Menguji Kedewasaan Media
Ali Kusno ; Inisiator
Astrofotografi Indonesia;
Penulis
buku “Mengintip Bulan Sabit sebelum Magrib“
|
JAWA POS, 18 Juni 2015
’’Saya bersedia
mengganti seluruh pengeluaran sponsorship maupun CSR untuk pengadaan mobil listrik
kalau memang proyek tersebut tidak diperbolehkan menggunakan dana sponsorship
atau CSR. Saya merasa sedih karena mantan anak buah saya di Kementerian BUMN
dijadikan tersangka karena mengoordinasikan CSR/ sponsorship untuk pembuatan
mobil listrik.’’ (Dahlan Iskan)
Marah, sedih, bercampur jengkel. Mungkin
itulah gambaran perasaan Dahlan Iskan dalam penggalan catatan ’’Mobil
Listrik’’ di gardudahlan.com.
Dahlan pada 5 Juni 2015 ditetapkan sebagai
tersangka oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Sebuah berita besar. ’’Dahlan
Iskan Tersangka’’ menjadi headline
media massa nasional. Sebuah antiklimaks citra Dahlan selama menjabat Dirut
PLN hingga menteri BUMN. Selama ini, masyarakat mengenal sosok Dahlan Iskan
yang sederhana, bersih, dan merakyat.
Sebagai rakyat biasa yang sebatas kenal dari
catatan-catatan beliau, mereka tentu kaget. Penetapan tersangka tersebut juga
menimbulkan kekhawatiran bahwa Dahlan bakal menggunakan halaman-halaman Jawa
Pos Group sebagai corong sekaligus tameng.
Kekhawatiran itu langsung dijawab dalam
catatan Soal Corong. Dahlan memastikan tidak menggunakan Jawa Pos Group
sebagai media dalam menghadapi perkara yang membelitnya. Dahlan lebih memilih
gardudahlan.com sebagai media klarifikasi kepada masyarakat.
Penulis tidak ingin masuk pada karut-marut
perkara hukum tersebut. Tidak kalah menarik dari perkara hukum, pilihan
Dahlan agar Jawa Pos Group tidak cawe-cawe.
Media dan Kekuasaan
Fakta media massa sebagai salah satu sarana
yang banyak digunakan untuk mengakses informasi tidak terbantahkan. Media
massa berpotensi memproduksi, menyebarluaskan, dan menentukan makna sebuah
peristiwa. Sebuah peristiwa dapat dimaknai positif maupun negatif dengan
giringan media massa.
Kelebihan media massa tersebut memang rentan
disalahgunakan. Media massa dapat dimanfaatkan sebagai sarana memengaruhi
masyarakat. Media massa dapat dimanfaatkan untuk membentuk opini masyarakat.
Bila media massa dalam cengkeraman penguasa, fungsi kontrol pun hilang.
Menurut Joanna Thornborrow (Thomas, 2006),
salah satu aspek penting dari potensi kekuasaan media, jika dilihat dari
sudut pandang linguistik, adalah cara media memberitakan orang atau kejadian.
Bentuk linguistik tentu bisa memengaruhi nuansa dan makna yang ditimbulkan.
Dua artikel dari media yang berbeda cenderung
menggunakan bentuk linguistik yang juga berbeda. Meski kejadian atau
permasalahan sama. Meski sumber beritanya sama. Bila bentuk linguistik
berbeda, penafsiran pun bisa berbeda.
Dahlan sebenarnya memungkinkan mengarahkan
Jawa Pos Group membentuk opini masyarakat bahwa ’’Dahlan Iskan tidak
bersalah’’. Sangat memungkinkan bagi Dahlan Iskan untuk memberikan
klarifikasi versinya.
Jawa Pos Group layaknya ’’anak-anak’’ Dahlan.
Kalaupun tidak ada perintah, Jawa Pos Group bisa berlaku mikul duwur mendem jero. Menyampaikan kebaikan Dahlan dan
memendam kekurangannya.
Rupanya, Dahlan tidak ingin hal itu terjadi.
Dahlan tidak ingin menjerumuskan Jawa Pos Group. ’’Biarlah (Jawa Pos Group)
menjadi corong bagi siapa saja.’’ Bisa jadi, Dahlan belajar dari dunia pertelevisian
kita. Sudah rahasia umum. Beberapa stasiun televisi berafiliasi dengan partai
politik. Suguhan tontonannya pun ikut dipolitisasi.
Wacana ’’Gardu’’ Akal
Sehat
Catatan tidak bisa lepas dari sosok Dahlan
Iskan. Baik saat menjabat CEO Jawa Pos, Dirut PLN, menteri BUMN, maupun waktu
’’menuntut ilmu di AS’’. Kini Dahlan memiliki kesibukan tambahan. Jabatan
’’tersangka’’ memaksa beliau membuat catatan Gardu Akal Sehat Dahlan Iskan.
Menurut penulis, catatan dalam gardudahlan.com
efektif memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang duduk perkara yang
membelit Dahlan. Meski penjelasan Dahlan sangat singkat. Meski penjelasan
Dahlan sepotong-sepotong. Beliau membutuhkan waktu untuk memutar ulang
cuplikan episode yang sudah lama tayang.
Masyarakat yang setia membaca setiap catatan
Dahlan tentu lebih mudah memahami. Mereka lebih ’’nyambung’’. Kebijakan
maupun terobosan Dahlan selama menjabat Dirut PLN maupun menteri BUMN terekam
dalam bundle catatan. Kecuali riak-riak tersembunyi yang Dahlan tidak
berkenan menuliskannya.
Kita mengenal Dahlan Iskan sebagai mantan
wartawan yang lihai merangkai catatan. Bahasanya enak dan mengalir. Bahasanya
mudah dipahami pembaca. Semoga beliau juga lihai membuat catatan hukum.
Pembelaan atas jeratan hukum yang membelitnya.
Dahlan adalah orang yang bersih. Aroma citra
itu keluar dari keringat kerja kerasnya. Kini episode hidup Dahlan lebih
menantang. Ceritanya penuh kejutan. Semoga Dahlan mampu menjaga citra yang
kita kenal selama ini.
Dahlan ’’bapak’’ yang baik. Beliau tidak ingin
menjerumuskan ’’anak-anaknya’’ ke jurang kesesatan. Biarlah Jawa Pos Group
menjadi milik masyarakat. Semoga ketajaman pena Jawa Pos Group tetap terjaga.
Kita lihat saja. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar