Memetakan
Permasalahan Cantrang
Dedi Gunawan Widyatmoko ; Siswa Program Master of
Maritime Policy di ANCORS (The Australian National Centre for Ocean Resources
and Security),
University of
Wollongong, Australia
|
DETIKNEWS,
23 Januari
2018
Dalam beberapa hari ini kembali publik
disuguhi berita tentang cantrang. Ribuan nelayan mendemo pelarangan cantrang
ini sehingga Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti akhirnya menemui
para pendemo dan membatalkan (sementara) pelarangan penggunaan cantrang.
Apabila kita analisis, konflik berkaitan
dengan cantrang ini sudah berlangsung sejak lama. Sejak kemunculannya,
cantrang sudah menjadi kompetitor nelayan kecil tradisional yang melaut
dengan perahu dayung ataupun ketinting dengan alat tangkap pancing yang
menyasar jenis ikan yang sama dengan cantrang, yaitu ikan karang/ pesisir
(Kakap, Kerapu, Baronang, dll). Di berbagai daerah muncul demo menentang
keberadaan cantrang oleh nelayan-nelayan kecil tradisional.
Pukat cantrang yang dioperasikan oleh kapal
ikan dengan tonnage sekitar 20 GT menjadi pesaing perahu-perahu nelayan
tradisional tersebut. Dalam persaingan ini, jelas saja kapal cantrang lebih
dominan. Nelayan-nelayan tradisional mengeluhkan bahwa hasil tangkapannya
menurun drastis dengan kehadiran cantrang di wilayahnya. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa isu cantrang ini selain menyangkut kelestarian lingkungan
juga merupakan permasalahan ekonomi antara nelayan tradisional superkecil
berhadapan dengan nelayan kecil dan menengah.
Kebijakan
Kementerian
Pada sekitar tahun 2008, kebijakan mengenai
cantrang tidak seragam antarprovinsi. Ada beberapa provinsi yang membolehkan
beroperasinya cantrang, dan ada beberapa provinsi yang melarang. Hal ini
mengakibatkan sering berpindahnya wilayah operasi cantrang dari satu provinsi
satu ke provinsi yang lain.
Permasalahan ini kemudian diatur dalam
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 2 tahun 2011. Pasal 23 ayat 6
Peraturan Menteri ini secara khusus mengatur cantrang berkaitan dengan daerah
izin pengoperasianya, kualifikasi cantrang itu sendiri, dan kapal yang
digunakan. Untuk syarat pukat, mesh size (mata pukat) harus di atas 2 inch
(5,08 cm). Mengenai kapal yang digunakan, harus di bawah 30 GT. Wilayah
operasi cantrang juga hanya meliputi Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia (WPP-NRI): 711 (Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina
Selatan), 712 (Laut Jawa), dan 713 (Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores
dan Laut Bali).
Selain itu, jalur penangkapan untuk
cantrang hanya diizinkan pada jalur penangkapan II yang berarti harus di luar
4 Nm dari pantai, dan jalur penangkapan III yang berarti di Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri ini, maka penting
adanya patroli untuk menegakkan aturan demi terlaksananya sustainable
fisheries (penangkapan ikan ramah lingkungan dan berkelanjutan).
Apabila peraturan mengenai lebar mata pukat
dilanggar, maka yang terjadi ikan-ikan kecil akan ikut terjaring yang
dampaknya akan mengganggu proses perkembangbiakan ikan. Apabila wilayah
penangkapan dan jalur penangkapan dilanggar, maka yang terjadi adalah
rusaknya terumbu karang dan adanya singgungan kepentingan dengan nelayan
kecil tradisional yang menggunakan ketinting dan perahu dayung yang
beroperasi di radius 4 Nm dari pantai. Apabila nelayan cantrang melanggar
aturan tonnage kapal hingga di atas 30 GT, maka yang mungkin terjadi adalah
adanya over fishing (penangkapan ikan secara berlebihan).
Susi Pudjiastuti yang dilantik sebagai
Menteri Kelautan dan Perikanan pada Kabinet Presiden Joko Widodo kemudian
mengambil kebijakan yang berbeda terhadap permasalahan cantrang ini. Pada
2015, terbitlah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 2 tahun 2015
yang melarang penggunaan pukat hela (trawl) dan pukat tarik (seine nets).
Cantrang termasuk dalam bagian pukat tarik berkapal (boat or vessel seine).
Pada pasal 6 Peraturan Menteri ini diberikan kebijakan untuk SIPI (Surat Izin
Penangkapan Ikan) yang masih berlaku terhadap kapal yang menggunakan pukat
hela dan pukat tarik untuk tetap beroperasi sampai SIPI-nya berakhir.
Sejak pertama kali terbit, peraturan ini
sudah menimbukan kontroversi dan demo oleh nelayan terutama nelayan cantrang
di Pantai Utara Jawa (Tegal, Rembang dll). Demonstrasi terakhir digelar di
depan Istana Merdeka dan ditemui oleh Presiden Joko Widodo yang didampingi
Menteri Susi Pudjiastuti yang akhirnya berhasil menyuarakan aspirasinya, dan
cantrang diizinkan beroperasi kembali.
Dari berita yang dilansir detikcom, Menteri
Susi Pudjiastuti memperbolehkan penggunaan kembali cantrang dengan syarat:
ukuran kapal harus sesuai dan tidak ada penambahan jumlah kapal. Akan ada
upaya berkelanjutan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan selaku pembina
industri perikanan agar nelayan beralih ke alat tangkap ikan yang lebih ramah
lingkungan.
Kesimpulan
dan Saran
Menyikapi fenomena ini, harus segera ada
kejelasan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan berkaitan dengan aturan
yang pasti tentang cantrang ini. Opsi yang bisa diambil adalah kembali ke
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 2 tahun 2011 yang sudah
dijelaskan di atas. Peraturan Menteri Perikanan ini sudah mewakili
upaya-upaya penangkapan ikan ramah lingkungan apabila aturan-aturan yang ada
di Peraturan Menteri Perikanan ini dilaksanakan secara tegas dan
sungguh-sungguh.
Dalam hal ini, fungsi pengawasan dan
penegakan hukum menjadi sangat signifikan. Dengan adanya penegakan hukum yang
tegas, nelayan cantrang akan benar-benar mematuhi aturan-aturan yang ada.
Dengan dipatuhinya wilayah dan jalur penangkapan, maka tidak akan ada lagi
konflik kepentingan antara nelayan kecil tradisional dengan nelayan cantrang.
Sosialisasi mengenai sustainable fisheries
juga perlu untuk terus dilaksanakan di kalangan nelayan sehingga kesadaran
mereka untuk menangkap ikan tidak secara merusak dan berlebihan sehingga bisa
mewariskan ke anak cucu menjadi semakin tinggi. Upaya pemberian izin
sementara kepada nelayan dengan alat tangkap cantrang ini dengan kurang
kuatnya dasar peraturan akan menimbulkan gejolak lagi apabila suatu saat
kembali dilarang. Hal tersebut hanya akan menjadi "bom waktu". ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar