Rabu, 10 Juni 2015

Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Transfer ke Daerah dan Dana Desa

       Joko Tri Haryanto   ;   Pegawai Kementerian Keuangan
KORAN JAKARTA, 08 Juni 2015


                                                                                                                                                           
                                                
Pembangunan daerah dan desa menjadi salah satu agenda utama pemerintahan dalam Nawa Cita ketiga. Bunyinya, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Ini selaras kebijakan pemerintah terkait hubungan pusat dan daerah. Sejak 1 Januari 2001 Indonesia mengimplementasikan otonomi daerah dari sisi kewenangan serta desentralisasi fiskal keuangan.

Kebijakan tersebut didasarkan pada Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 yang sudah direvisi menjadi UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Orde Lama juga sudah menjalankannya. Namun ada perbedaan pelaksanaan desentralisasi fiskal saat ini. Sebelum otda diletakkan di level provinsi, maka desentralisasi fiskal yang dijalankan saat ini justru menitikberatkan penyerahan kewenangan di level kabupaten/kota demi memperpendek rentang birokrasi.

Di sisi lain, desentralisasi fiskal untuk menciptakan kemandirian dalam memenuhi kesejahteraan masyarakat dan pelayanan umum. Seluruh fungsi kewenangan diserahkan ke daerah. Ada 5 kewenangan tetap di pusat: keuangan-moneter, pertahanan-keamanan, peradilan, keagamaan, dan politik luar negeri.

Konsekuensinya, pemerintah juga wajib mengalihkan sumber-sumber pembiayaan ke daerah dan keleluasaan menciptakan sumber-sumber penerimaan sendiri. Sayang, daerah sangat heterogen. Beberapa memiliki sumber daya alam (SDA) luar biasa. Lainnya bersumber pajak besar. Banyak juga daerah tidak punya SDA dan sumber pa- jak memadai. Maka, pusat tetap harus membantu lewat Transfer Daerah (TD).

Dalam APBN TD dari dana perimbangan (daper) dan dana otonomi khusus (otsus) dan penyesuaian. Daper terdiri dari dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK). DBH dan DAU dalam bentuk block grant, tanpa aturan penggunaannya.

Sementara DAK bersifat spesifik de- ngan aturan tegas dalam pemanfaatan. DAU dan DAK sebagai alat pemerataan antardaerah. Sementara DBH untuk pemerataan pusat dan daerah sekaligus koreksi atas eksploitasi SDA Orde Baru.

Sebagai sebuah mekanisme pengimbang, idealnya besaran TD berkurang karena makin daerah mandiri. Kondisi ini justru tidak terjadi. Secara umum, besa- ran TD justru terus meningkat setiap tahun. Tahun 2006, alokasi TD 226,4 triliun atau 33,7% total belanja negara. APBN-P 2014 menetapkan besaran TD 596,5 triliun dengan alokasi dana desa (DD).

Bersama alokasi belanja subsidi, anggaran TD membebani APBN. Ketika pemerintah berhasil mereformasi subsidi BBM, beban TD masih ada. TD juga menimbulkan pola ketergantungan baru daerah pada pemerintah. Sebelumnya subsidi BBM dianggap sebagai salah satu pemicu kemacetan di beberapa kota besar, TD khususnya DAU, justru habis hanya untuk belanja rutin pegawai. Hampir semua daerah, persentase belanja rutin pegawai di atas 50%.

Tujuan penciptaan kemandirian daerah semakin jauh. Ruang fiskal APBD yang sedianya untuk belanja pembangunan dan infastruktur, semakin tidak signifikan dalam mengentaskan permasalahan pembangunan serta kemiskinan. Sebetulnya daerah masih memiliki sumber pendanaan asli daerah (PAD) yang berasal dari pajak,retribusi, BUMD, dan berbagai PAD lainnya. Namun dengan rata-rata kemampuan PAD seluruh daerah hanya 15%-20% dari total kebutuhan, tentu tidak memadai. Jadi, tidak ada kemandirian daerah dalam pembiayaan.

Dibatasi

Beban belanja pegawai membuat daerah tidak mampu membangun. Evaluasi desentralisasi fiskal harus dievaluasi. Jangan sampai gagal. Signal positif muncul dalam draft revisi UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Pemerintah akan membatasi porsi belanja pegawai maksimal 50% agar belanja pembangunan dan infrastruktur pelayanan umum meningkat. Apalagi sebentar lagi ada pilkada serentak, belanja pegawai harus dikurangi.

Menteri Keuangan Bambang juga menyebutkan pemerintah telah menyusun rencana kebijakan strategis TD dan DD tahun 2016 untuk menyambut arahan presiden terkait penyediaan block grant pembangunan infrastruktur 100 miliar per kabupaten/kota, melanjutkan affirmative policy terkait DAK untuk daerah-daerah tertinggal, terluar, dan terpencil.

Berikutnya pengalokasianDAU tetap untuk mengurangi ketimpangan fiskal antardaerah sehingga bobot terbesar wajib diberikan kepada daerah-daerah dengan kapasitas fiskal rendah. Terakhir, pemenuhan alokasi DD sebesar 10% dari dan di luar dana TD. Rencana tersebut diapresiasi. Meskipun dinilai normatif, rencana itu menawarkan konsep reformasi kebijakan anggaran daerah.

Rencana tersebut perlu disempurnakan dengan beberapa kebijakan mendasar lainnya. Reformasi formula penghitungan DAU, misalnya, menjadi catatan yang perlu diperhatikan khususnya dari aspek transparansi dan akuntabilitas. Alokasi dasar belanja pegawai daerah juga wajib dikeluarkan dalam formulasi penghitungan DAU. Jika tidak, selamanya beban belanja pegawai daerah selalu membebani APBN.

Sebagai mekanisme anggaran yang bersifat spesifik, DAK perlu diperluas komposisinya demi pertumbuhan dan pembangunan daerah. Besaran DAU justru perlu ditinjau kembali seiring pembatasan belanja pegawai.

Faktanya DAU hanya merepresentasikan belanja pegawai. Daerah yang berprestasi perlu diberi reward, sementara yang kinerjanya buruk perlu dihukum. Pemerintah juga perlu inovasi dan berpikir out of the box. Jangan setiap masalah daerah diatasi dengan tambahan anggaran. Perlu dipikirkan inovasi pengentasan kemiskinan dengan pemberdayaan melalui pengembangan parwisata atau berbagai kegiatan yang bersifat komunal. Jadi, kelak pusat tidak perlu campur tangan mengatasi kemiskinan, pengangguran, dan problem sosial lainnya.

1 komentar:

  1. Saya sangat bersyukur kepada Ibu Fraanca Smith karena telah memberi saya
    pinjaman sebesar Rp900.000.000,00 saya telah berhutang selama
    bertahun-tahun sehingga saya mencari pinjaman dengan sejarah kredit nol dan
    saya telah ke banyak rumah keuangan untuk meminta bantuan namun semua
    menolak saya karena rasio hutang saya yang tinggi dan sejarah kredit rendah
    yang saya cari di internet dan tidak pernah menyerah saya membaca dan
    belajar tentang Franca Smith di salah satu blog saya menghubungi franca
    smith konsultan kredit via email:(francasmithloancompany@gmail.com) dengan
    keyakinan bahwa pinjaman saya diberikan pada awal tahun ini tahun dan
    harapan datang lagi, kemudian saya menyadari bahwa tidak semua perusahaan
    pinjaman di blog benar-benar palsu karena semua hautang finansial saya
    telah diselesaikan, sekarang saya memiliki nilai yang sangat besar dan
    usaha bisnis yang patut ditiru, saya tidak dapat mempertahankan ini untuk
    diri saya jadi saya harus memulai dengan membagikan kesaksian perubahan
    hidup ini yang dapat Anda hubungi Ibu franca Smith via email:(
    francasmithloancompany@gmail.com)

    BalasHapus