan. Dalam aturan tersebut, tidak hanya WNI saja, tapi juga WNA bisa
terjerat. Dalam pasal tersebut, sanksi pidana yang dikenakan berupa hukuman
maksimal selama 15 tahun.
Selain itu, dalam UU No 11/2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) di jelaskan bahwa masih terbuka peluang untuk
tindakan penyadapan. Namun, tindakan tersebut hanya bisa dilakukan oleh
aparat pe negak hukum dalam rangka penyidikan, di antaranya kepolisian dan
KPK.
Dengan terungkapnya kasus penyadapan tersebut, PBB bisa
didorong untuk segera menge ntuk segera menge luarkan konvensi
internasional antipenyadapan. Hal itu bisa mendorong lahirnya sanksi hukum
yang tegas bagi tindakan negara-negara yang melakukan operasi intelijen dan
melakukan penyadapan di negara lain. Saat ini, Indonesia memang tengah
berjuang bersama Brasil dan Jerman untuk mendorong mekanisme antipenyadapan
di tingkat internasional. Ketiga negara itu sedang intensif menyusun
resolusi ke PBB.
Melakukan penyadapan terhadap negara lain sebenarnya
mendekonstruksi keberadaban negara pelaku karena wilayah pelanggarannya
sudah bukan lagi merupakan pelanggaran kesopanan internasional semata-mata,
melainkan sudah memasuki ranah pelanggaran hukum sebagai suatu tindakan
yang ilegal. Namun, kompleksitas masalah penegakan hukum nasional di suatu
negara untuk menghadapi aksi penyadapan tersebut terbentur pada mekanisme
hukum internasional yang sering kali dihadapkan pada hubungan diplomatik
yang diatur berbagai konvensi internasional.
Oleh karena itu, langkah pemerintah RI untuk mendorong
lahirnya resolusi kepada PBB agar mengeluarkan konvensi internasional
antipenyadapan akan berpengaruh terhadap negara-negara yang gemar melakukan
penyadapan. Resolusi tersebut diperlukan untuk mengkaji ulang tindakan
matamata yang dilakukan sebuah negara di luar wilayah mereka.
Saat ini, resolusi tersebut sedang dibahas di Komisi III PBB yang khusus
menangani masalah HAM. Operasi penyadapan di Indonesia dan sejumlah negara
juga dilakukan oleh AS.
Resolusi itu akan mendorong adanya aturan baku dan
mengikat di internasional tentang praktik penyadapan dan matamata. Dengan
begitu, kegiatan mata-mata dan penyadapan selama ini yang dilakukan suatu
negara terhadap negara lain bisa dikaji ulang. Tujuannya agar bisa dibuat
mekanisme pengawasan global tentang penyadapan. Negara yang beradab tak
perlu saling menyadap! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar