Paralegal
dan Advokasi Anggaran Desa
Trisno Yulianto ; Koordinator Forum Kajian dan Transparansi Anggaran
(Forkata) Magetan
|
KOMPAS,
24 Maret
2018
Tingkat korupsi anggaran
desa semakin memprihatinkan. Korupsi rata-rata dilakukan oleh aparatur
pemerintah desa. Modus korupsi dari penggelembungan perencanaan anggaran dan
biaya kegiatan pemerintahan desa, penyunatan alokasi anggaran, pungutan liar
dalam implementasi proyek desa, hingga penyimpangan sistematis dalam tata
kelola anggaran desa.
Salah satu pos pendapatan
anggaran desa yang menjadi obyek korupsi adalah dana desa. Sepanjang kurun
waktu 2015-2017, dari pelaksanaan program dana desa di 74.279 desa, tercatat
sudah 900 kepala desa ditangkap dan diajukan ke pengadilan atas kasus
korupsi.
Presiden Joko Widodo
akhirnya memutuskan menunda kenaikan volume dana desa tahun 2018 yang
direncanakan Rp 120 triliun karena melihat banyaknya penyelewengan anggaran.
Banyak
kasus
Data ICW akhir 2017
menyebutkan, selama 2016-2017 terdapat 110 kasus korupsi anggaran desa yang
telah diproses penegak hukum. Pelaku korupsi 139 orang dengan kerugian negara
mencapai Rp 30 miliar. Yang memprihatinkan, korupsi didominasi kepala desa
(107 pelaku). Kepala desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa
(PKPKD).
Korupsi anggaran desa
berdampak sosiologis dan psikologis dalam pelaksanaan program pemberdayaan
masyarakat serta dalam kerangka kegiatan layanan sosial dasar masyarakat.
Korupsi anggaran desa
merugikan kepentingan masyarakat desa yang seharusnya mendapatkan manfaat
langsung dari implementasi program-program pro-rakyat yang tertuang dalam
RPJMDes, RKPDes. Korupsi anggaran desa juga mengurangi standar kualitas
proyek pembangunan infrastruktur perdesaan. Menyuburkan budaya rente anggaran
di kalangan birokrasi pemerintahan desa.
Sayangnya, upaya
pencegahan korupsi anggaran desa dan penindakan kasus korupsi anggaran desa
(khususnya dana desa) masih bergantung pada peran aparatus penegak hukum,
seperti kejaksaan dan kepolisian. Dari kasus korupsi anggaran desa yang
terungkap, 89 persen adalah dari hasil aduan masyarakat.
Pencegahan korupsi
seharusnya dilakukan organisasi pemerintah daerah (OPD) yang menjadi leading
sector dalam pembinaan tata kelola anggaran desa semacam dinas pemberdayaan
masyarakat desa (PMD). Kenyataannya, OPD masih minimalis. Dinas PMD di
tingkat kabupaten masih terkonsentrasi pada penguatan kapasitas aparatur
pemerintah desa dalam hal pembinaan administrasi keuangan desa. Lebih jauh,
dinas PMD cenderung sekadar jadi fasilitator penyaluran dana desa dari
rekening kas umum daerah ke rekening kas desa.
Peran inspektorat daerah
dalam mencegah dan mengawal proses penggunaan anggaran desa tidak optimal
karena keterbatasan sumber daya manusia dan terbebani pekerjaan rutin
pengawasan keuangan daerah.
Idealnya, pengawasan dan
pencegahan praktik korupsi anggaran desa ada di tangan masyarakat desa, dalam
hal ini organisasi masyarakat sipil desa. Organisasi masyarakat sipil di desa
seharusnya memiliki idealisme dan kekuatan untuk mengawasi, mengontrol, dan
mencegah praktik korupsi anggaran desa (the community based monitoring).
Advokasi anggaran desa
yang bertujuan menyelamatkan anggaran desa dari praktik penyimpangan tata
kelola dan korupsi harus dijalankan oleh organisasi masyarakat sipil desa.
Advokasi anggaran desa bertujuan mendorong akuntabilitas dan profesionalitas
dalam pengelolaan anggaran desa sesuai kebutuhan masyarakat, yang
terakomodasi dalam desain perencanaan desa.
Advokasi anggaran desa
lebih jauh memiliki misi untuk menjadikan anggaran desa sebagai peranti
mewujudkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat desa. Di sisi lain, hal
ini mendorong anggaran desa menjadi sarana pemenuhan kebutuhan sosial dasar
masyarakat desa.
Pro-rakyat
Dalam paradigma anggaran
yang progresif, anggaran desa harus dikembangkan menjadi anggaran yang
pro-rakyat. APBDes harus dipergunakan seoptimal mungkin untuk menopang
program pemberdayaan masyarakat, fasilitasi layanan sosial dasar, serta
pembangunan desa yang memihak kepentingan rakyat kecil: petani, pedagang
pasar, nelayan.
Elemen penting yang
dibutuhkan dalam advokasi anggaran desa adalah komunitas paralegal. Paralegal
saat ini memiliki ruang untuk bekerja dalam pendampingan program pemberdayaan
masyarakat. Salah satu kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah advokasi
anggaran agar peruntukan-pengelolaannya sesuai kepentingan masyarakat,
termasuk dalam pengelolaan anggaran desa yang berelasi dengan kepentingan
masyarakat desa.
Komunitas paralegal aktif
dalam pendampingan hukum dari jalur ligitasi dan non-ligitasi terhadap kasus
korupsi anggaran desa. Paralegal berpihak pada kepentingan masyarakat desa
terhadap APBDes. Paralegal aktif dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat yang
di dalamnya terdapat aktivitas advokasi anggaran. Paralegal adalah profesional yang memberikan bantuan
hukum kepada masyarakat dan mendampingi masyarakat dalam kasus hukum, baik
melalui jalur ligitasi maupun non-ligitasi.
Dasar legitimasi peran
paralegal dalam program pemberdayaan masyarakat adalah Peraturan Menteri
Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 1 Tahun 2018 Pasal 13 Huruf g: ”Pemberian
bantuan hukum secara non-ligitasi oleh paralegal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 dilaksanakan melalui kegiatan Pemberdayaan Masyarakat”.
Pemberdayaan masyarakat
oleh paralegal terkait anggaran desa bisa diwujudkan dalam kegiatan pelatihan
melek anggaran desa bagi kelompok penekan (the pressure group). Dengan
demikian, masyarakat desa paham aturan hukum anggaran desa.
Selanjutnya, masyarakat
desa bisa memahami konstruksi hukum dan per-UU-an tentang anggaran desa
sehingga mampu berperan aktif dalam pengawasan tata kelola anggaran desa.
Paralegal di desa juga
bisa difungsikan mendampingi masyarakat dalam tindakan hukum terkait kasus
penyelewengan (korupsi) anggaran desa. Paralegal mendampingi elemen
masyarakat desa yang melaporkan korupsi anggaran desa melalui jalur ligitasi
dan non-ligitasi.
Paralegal berperan sebagai ”advokat” bagi masyarakat
desa yang dirugikan hak-haknya terkait pengelolaan anggaran desa. Perlu
dipahami bahwa masyarakat desa memiliki hak lebih atas anggaran desa yang
diwujudkan melalui program kegiatan pemberdayaan masyarakat, layanan program
sosial dasar, dan pelayanan administrasi publik.
Kerja sama paralegal
dengan organisasi masyarakat sipil di desa dalam pencegahan, pengawalan, dan
pengawasan anggaran desa sangat dibutuhkan untuk mengeliminasi kasus-kasus
korupsi anggaran desa. Paralegal bisa bekerja aktif dalam program edukasi
anggaran bagi masyarakat dan mendukung langkah tindakan hukum atas praktik
korupsi anggaran desa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar