Hubungan bilateral antara
Indonesia-Australia kembali memanas, kali ini bermuara dari beredarnya
dokumen intelijen Australia tentang penyadapan telepon yang disampaikan
Edward Snowden. Media penyiaran Australia Broadcasting Corporation (ABC)
dan harian The Guardian pun merilis penyadapan terhadap Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY), menteri, diplomat, dan beberapa pejabat negara
Indonesia lainnya termasuk Ibu negara Ani Yudhoyono dan mantan Wapres Jusuf
Kalla. Dalam bocoran dokumen tersebut, badan intelijen elektronik
Australia, Defence Signal Directorate, telah melakukan tindakan pelacakan
terhadap aktivitas telepon seluler Kepala Negara RI, selama 15 hari pada
Agustus 2009 saat Kevin Rudd dari Partai Buruh menjabat sebagai perdana
menteri.
ABC pun mengemukakan, salah satu dokumen itu
berjudul "3G Impact and Update" telah memetakan upaya intelijen
Australia untuk mengimbangi pertumbuhan teknologi 3G di Indonesia dan
seluruh kawasan Asia Tenggara. The Guardian pun melaporkan hal yang sama,
Australia dan AS menjalankan operasi pengintaian bersama terhadap
Indonesia, saat digelarnya pertemuan iklim PBB di Bali pada 2007.
Apa pun alasannya, tetap saja tindakan tak
terpuji ini telah mengingkari nilai persahabatan kedua negara. Efeknya,
bukan hanya dirasakan Menlu Marty Natalegawa yang meradang, Presiden SBY
juga mengutuk tindakan tak terpuji ini. Bahkan seluruh lapisan masyarakat
negeri ini pun mengambil sikap kekecewaan mendalam atas tindakan negara
kanguru tersebut.
Melalui siaran resmi, Presiden SBY
mengatakan, Indonesia akan mengkaji ulang kerja sama dengan Australia,
terutama tiga program kerja sama yang sementara dihentikan. Termasuk di
dalamnya kebijakan penting menyangkut pencari suaka ilegal yang menjadi
salah satu mata kampanye terpenting pemerintahan PM Tony Abbott. Sangat
wajar, Presiden SBY murka terhadap insiden ini karena selama ini antara
Indonesia-Australia menjalin hubungan diplomatik yang sangat baik. Namun,
tindakan tak terpuji ini menunjukan sikap congkak yang ditunjukan Australia
terhadap bangsa ini.
Tak dipungkiri, meski negeri kanguru
merupakan negara donatur terbesar bagi bangsa ini. Terutama di bidang
pendidikan yang dibuktikan dengan adanya kehadiran ribuan pelajar Indonesia
menempuh pendidikan di Australia dengan bantuan dari negara tersebut. bahkan
Australia pun berniat melakukan pembangunan di kawasan timur terutama NTT,
sepatutnya, niat baik ini disesuaikan dengan tindakannya. Dapat dipastikan
memanasnya hubungan persahabatan ini, bukan hanya dirasakan Indonesia yang
akan mengalami kerugian yang begitu besar, Australia pun akan merasakan hal
yang sama.
Sejak negeri ini ada, Australia selalu
menganggap Indonesia merupakan negara yang sangat penting. Meski dilihat
dari sejarah kedua negara selalu mengalami konflik silih berganti. Di
antaranya, turut campurnya Australia ketika berpihak kepada Malaysia waktu
terjadinya konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia. Saat itu, militer
Australia mendukung Malaysia terlibat pertempuran dengan militer Indonesia
di Borneo (Kalimantan). Insiden berkurangnya wilayah Indonesia tahun 1999,
yakni Timor Timur (sekarang Timor Leste), akibat dari turut campur
Australia. Namun anehnya, keberadaan bumi khatulistiwa ini tak akan pernah
terabaikan dan selalu mendapatkan prioritas utama dalam berbagai kebijakan
nasional Australia bagi setiap pemerintahan yang berkuasa.
Perhatian ini dilatarbelakangi kepentingan
Australia terhadap negeri ini yang cukup tinggi. Baik secara geopolitik
dalam konteks Asia Pasifik, maupun dari letak geografis. Negara seluas
1.904.569 km2 dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, dengan kekayaan alam
yang melimpah, dengan 17.000 pulau, dan dengan beragam etnis dan
kebudayaan, jika terjadi perpecahan kongsi, akan membawa dampak kerugian
yang cukup besar bagi Australia. Dapat dipastikan, Pemerintah Indonesia
akan melakukan blokade perairan yang selama ini menjadi jalur perdagangan
Australia. Padahal, selama ini sebagian besar perdagangan yang dilakukan
Australia dengan negara-negara lain yang menuju negara-negara Asia Timur,
seperti China dan Jepang, harus melewati perairan Indonesia.
Ketegasan Pemerintah Indonesia menyikapi
permasalahan ini patut diapresiasi. Sepatutnya dalam hubungan diplomatik,
kedua negara saling menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai
perssahabatan. Bukan sebaliknya mencurigai bahkan sampai memata-matai
sahabat sendiri. Sangat wajar, pemerintah bersama rakyat Indonesia akan
merasakan kekecewaan mendalam terhadap peristiwa ini.
Berangkat dari kasus penyadapan itu,
dipastikan sejumlah agenda kerja sama telah dikaji ulang. Di antaranya,
kerja sama pertukaran informasi dan intelijen. Ikut dihentikan sementara
latihan bersama antara tentara Indonesia dan Australia, baik TNI AD, AU, AL
maupun latihan yang sifatnya gabungan. Coordinated military operations pun
mengalami hal yang sama, dihentikan sampai semuanya jelas. Termasuk,
pembatalan jadwal kunjungan resmi pejabat Indonesia. Di antaranya, jadual
Menteri Agama Suryadarma Ali untuk sebuah seminar tentang kerukunan
beragama ke Melbourne, pekan depan dibatalkan dengan alasan menteri sedang
sibuk menyelesaikan laporan keuangan kampanye.
Memang, selama ini, Pemerintah Indonesia
lebih mengutamakan soft power dalam penyelesaian konflik. Tampaknya inilah
yang sedang dimainkan pemerintah dalam menyikapi masalah penyadapan oleh
Australia.
Sangat beralasan bila Presiden SBY akhirnya
mendorong kedua negara menyepakati kode etik atau semacam protokol yang
mengatur kerja sama Indonesia-Australia di berbagai bidang ke depan.
Tujuannya agar masing-masing negara saling menghargai dan menghormati serta
menjaga etika dan norma persahabatan. Sikap ini merupakan bagian dari
strategi Indonesia yang menegaskan kekecewaan mendalam bangsa ini, akibat
insiden penyadapan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar