Selasa, 17 Juni 2014

Dukungan dan Keterpilihan Capres

Dukungan dan Keterpilihan Capres

Gunawan Witjaksana  ;   Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Semarang
SUARA MERDEKA,  16 Juni 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
DALAM berbagai media, kita menyaksikan makin hari aksi saling dukung terhadap dua pasangan capres-cawapres makin merebak. Berbagai elemen masyarakat, baik dari unsur kepemudaan, ulama, purnawirawan jenderal, maupun berbagai elemen lain seolah-olah saling salip dan saling dimanfaatkan dua pasang kandidat itu, melalui berbagai media untuk meyakinkan para calon pemilih untuk mencoblos kelak.

Entah komponen pendukung tersebut muncul secara spontan atau sengaja digerakkan dengan berbagai cara seperti sinyalemen berbagai kalangan, yang jelas tampilnya sejumlah dukungan terhadap masing-masing kandidat tersebut tentu diharapkan mampu membantu keduanya secara maksimal dalam rangka mendulang dukungan calon pemilih.

Akankah berbagai komponen yang saling mendeklarasikan dukungan terhadap masingmasing kandidat tersebut akan bekerja keras dan bersungguh-sungguh dalam mendulang suara pendukungnya? Atau sebaliknya hanya ingin tampil unjuk muka belaka? Akankah dukungan mereka berpengaruh secara signifikan terhadap kemenangan kandidat yang mereka dukung kelak? Ketika mau membujuk orang atau sejumlah orang, seseorang atau sekelompok orang perlu mengetahui kebutuhan atau kepentingan aktual/nyata dari orang atau kelompok orang yang mereka bujuk.

Dalam bahasa komunikasi persuasif, diperlukan pemahaman tentang ”kondisi psikologis dan sosiologis” komunikan, guna memengaruhi komunikan yang dibujuk tanpa terasa.

Apakah para kandidat dan komponen pendukungnya memahami apa yang saat ini diinginkan calon pemilih? Dalam bahasa iklan, sudahkah para kandidat dan pendukungnya mengetahui , memahami, dan mampu memetakan secara cermat consumers insight calon pemilih? Terkait dengan ini, Melvin Defleur mengatakan bahwa tidak ada dua orang yang lahir di dunia ini yang memiliki perangai serta kepentingan dan keinginan yang sama, meski mereka terlahir kembar.

Meski demikian, secara sosiologis tetap saja akan mampu dipetakan kebutuhan dan kepentingan aktual sejumlah orang, karena sebagai makhluk sosial tiap orang akan tetap membutuhkan orang lain. Karena itu, dari sisi komunikasi dikenal prinsip bahwa kita diharapkan mampu menyenangkan banyak orang, meskipun mustahil mampu menyenangkan tiap orang.

Prinsip semacam itulah seyogianya yang dipahami oleh para capres-cawapres beserta tim suksesnya. Melalui pemahaman terhadap keinginan dan kebutuhan aktual masyarakat, masing-masing pasangan dapat membujuk mereka dengan memanfaatkan kebutuhan dan kepentingannya tersebut tanpa terasa tengah dibujuk.

Komunikasi Empatik

Sembari membujuk calon pemilih untuk mencoblos kelak, alangkah indahnya bila masing-masing pasangan dengan tim suksesnya melakukan komunikasi emphatik. Melakukan komunikasi, termasuk kampanye dan iklan tanpa mengusik pesaing. Kampanye hitam yang kian hari kian merebak harus segera dihentikan karena berbagai hasil penelitian kampanye hitam justru berefek bumerang seperti pepatah menepuk air didulang, terpercik muka sendiri.

Model komunikasi bisnis yang dilakukan perusahaan motor atau produk lainnya yang beriklan tanpa menjelekkan pihak lain, pantas dicontoh. Sebuah pabrikan motor membuat tagline ”selalu terdepan”, tanpa membandingkannya dengan merk motor lainnya. Berupaya mengalahkan pesaingnya mutlak harus dilakukan oleh masing-masing pasangan, bahkan dengan menggunakan kampanye negatif, antara lain menunjukkan kelemahan program lawan disertai fakta dan data empiris. Namun menuduh serta menyerang pribadi pesaingnya harus saling dihindarkan.

Ke depan kita ingin pilpres-pilwapres yang dilakukan tepat pada bulan Ramadan seyogianya menjadi momentum saling menghargai, meski tetap dalam kondisi bersaing secara sehat untuk merebut mandat rakyat. Pepatah Jawa nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake, sangat pas dilakukan. Pasalnya, pada prinsipnya siapa pun yang akan terpilih adalah skenario terbaik Allah Swt bagi NKRI, setidak-tidaknya untuk 5 tahun ke depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar