Fa
Aina Tadzhabun?
Nasaruddin Umar ; Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 29 Desember 2017
JARUM jam terasa semakin
cepat berputar. Kita semua merasa pergantian tahun berjalan begitu cepat.
Tahun demi tahun kita jalani dengan berbagai kesibukan sehingga seolah tidak
terasa bahwa umur kita semakin bertambah. Dalam menjalani siklus pergantian
tahun, menarik untuk disimak sebuah pertanyaan Tuhan di dalam ayat Alquran,
Fa aina tadzhabun? (Maka kalian mau ke mana?) (QS al-Takwir/81:26).
Ayat itu tampil berdiri
sendiri mengingatkan visi dan misi kehidupan kita, untuk apa kita lahir? Ke
mana kita akan pergi? Apa tujuan hidup kita? Bekal apa yang harus disiapkan
di dalam menjalani perjalanan hidup ini? Berapa lama kita akan hidup? Apa
tanggung jawab di balik kehidupan ini? Terlalu banyak muatan makna pertanyaan
Tuhan di dalam ayat pendek tersebut. Ayat tersebut menyentak kita untuk
mempertanyakan dan menyadarkan kita di dalam menjalani sisa-sisa perjalanan
hidup kita.
Jika ada sebuah teks
pertanyaan tanpa jawaban di dalam Alquran, itu menunjukkan adanya jawaban
penting yang harus ditanggapi. Kehidupan yang tersisa ini seharusnya kita
jalani dengan visi dan tujuan yang jelas supaya kita tidak termasuk orang
yang amat merugi di kemudian hari. Alangkah ruginya kalau kehidupan kita ini
sama saja dengan kehidupan kita dengan masa lalu.
Ayat di atas seolah
memberikan energi batin bagi kita untuk berubah (shifting). Bagaimana agar
kualitas hidup kita hari ini lebih baik daripada hari kemarin dan hari-hari
masa depan kita lebih baik daripada hari ini. Hadis Nabi mengingatkan
alangkah ruginya seseorang jika hidupnya hari ini sama saja dengan hari
kemarin. Lebih rugi lagi jika hidupnya hari ini lebih buruk daripada hari
kemarin. Tidak ada kata terlambat untuk mengevaluasi diri kita untuk
merencanakan kualitas hidup lebih baik daripada hari kemarin, hari ini, dan
hari-hari berikutnya.
Pertanyaan menarik itu
bukan hanya penting dihayati secara individu, melainkan juga untuk keluarga,
masyarakat, dan kita semua sebagai warga bangsa/negara karena ayat tersebut
menggunakan lafaz jamak (tadzhabun). Jadi yang perlu mendapatkan direction
kehidupan bukan hanya diri sendiri, melainkan juga keluarga, masyarakat,
bangsa, dan negara. Yang akan celaka bila tidak menjalani tata kelola
kehidupan ini bukan hanya orang perorangan, melainkan juga anggota masyarakat
dan bangsa atau negara.
Sejalan dengan ayat di
atas, ada ayat lain mengingatkan, Likulli ummatin ajal, fa idza jaa ajaluhum
la yasta’khiruna sa’atan wa la yastaqdimun (Tiap-tiap umat mempunyai ajal,
maka apabila telah datang ajal mereka tidak dapat mengundurkannya barang
sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya (QS al-A’raf/7:34). Orang,
keluarga, masyarakat, negara, rezim atau orde, yang tidak memiliki visi,
misi, dan tujuan hidup yang jelas dikhawatirkan ajalnya akan tiba lebih awal.
Khusus untuk ajal suatu masyarakat, Ibnu Khaldun pernah mengingatkan kepada
kita terhadap empat generasi yang akan menentukan cepat atau lambatnya ajal
masyarakat itu tiba, yaitu, pertama generasi perintis, kedua generasi
pembangun, ketiga generasi penikmat, dan keempat generasi penghancur.
Setelah itu, muncul lagi
generasi baru yang akan merintis, membangun, menikmati, dan selanjutnya
kembali menghancurkan. Demikianlah seterusnya, sejarah selalu berulang.
Alquran menayangkan beberapa contoh yang menunjukkan betapa riskannya ajal
sebuah generasi. Terkadang individu yang memiliki perencanaan yang matang di dalam
menjalani kehidupannya lebih panjang ajalnya daripada ajal masyarakatnya. Di
antara generasi bangsa Indonesia banyak sekali yang pernah merasakan beberapa
pergantian generasi (orde). Ada yang pernah menyaksikan tibanya ajal
penjajahan Jepang, Belanda, Orde Lama, dan Orde Baru. Terkadang umur individu
kita lebih panjang daripada umur masyarakat atau rezim kita.
Sebaliknya, ada juga suatu
komunitas lebih panjang usia kemasyarakatannya bila dibandingkan dengan usia
individunya. Boleh jadi ada sebuah individu berkali-kali mati sebagai
masyarakat atau rezim tetapi tetap tegar sebagai individu. Idealnya usia
individu, keluarga, masyarakat, dan bangsa/negara/rezim sama-sama awet dalam
kehidupan yang ideal, sebagaimana ditegaskan di dalam cita-cita bangsa yang tertuang
di dalam Preambul UUD 1945.
Dalam tahun atau
bulan-bulan politik seperti tahun mendatang seharusnya kita semua wawas diri
sambil memohon petunjuk Tuhan Yang Mahakuasa agar kita semua, baik sebagai
individu, keluarga, masyarakat, maupun sebagai warga bangsa/negara, tetap
berada di dalam lindungan Tuhan Yang Mahakuasa. Semoga kita semua tetap
berada dalam suasana stabil, makmur, tenang, dan bahagia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar