Selasa, 12 November 2013

Bias Afrika Mahkamah Kejahatan Internasional

Bias Afrika Mahkamah Kejahatan Internasional
Juliet Torome  ;   Penulis dan Produser Film Dokumenter Kenya
TEMPO.CO,  11 November 2013

  
Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC), setelah menghadapi kecaman pedas dari Uni Afrika, akhirnya memberi perhatian terhadap keprihatinan Afrika dalam mengadili pemimpin-pemimpin yang dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. 

Kecaman terhadap ICC, yang bermarkas besar di Den Haag, itu bukan berita baru di Afrika. Pada mulanya, kecaman tersebut tampaknya cuma merupakan ungkapan nasionalistik. Ada yang mengatakan bahwa para pemimpin Afrika yang dituduh itu seharusnya diadili oleh orang-orang Afrika dan di Afrika sendiri. 

Kebanyakan orang Afrika menganggap sepi mereka yang menentang ICC, terutama karena ICC melakukan dakwaan itu terhadap orang-orang seperti Omar al-Bashir, yang punya rekor panjang terlibat dalam perang saudara yang brutal. Tapi itu berubah pada Maret lalu, ketika yang didakwa ICC adalah Uhuru Kenyatta, Presiden Kenya.

Kenyatta dan Wakil Presiden William Ruto-keduanya dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan sehubungan dengan kekerasan pasca-pemilihan presiden pada 2007-2008 yang menewaskan lebih dari 1.000 orang dan menyebabkan beberapa ratus ribu orang terpaksa mengungsi-merupakan tersangka pertama dakwaan ICC, yang terpilih memimpin suatu negara. Bagi sebagian orang di luar Afrika, Kenyatta dijadikan bukti bahwa  Afrika tidak mampu menghukum penjahat perang. 

Tapi para pemimpin Afrika memandang hal itu sebagai bukti bias ICC terhadap Afrika, dan telah menggunakan kemenangan Kenyatta dalam pemilihan untuk memperkuat kecaman mereka terhadap ICC. Presiden Uganda Yoweri Museveni mengecam ICC sebagai alat negara-negara Barat, yang bertujuan menempatkan pemimpin-pemimpin yang mereka sukai di Afrika dan menyingkirkan "orang-orang yang tidak mereka sukai". Dengan memilih seorang tersangka penjahat perang sebagai presiden, demikian argumentasinya, rakyat Kenya telah menolak kehadiran ICC.

Pandangan ini diperkuat pada awal September lalu ketika, untuk kedua kalinya, parlemen Kenya mengesahkan mosi untuk menarik diri dari Statuta Roma, yang menjadi dasar terbentuknya ICC. (Parlemen mengesahkan resolusi serupa pada 2010, tapi presiden saat itu, Mwai Kibaki, tidak melaksanakannya.)

Ketika Uni Afrika bertindak dan mengecam apa yang dianggapnya sebagai bias ICC, dukungan terhadap mahkamah itu merosot sedemikian rupa sehingga para pemimpin Afrika punya alasan yang kuat untuk berbuat demikian. 

Uni Afrika meminta ICC menunda diadilinya Kenyatta, karena sifat kasus yang dikenakan terhadapnya dianggap luar biasa. Berbeda dengan tersangka-tersangka ICC lainnya, Kenyatta dan Ruto melakukan kejahatan yang dituduhkan terhadap mereka itu bukan selagi memimpin angkatan bersenjata, melainkan selama kekerasan yang terjadi dengan spontan setelah berakhirnya pemilihan.

Lebih luar biasa lagi adalah bahwa Kenyatta dan Ruto merupakan pesaing dalam pemilihan pada waktu itu. Mereka bersatu baru tahun lalu. Para pendukung Kenyatta memuji mantan pesaingnya itu, karena kemudian berhasil mengatasi perbedaan di antara mereka dan membentuk pemerintahan bersama. Hal itu merupakan bukti bahwa tradisi rekonsiliasi Afrika masih kuat-alasan lainnya ICC harus menghentikan kasus terhadap Kenyatta itu.

Saat ini, ICC setuju memberikan excuse kepada Kenyatta untuk tidak hadir pada sebagian besar waktu sidang pengadilan, yang baru-baru ini ditunda sampai 5 Februari 2014.    

Apa pun keputusannnya, ia hampir pasti bakal membawa dampak positif bagi Kenya-dan Afrika secara keseluruhan. Sesungguhnya, dakwaan terhadap Kenyatta itu sudah membentuk perilaku yang bisa menjadikannya seorang presiden yang paling lunak.  

Kenyatta tidak pernah menggunakan kata-kata yang kotor. Lagi pula, ia berusaha berunding dengan-dan membujuk-para penentangnya. Misalnya, daripada mengakhiri pemogokan guru baru-baru ini dengan cara seperti yang pasti dilakukan ayahnya, Kenyatta menganjurkan agar guru-guru yang mogok itu kembali mengajar. Ia meyakinkan mereka bahwa pemerintah tidak bisa memenuhi semua tuntutan kenaikan gaji mereka dengan segera, tapi ia bersedia merundingkannya. 

Sebenarnya, penolakannya terhadap ditegakkannya pemerintahan dengan kekerasan mencerminkan pengakuan bahwa dakwaan yang dikenakan ICC terhadapnya itu telah menarik perhatian dunia. 

Sebenarnya, Kenyatta mungkin merasa terpaksa mempertahankan gaya politiknya sekarang ini, walaupun nanti ia dibebaskan dari dakwaan, untuk membuktikan kepada dunia bahwa ICC telah mengambil keputusan yang tepat. Dengan berbuat demikian, ia menyingkirkan hambatan yang merintangi presiden-presiden Kenya di masa depan. Dalam hal ini, dakwaan ICC terhadap Kenyatta justru akan memajukan perkembangan Kenya menuju demokrasi yang kokoh. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar