Kasus Bank Century sebenarnya bukan
kasus baru, karena kejadiannya akibat pengaruh krisis global perumahan yang
terjadi di Amerika Serikat (AS) sejak Juli 2007. Berbekal dari pengalaman
krisis finansial yang melanda dunia pada tahun 1997/1998, Indonesia
sebenarnya cukup sigap dalam menghadapi krisis tahun 2007/2008, namun
ternyata berbuntut pada kasus Bank Century.
Pada waktu itu pihak pemerintah
memberikan bantuan (bail out)
terhadap Bank Century yang menelan dana sekitar Rp 6,7 triliun, seperti
yang dilakukan AS maupun negara lain terhadap lembaga keuangannya yang
diujung kebangkrutan. Kalau tidak dibantu, diduga berdampak sistemik
terhadap pelaku ekonomi lainnya yang dapat mengancam kestabilan
perekonomian dan kestabilan nasional.
Ketika saya waktu itu dikukuhkan
sebagai guru besar Fakultas Ekonomi (sekarang Fakultas Ekonomika dan Bisnis)
Undip, dalam pidato pengukuhannya tanggal 11 Maret 2010, mengkhawatirkan
kasus Bank Century sebagai refleksi dari pemakaian sistem ekonomi bebas.
Dalam sistem ekonomi bebas yang tecermin dalam aliran neoklasik, terdapat
kaidah menghalalkan segala cara asal tujuan dapat tercapai.
Kotak Pandora
Memang kasus Bank Century yang
sebenarnya telah berlangsung sekitar lima tahun lalu itu penuh misteri.
Menyelesaikan kasus bank Century secara benar dapat diistilahkan dapat
membuka kotak Pandora, yang berasal dari mi tologi Yunani. Pemecahan kasus
ini dapat sebagai langkah baik menuju perubahan masa depan yang penuh
keadilan.
Kasus Bank Century naik daun
karena pemeriksaan terhadap Wakil Presiden Boediono selaku saksi oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang penuh kontroversi. Pemeriksaan
dilakukan pada hari Sabtu (23/11) di Kantor Wakil Presiden. Rekan wartawan
memprotes kebijakan tersebut yang seolah memperlakukan warga negara secara
berbeda di hadapan hukum.
Fitriyan Zamzami (dalam
Republika, 26/11) menyebut kasus Bank Century bukan sesederhana sebuah
kasus hukum, akan tetapi seperti bola liar yang sudah menggelinding ke
mana-mana. Tanpa penyelesaian yang memadai, dapat terjadi perampokan
terhadap aset negara, seperti pada krisis keuangan 1997/1998.
Kasus yang terkenal dengan
penyelewengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang semula
tujuannya mulia untuk menyelamatkan bank-bank yang kesulitan likuiditas,
berujung pada perampokan uang rakyat sampai ratusan triliuan rupiah. Penulis
terkenal Multatuli menjuluki Indonesia sebagai Zamrud Khatulistiwa karena
kekayaan alamnya yang berlimpah ruah. Arysio Santos, ahli fisika dari
Brasil, menyatakan Indonesia merupakan benua Atlantis yang menurut Plato dulu
menghilang dan muncul kembali seperti sekarang. Hilangnya benua ini karena
negara yang kaya raya akan tetapi perilaku pemimpinnya sangat jelek.
Jelaslah bahwa kekayaaan negara
Indonesia sejak dulu sangat menarik negara maupun bangsa lain untuk menguasainya.
Kalau dulu penjajahan dilakukan dengan kekerasan, akan tetapi sekarang ini
dilakukan dengan cara-cara halus dan mungkin tidak kentara. Melalui
infiltrasi kebudayaan dalam berbagai bentuk, seperti dominannya dalam
pendidikan, kita diarahkan untuk mengikuti cara-cara mereka, seperti dalam
pendidikan ekonomi diarahkan kepada pemakaian sistem ekonomi pasar bebas.
Demikian juga pemimpin yang sangat dihormati di Indonesia, bisa juga
ditunggangi kepentingan pihak lain untuk kepentingannya.
Dalam kedua kasus krisis besar
keuangan 1997/1998 dan 2007/2008, ternyata terlihat bagaimana kesempitan
yang muncul dimanfaatkan untuk kepentingan yang tidak benar. Orang mengatakan
memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Khusus mengenai penanganan kasus
Bank Century yang sebenarnya direkomendasikan oleh Komite Stabilitas Sektor
Keuangan (KSSK) sebesar Rp 630 miliar, mengapa bisa menggelembung sampai Rp
6,7 triliun? Ketika itu gubernur Bank Indonesianya adalah Boediono dan
menteri keuangannya (menkeu) Sri Mulyani.
Kontroversi
pembengkakan dana talangan untuk penyelamatan Bank Century akan menjadi
kajian KPK yang perlu segera dituntaskan. Boediono
dalam penjelasan persnya setelah diperiksa KPK menyatakan tanggung jawab
pembengkakan itu ada pada bagian Pengawas BI dan Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS). Sementara, Sri Mulyani mengatakan dirinya ditipu mengenai
besarnya dana talangan sehingga dia mengatakan BI tidak profesional.
Manajemen LPS juga membela diri di mana mereka katakan hanya menjalankan
kebijakan yang sudah diputuskan BI dan Menkeu di KSSK.
Lingkaran setan yang menyertai
misteri Bank Century karena melibatkan para petinggi memang perlu
dipecahkan segera. Di samping masalah kontoversi, apa benar kasus Bank
Century berdampak sistemik terhadap perekonomian Indonesia? Jangan hanya
dua deputi gubernur BI yang jadi tersangka, masing-masing Budi Mulya dan
Siti Fadjriah, akan tetapi siapa pun yang berbuat kesalahan harus dapat
mempertanggung-jawabkan di depan hukum secara berkeadilan.
Pemecahan kasus Bank Century sebagai
titik awal kepada penguatan hukum yang sangat diperlukan dalam pembangunan
bidang lainnya, termasuk bidang ekonomi. Pembukaan kotak Pandora atau
menghentikan bola liar Bank Century sangat diperlukan. Tanpa pemecahan
secara berkeadilan dalam bidang hukum, maka yang muncul adalah hinaan negara
lain terhadap negara dan bangsa Indonesia di mana kita dilecehkan dengan
kasus penyadapan, penguasaan pulau, penguasaan kesenian, maupun kasus
lainnya yang memalukan.
Berbagai kasus besar menyebabkan
membengkaknya biaya transaksi yang muncul karena munculnya informasi yang
asimetrik. Kejadian ini perlu ditekan ke tataran terendah supaya efisiensi
ekonomi nasional dapat tercapai. Sekiranya ini terjadi, maka daya saing Indonesia
akan mengalami kenaikan dalam tataran global sehingga tidak perlu muncul
kontroversi seperti sekarang ini di mana pertumbuhan ekonomi yang tinggi
diiringi ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Itu artinya, yang
menikmati kue pembangunan sekelompok kecil anggota masyarakat, dan itu salah
satunya mungkin terjadi karena kasus Bank Century. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar