Selasa, 20 Mei 2014

Kebangkitan Nasional dan Revolusi Mental

Kebangkitan Nasional dan Revolusi Mental

Puti Guntur Soekarno ;   Anggota Komisi X DPR Fraksi PDI-P
KOMPAS,  20 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
MEMBANGUN masyarakat lebih sulit dibandingkan dengan membangun negara. Demikian menurut Bung Karno. Hal itulah yang mendasarinya untuk menggali dasar negara yang benar-benar satu dasar yang mengakar dalam kepribadian masyarakat Indonesia. Bung Karno menyebutkan bahwa Pancasila itu ia gali dari akar kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia. Penting bagi bangsa ini kembali pada kepribadian nasionalnya sendiri.

Suatu negara jika ingin kuat dan langgeng harus ditata berdasarkan hukumnya sendiri dan berdiri di atas kepribadian nasionalnya sendiri. Tak satu bangsa pun yang bisa berdiri kuat dan langgeng jika hukumnya bukan hukum nasional. Jika satu bangsa memakai hukum yang pada pokoknya bukan hukumnya sendiri, bukan hukum yang berdasarkan atas kepribadiannya sendiri, bangsa yang demikian itu vroeg of laat, kata Bung Karno; pagi atau sore akan gugur atau mengubah hukum-hukumnya itu.

Oleh karena itu, salah satu kewajiban kita ialah mencari kembali kepribadian kita sendiri. Sebab, hanya jika kita berdiri di atas kepribadian kita sendirilah kita bisa berdiri dengan kuat, sentosa, dan langgeng. Bung Karno tak henti-hentinya mengajak bangsa Indonesia untuk menggali kembali kepribadian kita sendiri, dan Pancasila bukanlah ”anggitan” Soekarno, tetapi hasil penggalian kepribadian bangsa Indonesia (Soekarno, 1961).

Kita adalah generasi penerus kemerdekaan. Bangsa kita saat ini terus mengalami perubahan: ada yang positif, ada yang negatif. Hal itu tentu bisa dipahami sebagai dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kita mungkin tidak merasakan secara langsung apa yang diteriakkan Bung Karno di muka pengadilan hakim kolonial Belanda tahun 1930 di Bandung, setelah sebelumnya 8 bulan meringkuk di penjara. Dalam pidatonya itu, ”Indonesia Menggugat”, disampaikan bahwa kita telah menjadi bangsa kuli dan kulinya bangsa-bangsa. Diceritakan kondisi bangsa kita saat itu dalam kemiskinan akibat imperialisme kolonialisme saat itu.

Kesadaran baru

Bagaimana sekarang? Indonesia saat ini tetap sebagai tempat pengambilan bekal hidup bangsa lain. Tetap menjadi negeri yang menyediakan bekal kebutuhan industri negara lain. Tetap sebagai pasar penjualan barang-barang dan produk-produk hasil industri bangsa dan negara lain. Indonesia saat ini pun masih tetap dan bahkan terus berkembang lebih kompleks lagi menjadi lapangan usaha bagi modal keuangan negara lain.

Kepribadian Indonesia yang tecermin dalam Pancasila mulai luntur dalam praktik hidup bernegara. Pancasila cermin kepribadian Indonesia sebagai sumber hukum negara sering dilanggar sendiri. Kebutuhannya adalah tidak lagi menyoal makna dan moral Pancasila, tetapi bagaimana mempraktikkan cita-cita politik, sosial, ekonomi, dan budaya dalam Pancasila itu di kehidupan negara Indonesia. Di sinilah perlu adanya kebangkitan nasional baru, terutama kebangkitan kesadaran nasional untuk kembali ke Pancasila sebagai kepribadian bangsa dan sebagai bintang penunjuk arah menuju terwujudnya cita-cita nasional Indonesia.

Tentu saja, apa yang dilakukan para pelopor kebangkitan nasional Indonesia saat itu merupakan reaksi atas kemiskinan dan ketertindasan Indonesia di bawah kuasa kolonialisme-imperialisme yang merupakan bentuk politik ekonominya penguasa modal internasional, dimulai dari VOC saat itu. Masa perjuangan selanjutnya adalah masa kebangkitan nasional. Lahirnya Budi Utomo (1908) memunculkan kesadaran kaum terpelajar bangsa Indonesia untuk berpolitik dan mulai memperkuat semangat kebangsaan meski di fase itu dilakukan dengan kerja sama agar pihak Belanda memperbaiki keadaan kesengsaraan itu di Indonesia.

Fase kebangkitan nasional selanjutnya adalah nonkooperatif di mana muncul kesadaran untuk terbebas dan mendapatkan kemerdekaan. Kesadaran untuk tidak bekerja sama dengan pihak kolonialisme-imperialisme merupakan kesadaran lanjut setelah bangsa Indonesia sadar bahwa antara kaum nasionalis dan kaum imperialis ada pertentangan kebutuhan.

Gerakan kebangkitan nasional Indonesia pun terus menghebat, dan pada akhirnya meledak sebagai suatu gerakan revolusi nasional yang secara spesifik bisa ditandai dengan Proklamasi 17 Agustus 1945. Revolusi pun belum selesai hingga rakyat dan bangsa Indonesia bisa mesem (senyum) karena terpenuhi kemakmuran, keadilan, dan cita-cita yang sesuai dengan kepribadian nasionalnya seperti tertuang dalam dasar negara: Pancasila.

Semua ini membutuhkan revolusi kebudayaan dan pembangunan kesadaran baru. Perlu pembangunan manusia Indonesia baru, suatu gerakan hidup baru berkepribadian Indonesia melalui revolusi mental kebangkitan kesadaran. Revolusi mental ini juga sempat dilontarkan oleh capres dari PDI-P, Joko Widodo, di berbagai kesempatan.

Gerakan hidup baru semacam itu bisa menjadi kebangkitan nasional baru bagi bangsa Indonesia. Ini adalah sebuah revolusi mental bangsa Indonesia untuk jadi manusia perbaruan, pionir kemajuan, dan pelopor perubahan. Jadi, jangan kecilkan kehendak baik untuk mengerjakan revolusi mental.

Spirit Bung Karno

Di dalam pidato ulang tahun kemerdekaan tahun 1957 yang berjudul A Year of Decision, Bung Karno juga menyampaikan perihal revolusi mental. Apa yang waktu itu dikenal dengan Gerakan Hidup Baru: ”...Sekali lagi saya katakan: Gerakan Hidup Baru bukanlah satu gerakan untuk sekadar jangan berludah di mana-mana atau jangan membuang puntung rokok di lantai atau di jubin. Ia adalah Satu Gerakan Revolusi Mental. Ia adalah satu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia ini menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat Elang Rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala. Maksudnya tidak kecil. Maksudnya besar, untuk menyelesaikan satu perjuangan yang amat besar....”

Akhirnya, saya teringat apa yang dulu pernah dikutip oleh Bung Karno dari George Bernard Shaw: ”Kebahagiaan sejati ialah membaktikan dirimu kepada sesuatu yang besar. Jika engkau mencoba berbuat sesuatu yang besar, maka bayangan kebesarannya sebagian jatuh kepadamu juga.”

Jadi, saya pikir apa yang sudah dilontarkan capres dari PDI-P, Joko Widodo, untuk melakukan revolusi mental pantas dikuatkan dengan konsepsi-konsepsi dan dukungan mental untuk dapat direalisasikan dan dimonitor jika terealisasi. Semua anak bangsa terpanggil mengembalikan spirit Bung Karno untuk bermimpi menjadi bangsa yang besar bila pemimpinnya memiliki pikiran dan gagasan besar. Sudah saatnya bangsa ini menata keadaban publik melalui revolusi mental. Bercita-cita dan berbuatlah sesuatu yang besar untuk bangsa dan negaramu, saya yakin Indonesia akan jaya lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar