Sabtu, 20 Juni 2015

Menguji Kedewasaan Media

Menguji Kedewasaan Media

Ali Kusno  ;  Inisiator Astrofotografi Indonesia;
Penulis buku “Mengintip Bulan Sabit sebelum Magrib“
JAWA POS, 18 Juni 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

’’Saya bersedia mengganti seluruh pengeluaran sponsorship maupun CSR untuk pengadaan mobil listrik kalau memang proyek tersebut tidak diperbolehkan menggunakan dana sponsorship atau CSR. Saya merasa sedih karena mantan anak buah saya di Kementerian BUMN dijadikan tersangka karena mengoordinasikan CSR/ sponsorship untuk pembuatan mobil listrik.’’ (Dahlan Iskan)

Marah, sedih, bercampur jengkel. Mungkin itulah gambaran perasaan Dahlan Iskan dalam penggalan catatan ’’Mobil Listrik’’ di gardudahlan.com.
Dahlan pada 5 Juni 2015 ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Sebuah berita besar. ’’Dahlan Iskan Tersangka’’ menjadi headline media massa nasional. Sebuah antiklimaks citra Dahlan selama menjabat Dirut PLN hingga menteri BUMN. Selama ini, masyarakat mengenal sosok Dahlan Iskan yang sederhana, bersih, dan merakyat.

Sebagai rakyat biasa yang sebatas kenal dari catatan-catatan beliau, mereka tentu kaget. Penetapan tersangka tersebut juga menimbulkan kekhawatiran bahwa Dahlan bakal menggunakan halaman-halaman Jawa Pos Group sebagai corong sekaligus tameng.

Kekhawatiran itu langsung dijawab dalam catatan Soal Corong. Dahlan memastikan tidak menggunakan Jawa Pos Group sebagai media dalam menghadapi perkara yang membelitnya. Dahlan lebih memilih gardudahlan.com sebagai media klarifikasi kepada masyarakat.

Penulis tidak ingin masuk pada karut-marut perkara hukum tersebut. Tidak kalah menarik dari perkara hukum, pilihan Dahlan agar Jawa Pos Group tidak cawe-cawe.

Media dan Kekuasaan

Fakta media massa sebagai salah satu sarana yang banyak digunakan untuk mengakses informasi tidak terbantahkan. Media massa berpotensi memproduksi, menyebarluaskan, dan menentukan makna sebuah peristiwa. Sebuah peristiwa dapat dimaknai positif maupun negatif dengan giringan media massa.

Kelebihan media massa tersebut memang rentan disalahgunakan. Media massa dapat dimanfaatkan sebagai sarana memengaruhi masyarakat. Media massa dapat dimanfaatkan untuk membentuk opini masyarakat. Bila media massa dalam cengkeraman penguasa, fungsi kontrol pun hilang.

Menurut Joanna Thornborrow (Thomas, 2006), salah satu aspek penting dari potensi kekuasaan media, jika dilihat dari sudut pandang linguistik, adalah cara media memberitakan orang atau kejadian. Bentuk linguistik tentu bisa memengaruhi nuansa dan makna yang ditimbulkan.

Dua artikel dari media yang berbeda cenderung menggunakan bentuk linguistik yang juga berbeda. Meski kejadian atau permasalahan sama. Meski sumber beritanya sama. Bila bentuk linguistik berbeda, penafsiran pun bisa berbeda.
Dahlan sebenarnya memungkinkan mengarahkan Jawa Pos Group membentuk opini masyarakat bahwa ’’Dahlan Iskan tidak bersalah’’. Sangat memungkinkan bagi Dahlan Iskan untuk memberikan klarifikasi versinya.

Jawa Pos Group layaknya ’’anak-anak’’ Dahlan. Kalaupun tidak ada perintah, Jawa Pos Group bisa berlaku mikul duwur mendem jero. Menyampaikan kebaikan Dahlan dan memendam kekurangannya.

Rupanya, Dahlan tidak ingin hal itu terjadi. Dahlan tidak ingin menjerumuskan Jawa Pos Group. ’’Biarlah (Jawa Pos Group) menjadi corong bagi siapa saja.’’ Bisa jadi, Dahlan belajar dari dunia pertelevisian kita. Sudah rahasia umum. Beberapa stasiun televisi berafiliasi dengan partai politik. Suguhan tontonannya pun ikut dipolitisasi.

Wacana ’’Gardu’’ Akal Sehat

Catatan tidak bisa lepas dari sosok Dahlan Iskan. Baik saat menjabat CEO Jawa Pos, Dirut PLN, menteri BUMN, maupun waktu ’’menuntut ilmu di AS’’. Kini Dahlan memiliki kesibukan tambahan. Jabatan ’’tersangka’’ memaksa beliau membuat catatan Gardu Akal Sehat Dahlan Iskan.

Menurut penulis, catatan dalam gardudahlan.com efektif memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang duduk perkara yang membelit Dahlan. Meski penjelasan Dahlan sangat singkat. Meski penjelasan Dahlan sepotong-sepotong. Beliau membutuhkan waktu untuk memutar ulang cuplikan episode yang sudah lama tayang.

Masyarakat yang setia membaca setiap catatan Dahlan tentu lebih mudah memahami. Mereka lebih ’’nyambung’’. Kebijakan maupun terobosan Dahlan selama menjabat Dirut PLN maupun menteri BUMN terekam dalam bundle catatan. Kecuali riak-riak tersembunyi yang Dahlan tidak berkenan menuliskannya.

Kita mengenal Dahlan Iskan sebagai mantan wartawan yang lihai merangkai catatan. Bahasanya enak dan mengalir. Bahasanya mudah dipahami pembaca. Semoga beliau juga lihai membuat catatan hukum. Pembelaan atas jeratan hukum yang membelitnya.

Dahlan adalah orang yang bersih. Aroma citra itu keluar dari keringat kerja kerasnya. Kini episode hidup Dahlan lebih menantang. Ceritanya penuh kejutan. Semoga Dahlan mampu menjaga citra yang kita kenal selama ini.

Dahlan ’’bapak’’ yang baik. Beliau tidak ingin menjerumuskan ’’anak-anaknya’’ ke jurang kesesatan. Biarlah Jawa Pos Group menjadi milik masyarakat. Semoga ketajaman pena Jawa Pos Group tetap terjaga.
Kita lihat saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar