Transfer
ke Daerah dan Dana Desa
Joko Tri Haryanto ; Pegawai
Kementerian Keuangan
|
KORAN JAKARTA, 08 Juni 2015
Pembangunan daerah dan
desa menjadi salah satu agenda utama pemerintahan dalam Nawa Cita ketiga.
Bunyinya, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah
dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Ini selaras kebijakan pemerintah
terkait hubungan pusat dan daerah. Sejak 1 Januari 2001 Indonesia
mengimplementasikan otonomi daerah dari sisi kewenangan serta desentralisasi
fiskal keuangan.
Kebijakan tersebut
didasarkan pada Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 yang sudah direvisi
menjadi UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Orde Lama juga sudah
menjalankannya. Namun ada perbedaan pelaksanaan desentralisasi fiskal saat
ini. Sebelum otda diletakkan di level provinsi, maka desentralisasi fiskal
yang dijalankan saat ini justru menitikberatkan penyerahan kewenangan di
level kabupaten/kota demi memperpendek rentang birokrasi.
Di sisi lain,
desentralisasi fiskal untuk menciptakan kemandirian dalam memenuhi
kesejahteraan masyarakat dan pelayanan umum. Seluruh fungsi kewenangan
diserahkan ke daerah. Ada 5 kewenangan tetap di pusat: keuangan-moneter,
pertahanan-keamanan, peradilan, keagamaan, dan politik luar negeri.
Konsekuensinya,
pemerintah juga wajib mengalihkan sumber-sumber pembiayaan ke daerah dan
keleluasaan menciptakan sumber-sumber penerimaan sendiri. Sayang, daerah
sangat heterogen. Beberapa memiliki sumber daya alam (SDA) luar biasa.
Lainnya bersumber pajak besar. Banyak juga daerah tidak punya SDA dan sumber
pa- jak memadai. Maka, pusat tetap harus membantu lewat Transfer Daerah (TD).
Dalam APBN TD dari
dana perimbangan (daper) dan dana otonomi khusus (otsus) dan penyesuaian.
Daper terdiri dari dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana
alokasi khusus (DAK). DBH dan DAU dalam bentuk block grant, tanpa aturan
penggunaannya.
Sementara DAK bersifat
spesifik de- ngan aturan tegas dalam pemanfaatan. DAU dan DAK sebagai alat
pemerataan antardaerah. Sementara DBH untuk pemerataan pusat dan daerah
sekaligus koreksi atas eksploitasi SDA Orde Baru.
Sebagai sebuah
mekanisme pengimbang, idealnya besaran TD berkurang karena makin daerah
mandiri. Kondisi ini justru tidak terjadi. Secara umum, besa- ran TD justru
terus meningkat setiap tahun. Tahun 2006, alokasi TD 226,4 triliun atau 33,7%
total belanja negara. APBN-P 2014 menetapkan besaran TD 596,5 triliun dengan
alokasi dana desa (DD).
Bersama alokasi
belanja subsidi, anggaran TD membebani APBN. Ketika pemerintah berhasil
mereformasi subsidi BBM, beban TD masih ada. TD juga menimbulkan pola
ketergantungan baru daerah pada pemerintah. Sebelumnya subsidi BBM dianggap
sebagai salah satu pemicu kemacetan di beberapa kota besar, TD khususnya DAU,
justru habis hanya untuk belanja rutin pegawai. Hampir semua daerah,
persentase belanja rutin pegawai di atas 50%.
Tujuan penciptaan
kemandirian daerah semakin jauh. Ruang fiskal APBD yang sedianya untuk
belanja pembangunan dan infastruktur, semakin tidak signifikan dalam
mengentaskan permasalahan pembangunan serta kemiskinan. Sebetulnya daerah
masih memiliki sumber pendanaan asli daerah (PAD) yang berasal dari
pajak,retribusi, BUMD, dan berbagai PAD lainnya. Namun dengan rata-rata
kemampuan PAD seluruh daerah hanya 15%-20% dari total kebutuhan, tentu tidak
memadai. Jadi, tidak ada kemandirian daerah dalam pembiayaan.
Dibatasi
Beban belanja pegawai
membuat daerah tidak mampu membangun. Evaluasi desentralisasi fiskal harus
dievaluasi. Jangan sampai gagal. Signal positif muncul dalam draft revisi UU
Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Pemerintah akan membatasi porsi belanja pegawai maksimal 50% agar belanja
pembangunan dan infrastruktur pelayanan umum meningkat. Apalagi sebentar lagi
ada pilkada serentak, belanja pegawai harus dikurangi.
Menteri Keuangan
Bambang juga menyebutkan pemerintah telah menyusun rencana kebijakan
strategis TD dan DD tahun 2016 untuk menyambut arahan presiden terkait
penyediaan block grant pembangunan
infrastruktur 100 miliar per kabupaten/kota, melanjutkan affirmative policy terkait DAK untuk daerah-daerah tertinggal,
terluar, dan terpencil.
Berikutnya
pengalokasianDAU tetap untuk mengurangi ketimpangan fiskal antardaerah
sehingga bobot terbesar wajib diberikan kepada daerah-daerah dengan kapasitas
fiskal rendah. Terakhir, pemenuhan alokasi DD sebesar 10% dari dan di luar
dana TD. Rencana tersebut diapresiasi. Meskipun dinilai normatif, rencana itu
menawarkan konsep reformasi kebijakan anggaran daerah.
Rencana tersebut perlu
disempurnakan dengan beberapa kebijakan mendasar lainnya. Reformasi formula
penghitungan DAU, misalnya, menjadi catatan yang perlu diperhatikan khususnya
dari aspek transparansi dan akuntabilitas. Alokasi dasar belanja pegawai
daerah juga wajib dikeluarkan dalam formulasi penghitungan DAU. Jika tidak,
selamanya beban belanja pegawai daerah selalu membebani APBN.
Sebagai mekanisme
anggaran yang bersifat spesifik, DAK perlu diperluas komposisinya demi
pertumbuhan dan pembangunan daerah. Besaran DAU justru perlu ditinjau kembali
seiring pembatasan belanja pegawai.
Faktanya DAU hanya
merepresentasikan belanja pegawai. Daerah yang berprestasi perlu diberi reward, sementara yang kinerjanya
buruk perlu dihukum. Pemerintah juga perlu inovasi dan berpikir out of the box. Jangan setiap masalah
daerah diatasi dengan tambahan anggaran. Perlu dipikirkan inovasi pengentasan
kemiskinan dengan pemberdayaan melalui pengembangan parwisata atau berbagai
kegiatan yang bersifat komunal. Jadi, kelak pusat tidak perlu campur tangan
mengatasi kemiskinan, pengangguran, dan problem sosial lainnya. ●
|
Saya sangat bersyukur kepada Ibu Fraanca Smith karena telah memberi saya
BalasHapuspinjaman sebesar Rp900.000.000,00 saya telah berhutang selama
bertahun-tahun sehingga saya mencari pinjaman dengan sejarah kredit nol dan
saya telah ke banyak rumah keuangan untuk meminta bantuan namun semua
menolak saya karena rasio hutang saya yang tinggi dan sejarah kredit rendah
yang saya cari di internet dan tidak pernah menyerah saya membaca dan
belajar tentang Franca Smith di salah satu blog saya menghubungi franca
smith konsultan kredit via email:(francasmithloancompany@gmail.com) dengan
keyakinan bahwa pinjaman saya diberikan pada awal tahun ini tahun dan
harapan datang lagi, kemudian saya menyadari bahwa tidak semua perusahaan
pinjaman di blog benar-benar palsu karena semua hautang finansial saya
telah diselesaikan, sekarang saya memiliki nilai yang sangat besar dan
usaha bisnis yang patut ditiru, saya tidak dapat mempertahankan ini untuk
diri saya jadi saya harus memulai dengan membagikan kesaksian perubahan
hidup ini yang dapat Anda hubungi Ibu franca Smith via email:(
francasmithloancompany@gmail.com)