Bubar
Putu Setia ; Pengarang; Wartawan Senior Tempo
|
TEMPO.CO,
24 Maret
2018
Apa yang sesungguhnya
terjadi pada negeri kita di tahun 2030? Apakah betul negara ini bubar?
Padahal ada yang bilang justru pada tahun-tahun itulah ekonomi kita membaik.
"Ah, jadi bingung," ini keluhan cucu saya, anak kelas VI sekolah
dasar.
Apa yang ia katakan sudah
saya sarikan kalimatnya. Saya tak kaget. Dia generasi milenial yang akrab
dengan media sosial dan sering dimarahi ibunya karena tak bisa lepas dari
handphone. Tapi pemahamannya tentu tetap sebatas anak-anak. Maka, jawaban
saya adalah, "Kamu jangan berpikir yang berat, kamu tak akan kuat. Kakek
saja yang mikir."
Sulit menjelaskan kepada
bocah itu Indonesia bubar dari sepotong pidato Ketua Umum Gerindra Prabowo,
yang hanya berdurasi satu menit 19 detik. Prabowo, yang konon anti-asing itu,
justru menyebut Indonesia bubar dari kajian orang asing. Dan, astaga, kajian
yang dimaksudkan ternyata dari sebuah novel.
Cucu saya pasti tidak
paham bahwa kita sebagai manusia tak bisa sungguh-sungguh tahu apa yang
terjadi pada waktu yang akan datang. Itu rahasia Tuhan. Apalagi tahun 2030,
yang akan terjadi pada Juni nanti pun belum bisa kita ketahui. Siapa yang
akan menang dalam pilkada Jawa Barat atau Jawa Timur, kita tak tahu. Tapi
orang bisa memprediksi dari gejala yang muncul. Dan prediksi itu sesungguhnya
masih dalam wilayah apa yang disebut ramalan.
Adapun ramalan tak bisa
dipastikan kebenarannya. Tapi ramalan sering kali dijadikan bahan untuk
introspeksi atau berjaga-jaga. Besok diramalkan akan hujan, maka kita siapkan
payung kalau bepergian. Ternyata tidak hujan, ya, payungnya disimpan.
Seminggu ke depan diramalkan gunung akan erupsi lebih hebat, maka kita
siapkan perlindungan. Bahwa gunung itu tidak jadi erupsi, justru itu yang
kita harapkan, termasuk permohonan dalam setiap doa. Jadi, ramalan yang
berkonotasi buruk memberi kesempatan kepada kita untuk berjaga-jaga.
Sedangkan ramalan yang konotasinya baik tidak membuat kita takabur. Dengan
kata lain, prediksi atau ramalan tak boleh membuat kita jadi takut. Jika
ketakutan yang muncul, kita telah kalah sebagai manusia.
Yang lebih rumit adalah
jika ramalan dikaitkan dengan keyakinan. Atau, dengan bahasa sederhana, ada
keyakinan yang sumbernya dalam kitab rujukan agama bahwa suatu masa, kelak,
akan terjadi sesuatu--misalnya peristiwa buruk. Cobalah lacak YouTube, begitu
maraknya ada pertanda akan datangnya hari kiamat. Tanda-tanda akhir zaman itu
diucapkan para ustad dengan merujuk ke kitab suci Al-Quran dan
dipatut-patutkan dengan situasi di Arab atau belahan dunia lainnya yang
mayoritas Islam. Apakah orang menyikapinya dengan ketakutan kalau kiamat itu
sudah muncul pertandanya? Seharusnya tidak. Justru orang berlomba berbuat
yang terbaik, siapa tahu hari akhir itu memang benar-benar terjadi secara tak
terduga.
Namun, bagaimana kalau ada
yang tidak yakin? Kalau kiamat pertandanya sudah ada menurut keyakinan umat
Islam-barangkali tidak mewakili seluruh umat-bagaimana dengan umat non-Islam?
Hindu mengenal kiamat itu sebagai mahapralaya, dan belum ada tanda-tanda akan
datang sesuai dengan keyakinan Hindu. Kalau begitu, bumi yang cuma satu ini
mengikuti kiamat yang mana? Kan tak mungkin sebagian kiamat dan sebagian
tidak.
Begitu pulalah kalau
disebutkan Indonesia akan bubar pada 2030. Indonesia-nya siapa yang Anda
yakini? Indonesia-nya Prabowo atau Jokowi? Keduanya punya "ramalan"
yang berbeda. Karena ternyata Indonesia cuma satu, mari ikuti Jokowi yang
optimistis dan juga ikuti Prabowo untuk berjaga-jaga, agar negeri yang indah
ini tidak sampai bubar. ●
|
Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong Sgp
BalasHapus