Berpuasa
Bicara dan Bersosmed
Nasaruddin Umar ; Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 02 Maret 2018
ALQURAN memperkenalkan
jenis puasa lain selain puasa konvensional, Manahan diri untuk tidak makan,
minum, dan berhubungan suami istri di siang hari. Jenis puasa lainnya ialah
berpuasa untuk tidak bicara. Ternyata, bagi orang tertentu, lebih sulit
berpuasa bicara daripada berpuasa makan dan minum serta berhubungan suami
istri. Mungkin karena itulah maka Allah SWT meminta Nabi Zakaria berpuasa
untuk berbicara selama tiga malam. "Dia (Zakaria) berkata: Ya Tuhanku,
berilah aku suatu tanda; (Allah) berfirman, “Tandamu ialah engkau tidak dapat
berbicara dengan manusia selama tiga malam, padahal engkau sehat.” (QS
Maryam/18:10).
Firman Allah ini
menunjukkan bahwa menahan diri untuk tidak berbicara kepada manusia, ternyata
sesuatu yang sulit. Apalagi jika ada objek pembicaraan yang menarik untuk
dibicarakan. Bahkan Alquran menyerukan kita untuk sesekali berada dalam
suasan sunyi senyap untuk mengingat Allah SWT, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Sunyi senyaplah segala suara karena (takut) kepada Allah Yang Maha Pengasih,
sehingga tiada Engkau dengar kecuali suara halus (bunyi telapak kaki)”. (QS
Thaha/20:108). Mengendalikan diri untuk tidak mengumbar pembicaraan, tentu
termasuk berpuasa untuk bersosial media, sangat dianjurkan dan nilainya amat
besar di mata Allah SWT.
Khithab (perintah) Allah
SWT untuk berpuasa bicara hanya tiga malam, bukannya 30 hari berpuasa untuk
tidak makan dan tidak minum. Kali ini Allah SWT meminta Nabi Zakaria berpuasa
tiga malam berturut-turut, sebagai bukti beratnya berpuasa bicara. Apalagi
saat-saat kita menjadi saksi kunci di dalam suatu peristiwa atau karena
kebetulan kita memiliki banyak bahan yang sedang ramai dibicarakan.
Berpuasa untuk bersosial
media tentu sama saja sulitnya berpuasa bicara. Jika kita mampu mengendalikan
jari-jemari tangan kita untuk menyentuh alat sosial media tentu nilainya juga
sangat tinggi, karena daya efek yang ditimbulkannya sama saja dengan
menuturkannya di mulut.
Berkali-kali Nabi
menasihatkan agar kita membatasi diri untuk bicara, apalagi bicara
sembarangan. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat, hendaklah berkata dengan baik atau lebih baik diam.” Seruan dan
peringatan Allah SWT dan Rasul-Nya agar manusia membatasi diri untuk bicara,
terutama jika yang dibicarakan itu menyangkut aib atau fitnah yang dapat
menghancurkan nama baik orang lain, sangat banyak mendapatkan banyak
penekanan.
Ini bisa dimaklumi bahwa
pembicaraan yang dapat menjadi malapetaka orang lain selalu terjadi di dalam
sejarah umat manusia dari dulu sampai sekarang. Tidak sedikit problem sosial
rumit muncul karena mulut dan media sosial kita lepas kendali. Alquran dan
hadis banyak memberikan contoh tentang perumpamaan orang yang tega
menghancurkan orang lain melalui fitnah dan tudingan disebutkan di dalam
Alquran, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu ialah dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing
sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang.” (QS Al-Hujurat/49:12).
Banyak lagi ayat dan hadis
yang berbicara senada dengan ayat ini, yang kesemuanya memperingatkan kita
agar berhati-hati menggunakan mulut dan sosial media. Memfitnah atau
membongkar aib orang lain semakin memprihatinkan akhir-akhir ini. Kita
khawatir ada orang yang mencari keuntungan materi di balik penyingkapan aib
orang lain. Jika itu benar adanya, harta atau materi tersebut dikhawatirkan
bermasalah, paling tidak kurang berkah.
Di berbagai media televisi
banyak kita menyaksikan infotaiment yang mempreteli aib orang lain.
Ironisnya, perbuatan yang tercela ini paling banyak diminati para pemirsa.
Perhatikan media infotaiment yang ditayangkan hampir semua TV, baik TV publik
maupun TV berlangganan. Yang paling banyak menyedot pemirsa ialah tayangan
tersebut. Isi tayangan itu ialah pengungkapan hal-ihwal para selebritas,
pejabat, dan tokoh-tokoh publik lainnya. Isi pemberitaan tersebut hampir
semuanya tentang hal-hal yang miring yang dapat memojokkan orang lain.
Pengungkapan aib orang
lain melalui media sama dengan pembunuhan karakter orang itu. Karena itu,
pengungkapan aib, fitnah, dan gosip ini harus menjadi keprihatinan kita
Bersama. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar