Selamat
Berjuang Menaklukkan Kekuasaan
J Kristiadi ; Peneliti Senior CSIS
|
KOMPAS, 25 April 2017
Kalah dan
menang dalam kompetisi politik adalah lumrah. Maka kemenangan Anies
Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta bukan peristiwa luar biasa. Respons
pasangan Badja (Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat) juga
datar-datar saja, tidak menunjukkan sesal dan kesal. Mungkin dalam hati
paling dalam, Badja sudah menyiapkan diri menerima kekalahan karena panggung
politik DKI Jakarta selama berbulan-bulan bias oleh gelar politik hiperbolik
pasca-kebenaran (post-truth politics), yang mengakibatkan opini publik lebih
didominasi oleh emosi, sentimen personal dan primordial daripada fakta dan
akal sehat.
Oleh karena
itu, meskipun berbagai survei menunjukkan secara konsisten tingkat kepuasan
masyarakat terhadap prestasi kerja nyata Badja sekitar 70 persen, preferensi
terhadap pasangan tersebut sulit mencapai 50 persen. Keikhlasan juga
ditunjukkan pasangan Badja yang tidak hanya menyampaikan ucapan selamat,
bahkan memberikan kesempatan gubernur terpilih seawal mungkin memahami
pengelolaan kekuasaan pemerintahan DKI.
Salah satu
pelajaran yang dapat dipetik dari prestasi kerja petahana adalah kiat
menjinakkan kekuasaan. Mereka sebagai pemegang kekuasaan bukan menjadikan
diri penguasa, melainkan pelayan rakyat, prestasinya mendapat rekognisi
publik. Kemampuan mereka berjuang agar kekuasaan bertekuk lutut tidak mudah.
Pasalnya, kekuasaan selain instrumen yang mempunyai daya paksa untuk mencapai
tujuan tertentu, ia juga kenikmatan sehingga daya pikatnya amat mudah membuat
orang yang tidak dapat mengendalikan hasrat kuasa sulit membedakan perbuatan
mulia dan bejat. Karena itu, karakter kekuasaan juga sering disebut libido
dominandi, nafsu buat menindas dan sewenang-wenang.
Terlebih dalam
praktik, daya goda kekuasaan bukan wajah seram dan menakutkan, melainkan
wajah santun bawahan yang menjilat, tetapi memeras rakyat; kolega politik
yang amat lihai dan cerdik melakukan rayuan maut untuk menawarkan transaksi
kepentingan; pemilik kapital yang kata dan tingkah lakunya lemah lembut,
senyum memikat, tetapi penuh jerat dan piawai membujuk agar proyek, meskipun
melanggar aturan, memaksa tetap disetujui; serta segala jenis kedurhakaan
lain yang dikemas dengan kesantunan. Perlawanan yang dilakukan oleh petahana
selama ini antara lain membuat kebijakan transparansi kebijakan, terutama
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD), membenahi birokrasi
termasuk "bonus" prestasi kerja, serta merespons keluhan dan kontrol
masyarakat terhadap kinerja birokrasi di lapangan.
Introduksi
tersebut sangat bermakna karena janji-janji kampanye Anies-Sandi meski
beberapa mirip dan merupakan kelanjutan dari pemerintahan sebelumnya di
antaranya ada yang spektakuler. Karena itu, selain memerlukan kemampuan
mengelola harapan, juga dibutuhkan kemampuan manajerial untuk tidak
memberikan kesempatan kekuasaan ngelunjak dan merajalela sehingga menjadi
petaka. Beberapa janji spektakuler yang ramai dibicarakan publik karena
masyarakat segera ingin tahu realisasinya antara lain uang muka nol rupiah
pembelian rumah murah, menghentikan reklamasi Teluk Jakarta, membuka 200.000
lapangan kerja baru, mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok, membangun
pemerintahan yang bersih dan modern dengan pemanfaatan teknologi (Smart
City), dan memuliakan serta memberdayakan perempuan Jakarta.
Agenda
pasca-Pilkada DKI lain yang tidak kalah penting adalah mengembalikan kota
Jakarta kembali teduh sebagai rumah bersama. Seluruh komponen warga DKI
Jakarta wajib tidak beringsut dari kiblat bangsa, yaitu Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan filsafat dan konstitusi kehidupan
bersama. Piweling dan piwulang (ajaran) yang amat mendasar yang disampaikan
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Ma'ruf Amin, cicit Syekh Muhammad
Nawawi al-Jawi al-Bantani, Bapak Kitab Kuning Indonesia, perlu diresapi dan
dihayati: "Indonesia kan sistemnya republik, pilar kebangsaan yang
disepakati. Kita tak perlu bicara khilafah, sudah tak ada lagi."
(Kompas.com, 23/4)
Meski
wanti-wanti tersebut disampaikan secara lembut dan lirih, gema dan maknanya
menggetarkan nurani kebangsaan. Pasalnya, selain meredam kekhawatiran
masyarakat yang galau dengan arah politik yang membingungkan, juga
mengingatkan elemen-elemen yang mencoba mengganti ideologi Pancasila dengan
gagasan lain. Penegasan beliau bentuk negara Indonesia adalah republik
bermakna urusan hidup bersama harus dilakukan secara bersama-sama, res
publica, urusan bersama, urusan rakyat diurus oleh rakyat (demokrasi), bukan
dimonopoli oleh jenis kekuasaan apa pun, terlebih kekuasan yang didasarkan
atas garis keturunan, suku, ras, dan primordialisme lain.
Pilkada telah menghasilkan pelayan baru. Masyarakat harus
memberikan dukungan penuh kepada mereka. Gubernur dan wakil gubernur terpilih
sudah berjanji akan menjadi pelayan seluruh masyarakat Jakarta. Selamat
berjuang menaklukkan kekuasaan, dukungan dan doa rakyat Jakarta menyertai
Anda berdua. Semoga sukses dalam memenuhi janji-janji yang memikat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar