Setahun
Dokumen Panama
Dedi Haryadi ; Deputi Sekjen Transparansi
Internasional Indonesia
|
KOMPAS, 04 April 2017
Persis pada 3 April, setahun sudah koran Jerman,
Suddeutsche Zeitung, International Consortium of Investigative Journalist,
dan 100 media mitranya yang lain memublikasikan Dokumen Panama (Panama
Papers).
Butuh waktu sekitar dua tahun bagi SZ dan ICIJ untuk
mempelajari, memverifikasi data dan sumber data, hingga penerbitan Dokumen
Panama. Nama Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Harry Azhar Azis dengan
perusahaannya, Sheng Yue International Limited, disebut dalam dokumen itu.
Memori kolektif masyarakat di seluruh dunia tentang ini
harus dirawat. Mengingat-ingat peristiwa itu penting untuk membangun
kesadaran dan tindakan kolektif supaya kawasan sekretif beserta industri dan
bisnis sekretifnya berakhir. Kalau kita bisa mengakhiri eksistensi kawasan
sekretif, besar kemungkinan kita bisa mengatasi problem korupsi lintas negara
dan praktik orang-orang kaya menyembunyikan kekayaan hasil korupsi dan
kejahatan finansial lainnya.
Dokumen Panama pada dasarnya mengungkapkan tiga hal itu:
eksistensi kawasan sekretif dengan layanan jasa industri keuangan dan
perbankan sekretif, akutnya korupsi lintas negara, dan praktik perilaku orang
kaya menyembunyikan kekayaan hasil kejahatan.
Panama adalah salah satu kawasan sekretif yang cukup
penting. Hasil survei Tax Justice Network pada 2015 menunjukkan kesekretifan
Panama yang menempati urutan ke-14 dari sekitar 90 kawasan sekretif di
seluruh dunia. Kawasan sekretif terkemuka yang lain adalah Swiss, Hongkong,
Amerika Serikat, Singapura, Cayman Island, Luksemburg, Lebanon, Jerman,
Bahrain, Uni Emirat Arab (Dubai), Makau, Jepang, Marshall Island, Inggris,
Guemsey, Jersey, Malaysia, Turki, dan China.
Panama sendiri sebagai negara dan juga sebagai kawasan
sekretif merupakan hasil "kerajinan tangan" Pemerintah AS dan JP
Morgan & Co. Jika Pemerintah AS yang saat itu (1901-1909) dipimpin
Theodore Roosevelt melakukan kerja-kerja politik memisahkan Panama dari Kolombia,
JP Morgan & Co mempersiapkan dan mengorkestrasi Panama sebagai kawasan
sekretif.
John Doe
Kita berutang budi kepada John Doe sebagai peniup peluit (whistle
blower) yang instrumental dalam membocorkan Dokumen Panama. Berbeda
dengan peniup peluit lainnya-seperti Julian Paul Assange (yang mendirikan dan
memimpin Wikileaks), Herve Daniel Marcel Falciani (yang membongkar skandal
Bank HSBC), dan Edward Snowden (yang membocorkan dokumen rahasia Badan
Keamanan Nasional Amerika Serikat), yang identitas pribadinya terpapar secara
terbuka-kita tidak tahu siapa sesungguhnya John Doe.
Ia memperkenalkan diri sebagai John Doe ketika pertama
kali menghubungi Bastian Obermayer (wartawan SZ). Ini momen perkenalan mereka
(2014) yang di kemudian hari melahirkan Dokumen Panama. "Hello. My
name is John Doe. Interested in data?" Dalam manifesto
bertajuk The Revolution will be Digitized, ia mengaku bukan dan
belum pernah bekerja untuk lembaga pemerintah dan intelijen.
Ia membobol data milik Mossack Fonseca-firma hukum di Panama
yang melayani jasa kerahasiaan keuangan korporasi dan pribadi-karena prihatin
atas meningkatnya kesenjangan pendapatan dan korupsi lintas batas. "I
want to make these crimes public". Dengan tindakannya itu ia ingin
membantu penyelidik mengungkap kejahatan finansial lintas batas. Klaim John
Doe tentang meningkatnya ketidakadilan global dan korupsi lintas batas
mengandung kebenaran.
Data menunjukkan selama kurun 2004-2013 dana dan/atau
modal ilegal (illicit financial flow/IFF) yang umumnya mengalir
dari negara-negara berkembang ke negara-negara maju meningkat tiga kali lipat
dari 465,3 miliar dollar AS menjadi 1.100 miliar dollar AS. Angka ini 1,3
kali lebih besar daripada nilai investasi langsung (FDI) yang mengalir ke
negara berkembang sebesar 858 miliar dollar AS, atau 11,1 kali nilai bantuan
pembangunan negara maju ke negara berkembang (ODA) 99 miliar dollar AS.
Sekitar 80 persen dari 1.100 miliar dollar AS itu di
antaranya karena praktik misvoicing perdagangan, yaitu
rekayasa teknik pelaporan keuangan atau transaksi keuangan/perdagangan yang
membuat ia lolos dari kewajiban bayar cukai, pajak pertambahan nilai, dan
pajak penghasilan (orang atau badan). Indonesia ada di urutan ketujuh dengan
kumulasi IFF selama 2004-2013 sebesar 180 miliar dollar AS, atau rata-rata
14,6 miliar dollar AS per tahun. Untuk 2013 saja IFF dari negara kita
mencapai 18,07 miliar dollar AS.
Beredarnya Dokumen Panama telah menimbulkan impak yang
serius, luas, dan dalam bagi pasar modal, industri keuangan dan perbankan,
kegiatan audit dan lembaga audit, individu, dan juga gerakan anti-korupsi.
Berbagai perusahaan yang namanya terkait langsung atau tidak langsung dengan
dokumen itu jelas mengalami krisis reputasi dan integritas. Munculnya dokumen
ini telah menggerakkan berbagai pemerintah di seluruh dunia untuk melakukan
audit dan investigasi menyeluruh terhadap korporasi (perusahaan, yayasan,
lembaga, dana perwalian) dan pribadi yang disebut langsung atau tak langsung
dalam dokumen.
Di Indonesia kepercayaan publik pada integritas Ketua BPK
memudar. Ini pukulan kedua pada integritas dan independensi BPK yang
sebelumnya melakukan kesalahan elementer dalam mengaudit Rumah Sakit Sumber
Waras yang berujung pada perselisihan terbuka dengan Basuki Tjahaja Purnama,
Gubernur DKI Jakarta. Secara personal, Perdana Menteri Eslandia Sigmundur
David Gunnlaugsson terpaksa mundur dari jabatan karena namanya disebut dalam
dokumen itu.
Mengaksentuasi gerakan
anti-korupsi
Terbitnya dokumen itu juga telah mengaksentuasi,
mengakselerasi, dan mengagregasi gerakan anti-korupsi yang selama ini memang
sudah menjadi agenda bersama berbagai organisasi anti-korupsi, baik
internasional maupun lokal. Setidaknnya ada empat agenda pemberantasan
korupsi yang derajat kepentingan dan kemendesakannya meninggi setelah
terbitnya Dokumen Panama. Keempat agenda itu implementasi pertukaran
informasi (keuangan dan pajak) secara otomatis antara berbagai yurisdiksi,
keterbukaan prinsip beneficial ownership entitas korporasi,
yayasan atau dana perwalian (trustee), penyusunan dan publikasi
laporan keuangan korporasi dari negara ke negara, serta memperkuat kerja sama
implementasi UU anti-pencucian uang.
Pemerintah kita saat ini tidak hanya sudah mengagendakan,
tetapi juga sudah menggarap keempat agenda secara serius. Misalnya, pemerintah
kini sedang mempersiapkan segala sesuatunya terkait implementasi pertukaran
informasi secara otomatis. Kita sudah berkomitmen untuk menerapkannya pada
2018, sementara negara/yurisdiksi lain sudah berjanji akan menerapkannya pada
tahun ini juga.
Kalau diimplementasikan dengan baik, keempat resep itu
sekurang-kurangnya akan mengurangi prevalensi korupsi lintas batas dan
praktik menyembunyikan atau merahasiakan kekayaan hasil kejahatan. Lebih jauh
resep ini berpotensi melumpuhkan dan mengakhiri eksistensi kawasan, industri,
dan bisnis keuangan sekretif. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar