Lansia
sebagai Anugerah
Lilis Heri Mis Cicih ; Dosen; Peneliti LD-FEB UI
|
KOMPAS, 29 Mei 2017
Setiap orang mengharapkan umur panjang, dan itu salah satu
doa yang dipanjatkan ketika ulang tahun tiba.
Seiring lagu yang dinyanyikan, orang berharap panjang umur dengan sejahtera,
sehat, sentosa, dan bahagia. Hidup lebih lama dapat menjadi anugerah jika
orang itu ditunjang jaminan pendapatan, dan masih aktif berpartisipasi.
Tantangan tidak mudah bagi bangsa Indonesia untuk melakukan investasi SDM
sejak dini. Bagaimana mempersiapkan penduduk supaya berkualitas?
Indonesia saat ini sedang menua dengan persentase penduduk
usia 60 tahun ke atas lebih dari 7 persen. Hasil Survei Penduduk Antar Sensus
(Supas) 2015 BPS, persentase lansia 8,5 persen dari 255,2 juta total
penduduk. Selain itu, juga terjadi pergeseran komposisi umur ke arah penduduk
tua. Kurun 2010-2035, semula dari setiap 100 penduduk usia 0-14 tahun hanya
terdapat 23 lansia, meningkat menjadi 73 lansia (UNFPA, 2014).
Peningkatan jumlah lansia perlu diiringi kondisi
kesehatan, sosial, dan ekonomi yang memadai. Meski kondisi kesehatan yang
dicerminkan usia harapan hidup (UHH) meningkat, perlu melihat kondisi
kesehatan penduduk secara riil. Data BPS, UHH 2015 mencapai 71 tahun. Angka
ini angka hipotetis yang memperlihatkan rata-rata tahun hidup yang akan
dijalani seseorang, tak berarti setiap orang yang lahir pada 2015 akan mati
pada 2086.
Meski angkanya cukup tinggi, diperkirakan sekitar delapan
tahun penduduk Indonesia kehilangan masa hidup sehat. Hal ini dapat dilihat
dari data Global Health Observatory (GHO)-WHO, usia harapan hidup sehat
(HALE/healthy life expectancy) sekitar 62 tahun.
Upaya meningkatkan kesehatan penduduk dilakukan antara
lain dengan mencegah kematian akibat berbagai penyakit.Menurut Kementerian Kesehatan,
telah terjadi pergeseran penyakit penyebab kematian, terbanyak sejak 2010
diakibatkan oleh penyakit tidak menular. Stroke, jantung, kanker, dan
diabetes merupakan urutan penyakit dengan persentase tertinggi diderita
penduduk, dan diperkirakan kian meningkat. Perubahan budaya ke arah
modernisasi dan gaya hidup tak sehat salah satu pemicu timbulnya penyakit.
Kondisi ini bagi sebagian besar orang mungkin sulit dihindari, apalagi
disertai stres sehingga perlu kemampuan mengelola.
Data lain menunjukkan penurunan angka kesakitan lansia
sebesar 3 persen dalam kurun 2011-2014 menjadi 25 persen. Semua ini tak
terlepas dari perjalanan hidup seseorang sejak usia muda. Jika investasi
kesehatannya bagus, saat lansia masih dapat menikmati kehidupan dengan baik,
dan bukannya kondisi bedridden dan tergantung pada bantuan orang lain. Jika
kondisi ini tak diantisipasi dari sekarang, beban pembiayaan kesehatan yang
harus ditanggung pemerintah kian berat. Apalagi, pemerintah menjamin semua
orang untuk memperoleh pelayanan kesehatan (universal health coverage)
melalui BPJS Kesehatan. Total biaya pelayanan kesehatan yang sudah
dikeluarkan tahun 2014 saja Rp 4,25 triliun.
Dari sisi jaminan pendapatan, masih banyak lansia
Indonesia keburu tua sebelum kaya. Data BPS 2015, lansia miskin 14 persen
atau 11 persen dari total penduduk miskin di Indonesia. Sebanyak 42 persen
lansia masih bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Selayaknya
mereka bekerja lebih diarahkan untuk eksistensi diri dan partisipasi aktif
mengisi waktu luang. Ini dapat terwujud jika kondisi ekonomi mereka memadai,
baik dari jaminan hari tua maupun dana tabungan yang dipersiapkan sejak usia
kerja.
Lansia sebagai prioritas
Pemerintah selayaknya menempatkan isu lansia sebagai salah
satu prioritas pembangunan karena menguntungkan pemerintah di masa depan.
Penanganan lansia bukan untuk lansia semata, melainkan juga untuk semua
kelompok umur. Jika tidak, saat terjadi lonjakan jumlah penduduk lansia
nanti, pemerintah akan kesulitan mengatasi.
Bagaimana supaya lansia menjadi anugerah? Penanganan
permasalahan kelanjutusiaan harus menjadi bagian dari upaya mengatasi masalah
kependudukan secara keseluruhan. Berbagai program dilakukan tak hanya
berbasis bantuan, tetapi juga diarahkan untuk pemberdayaan dan upaya
preventif dan promotif persiapan masa tua. Mengingat terbatasnya anggaran
pemerintah, selayaknya program dilakukan terpadu antarkementrian/lembaga
bahkan keluarga dan masyarakat sehingga komprehensif. Sebagai acuan strategi
dan indikator capaian penanganan lansia, Bappenas dan kementerian terkait
menyusun Stranas Kelanjutusiaan.
Lansia sebagai warga negara berhak memperoleh kehidupan
layak dan bermartabat. Banyak lansia, kala memasuki usia pensiun, bukannya
surut kegiatannya, tetapi malah seperti memasuki awal karier kedua. Suatu hal
yang bagus jika setiap lansia yang punya kapasitas tinggi sesuai bidangnya
dapat menularkannya kepada generasi muda secara arif dan tepat. Suatu
hubungan antargenerasi yang harmonis dan saling menguntungkan satu sama lain
dengan menghilangkan rasa saling bersaing dan tersaingi. Hal positif ini
perlu dikembangkan sebagai suatu anugerah lansia, apalagi ke depan
diperkirakan lansia semakin berpendidikan, sehat, serta didukung kemajuan
teknologi.
Tentunya hal ini perlu didukung payung hukum yang
memosisikan lansia sebagai subyek pembangunan, punya hak sama untuk hidup
bermartabat, dan sejahtera. Pemerintah diprakarsai Kementerian Sosial kini
berupaya merevisi UU No 13 tentang Kesejahteraan Lansia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar