Amerika
Latin : Bukan Kiri, Bukan Kanan
Trias Kuncahyono ; Wartawan Senior Kompas
|
KOMPAS, 06 Mei 2017
Pendulum
politik dan kebijakan ekonomi di Amerika Latin sudah mulai bergeser lagi. Ada
yang berpendapat bahwa berbagai kejadian akhir-akhir ini di sejumlah negara
Amerika Latin, terutama Venezuela, sebagai pertanda "matinya gelombang
merah muda (pink tide) sosialisme". Meski demikian, tidak ditangkap
adanya perubahan arah seismik ke kembalinya dominasi sayap kanan (Gregory
Weeks: 2017).
Lalu, apa yang
sesungguhnya terjadi di Amerika Latin saat ini? Pergerakan pendulum politik
dan kebijakan Amerika Latin bisa dilacak kembali ke periode 1970-an dan
berlanjut hingga 1990-an, periode reformasi negara neoliberal dan rezim
otoritarian militer. Neoliberalisme meningkatkan kondisi kehidupan sulit,
marjinalisasi, dan ketimpangan sosial-ekonomi; sementara otoritarianisme
mengeliminasi atau mengurangi secara substansial kebebasan politik dan warga
negara (Federico M Rossi: 2015).
Itulah yang
mencirikan Amerika Latin pada masa lalu. Dan, kondisi seperti itu memicu
munculnya pusaran besar-besaran mobilisasi gerakan melawan neoliberalisme,
yang dalam banyak kasus telah menjatuhkan pemerintah. Argentina, misalnya,
pernah memiliki lima presiden dalam dua minggu: 1) Fernando de la Rua, mundur
20 Desember 2001; 2) Ketua Senat Ramon Puerta menjadi penggantinya; 3)
Kongres mengangkat Adolfo Rodriguez Saa sebagai presiden sementara; 4) Adolfo
Rodriguez Saa pada 31 Desember mundur dan Eduardo Camano ditunjuk sebagai presiden
sementara; 5) Kongres menunjuk Eduardo Duhalde, 2 Januari 2002. Semua terjadi
karena krisis ekonomi dan politik.
Keruntuhan
sistem partai dan rezim politik terjadi pula di Ekuador dan Venezuela,
Uruguay dan Brasil selamat. Namun, yang perlu dicatat adalah semua itu
sebagai konsekuensi dan reformasi neoliberal yang mengakibatkan
disinkorporasi arena sosial-politik massa rakyat miskin dan kelas menengah.
Pendek kata, yang menjadi jalan berkuasanya kekuatan kiri di negara-negara
itu adalah karena kegagalan neoliberalisme sebagai jalan pembangunan yang
berkelanjutan.
Pada masa
itulah lalu muncul istilah "berbelok ke kiri" dan pink tide
(gelombang merah muda). Kedua frasa tersebut dipakai untuk menggambarkan naik
panggungnya sosialisme di Amerika Latin. Namun, gelombang merah muda juga
sering dipakai untuk menunjuk pada pemerintah kiri atau kiri tengah Venezuela
sejak Hugo Chavez berkuasa pada tahun 1999. Hugo Chavez inilah yang sering
disebut sebagai penganjur dan yang pertama mempraktikkan "sosialisme
abad ke-21".
Sosialisme
abad ke-21 tersebut muncul sebagai dampak dari kegagalan sosialisme model Uni
Soviet. Yang mereka sebut sebagai sosialisme abad ke-21 adalah sistem ekonomi
yang secara radikal memutuskan hubungan dengan rezim neoliberal pasar bebas
dan versi sosialisme "statis" yang ditumbuhkembangkan (dulu) Uni
Soviet, China, dan Kuba (James Petras).
Pemerintahan
"merah muda" itu pada dasarnya, menurut Gregory Weeks, menolak
dogmatisme pasar dan waspada pada AS. Mereka mengupayakan untuk mempercepat
partisipasi rakyat dan mempersempit jurang perbedaan kaya dan miskin. Dalam
praktiknya, pemerintah yang menganut rezim merah muda itu mengombinasikan
perhatian yang lebih besar terhadap kesejahteraan sosial dengan kekuatan
pasar serta investasi asing.
Sebagai
contoh, Dilma Rousseff (mantan Presiden Brasil). Ia dikenal sebagai orang
kiri, tetapi ketika memerintah, ia mengajak serta bankir konservatif dan
secara terang-terangan mengaku membutuhkan kebijakan pengetatan ikat
pinggang. Para pekerja tambang di Peru selalu berpendapat bahwa Ollanta
Moises Humala Tasso (Presiden Peru 2011-2016) bukanlah orang yang berhaluan
kiri atau kanan, melainkan bawah.
Dua contoh
tersebut menggambarkan bahwa para pemimpin Amerika Latin yang sering disebut
sebagai pemimpin kiri kadang-kadang berbicara dalam istilah-istilah sosialis,
tetapi memerintah secara kapitalis. Veronica Michelle Bachelet Jeria
(Presiden Cile sejak 11 Maret 2014, pernah menjadi presiden pada 2006-2010)
adalah seorang anggota Partai Sosialis. Meskipun demikian, Bachelet secara
hati-hati melindungi ekonomi yang sangat kapitalis. Menteri Ekonomi dan
Keuangan Bolivia Luis Alberto Arce Catacora, meski tetap memasang foto Che
Guevara di kantornya, tetap menarik investor asing. Presiden Ekuador Rafael
Vicente Correa Delgado, meski sangat tajam mengkritik kapitalisme global,
tetap mengundang investor asing di sektor pertambangan (Global, 27 Mei 2015).
Seperti apa
sesungguhnya wajah Amerika Latin? Menurut jajak pendapat yang dilakukan oleh
Latinobarometro 2013, sebanyak 55 persen orang Amerika Latin bahkan tidak
menganggap diri mereka kiri atau kanan sama sekali. Mayoritas menganggap diri
mereka tengah, dengan menginginkan penyelesaian masalah-masalah
sosial-ekonomi-politik secara moderat. Kalau sekarang sosialisme ambruk, itu
karena beban berat mereka sendiri yang harus diusung. Sebenarnya keinginan
rakyat sederhana: ingin hidup aman dan sejahtera, adil dan makmur. Begitu
saja. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar