Persyaratan bagi Dinamika Ekonomi Kreatif
Budi Rajab ; Pengajar Jurusan Antropologi, FISIP Unpad
|
KOMPAS, 29 Juni 2015
Sejak dua dasawarsa
lalu mulai banyak disebut-sebut tentang keberadaan dan dinamika ekonomi
kreatif di kota-kota di Indonesia, seperti Bandung, Yogyakarta, dan Denpasar,
yang juga telah tumbuh tiga dasawarsa lalu di beberapa kota besar di Asia
Timur, Eropa Barat, dan Amerika Serikat.
Ekonomi kreatif adalah
kegiatan ekonomi yang berkembang di masyarakat perkotaan yang plural,
berbasis pada gagasan, serta ilmu pengetahuan dan teknologi informasi baru
yang dituangkan dalam produk- produk yang baru juga, berupa barang-barang (goods) serta metode kerja (services), yang diintegrasikan pada
ekonomi pasar.
Produk-produk ekonomi
kreatif cukup beragam. Pertama, heritage, seperti ekspresi budaya
tradisional, yang meliputi kerajinan-kerajinan artistik, festival dan
perayaan-perayaan, serta situs-situs budaya yang menyangkut situs-situs
arkeologis, museum, perpustakaan, dan pameran-pameran.
Kedua, karya-karya
seni, aksesori, ornamen, seperti seni visual, yang menyangkut lukisan,
patung, ukiran, fotografi, barang- barang antik; seni pertunjukan, menyangkut
pertunjukan musik, teater, tarian,opera,dan sirkus.
Ketiga, media, seperti
penerbitan dan percetakan, audiovisual, yang menyangkut film, televisi, dan
radio.
Keempat, kreasi
fungsional, seperti desain interior, grafis, perhiasan, mainan; dan jasa
kreatif yang menyangkut arsitektural, periklanan, turisme, kuliner, serta
penelitian dan pengembangan kreatif.
Produk kreatif selalu
bersumber kepada kebudayaan masyarakat. Di dalamnya mengandung
komponen-komponen berbagai kultural masyarakat yang dicampuradukkan dan
kemudian dipembarui. Karena itu, produk- produk ekonomi kreatif disebut juga cultural products (produk-produk
budaya) yang bercorak hibrid dan akulturatif.
Keterkaitan produk
kreatif dengan aspek kultural terletak pada penonjolan tanda-tanda tertentu,
apakah pada desain, bentuk, rasa, selera, dan fungsinya yang menunjuk pada
era dan lokasi kultural yang sedang menjadi pusat perhatian publik.
Kebanyakan produk kreatif berhubungan dengan tanda-tanda kultural yang pada
waktu tertentu sedang menjadi fokus perhatian masyarakat perkotaan atas
selera, bentuk, dan fungsi barang-barang konsumsi.
Bila fokus masyarakat
berubah, produk ekonomi kreatif akan ikut berubah. Sebaliknya, kreativitas
juga bisa mengubah fokus perhatian masyarakat. Di sinilah pegiat ekonomi
kreatif dituntut oleh perubahan pusat perhatian masyarakat untuk terus
menuangkan gagasan-gagasan baru ke dalam produk-produk kultural yang juga
baru.
Contoh: Bandung
Secara regional, Jawa
Barat, khususnya Kota Bandung, merupakan kota yang dianggap ekonomi
kreatifnya tengah berkembang. Untuk tahun 2012 kontribusinya pada produk
domestik regional bruto (PDRB) hampir 8 persen atau sekitar Rp 21 triliun dan
telah menyerap tenaga kerja sekitar 2,75 persen dari jumlah total tenaga
kerja. Kontribusi terbesar diberikan bidang desain, fashion, kerajinan,
kuliner, turisme. Penyumbang terbesar pada PDRB Jawa Barat itu adalah Kota
Bandung, melebihi setengahnya.
Lewat kontribusi atas
PDRB itulah mengapa Kota Bandung dikategorikan sebagai "kota
kreatif". Sebutan kota kreatif ini memang sedikit banyak memiliki kaitan
dengan prasyarat bagi keberadaan ekonomi kreatif tersebut. Umpamanya, Kota
Bandung dirujuk sebagai kota yang berpenduduk plural yang kosmopolitan;
secara historis telah menghasilkan produk-produk seni dan budaya yang
bercorak hibrid dan akulturatif (campuran); lalu banyak perguruan tinggi yang
berpengaruh dan meluasnya penggunaan teknologi informasi dan gadget untuk
berkarya, berkomunikasi, atau sekadar untuk hiburan.
Dari hasil pengamatan
sementara, mereka yang terlibat dalam ekonomi kreatif di Kota Bandung
mencapai ratusan, kini mungkin ribuan orang; umumnya berusia relatif muda,
40-an tahun ke bawah; terdiri dari laki-laki dan perempuan, meski yang
dominan laki-laki. Tingkat pendidikan formal mereka tinggi, mengenyam
perguruan tinggi. Jaringan bisnis dan sosial-kultural mereka juga tidak
lokal, tetapi nasional dan bahkan ada yang global, yang luasnya jaringan itu
diperantarai teknologi informasi, yang memang merupakan salah satu atribut
yang melekat pada aktivitas orang-orang kreatif ini.
Akan tetapi, usaha
bisnis mereka umumnya dapat digolongkan secara konvensional ke dalam usaha
kecil dan menengah. Bentuk organisasinya lebih horizontal-egaliter serta
posisi dan peran pekerja dalam usaha fleksibel. Artinya, pembagian kerja
lebih menekankan kepada fungsi bukan posisi yang kaku, meski mereka memiliki
keahlian yang tinggi. Mereka mengoperasikan model usaha ekonomi pasca
fordisme (post-fordism), bercirikan
small batch customization (penyesuaian skala kecil), yakni dari
uniformitas dan standardisasi jadi produksi fleksibel dan variatif untuk
melayani pasar khusus.
Tentunya pemerintah
harus turun tangan untuk terus mendorong agar ekonomi kreatif di Kota Bandung
semakin dinamis dan menjadi tumpuan masyarakat dan pendapatan pemerintah
kota. Di antara syarat-syarat yang diperlukan yang mesti difasilitasi
pemerintah kota: infrastruktur jalan dan transportasi untuk kemudahan
mengakses produk ekonomi kreatif; penyediaan penggunaan teknologi informasi
yang makin meluas; tempat-tempat untuk berkarya dan pameran; dan pelatihan
mengenai kreativitas, produk-produk kreatif, dan manajemen usaha ekonomi.
Bila keperluan
prasarana dan sarana itu bisa disediakan dan diperbaiki, dan mungkin bisa
bekerja sama dengan pengusaha dan masyarakat sipil lain, orang- orang kreatif
di Kota Bandung akan bertambah dan menghasilkan produk-produk kultural
kreatif yang kian bervariasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar