Selasa, 20 Agustus 2013

Kemenangan atas Preman

Kemenangan atas Preman
Adrianus Meliala ;   Kriminolog FISIP UI
KORAN TEMPO, 20 Agustus 2013

“Maka, perang terhadap preman di Jakarta dan di banyak kota besar lainnya adalah unwinnable war alias perang yang tidak dapat dimenangkan. Bukannya karena preman memiliki senjata tajam apalagi peluru, juga bukan lantaran mereka punya kemampuan berkelahi yang luar biasa, melainkan karena sosok dan peran preman berkelindan dengan kehidupan kota itu sendiri.”
Perang terhadap preman umumnya perang musiman. Selain sasaran garukan hanyalah preman lokal, ukuran "kemenangan" atas preman ternyata tidak gampang. Jika ukurannya adalah jumlah orang yang ditangkap, itu tidak valid. Tepat 24 jam setelah digaruk, polisi harus mengeluarkan kebanyakan dari mereka karena tidak bisa ditemukan apa kesalahannya. Jika ukurannya adalah laporan masyarakat, lebih tidak valid lagi karena dapat dipastikan tidak ada orang yang mau melaporkan aktivitas preman di wilayah mereka.
Maka, perang terhadap preman di Jakarta dan di banyak kota besar lainnya adalah unwinnable war alias perang yang tidak dapat dimenangkan. Bukannya karena preman memiliki senjata tajam apalagi peluru, juga bukan lantaran mereka punya kemampuan berkelahi yang luar biasa, melainkan karena sosok dan peran preman berkelindan dengan kehidupan kota itu sendiri.
Sehingga, ketika preman ditangani kepolisian, maka kepolisian hanya melihat dari aspek penegakan hukum. Demikian pula ketika kantor wilayah atau dinas sosial turun tangan, hanya aspek kesejahteraan yang disorot. Celakanya, meski sudah disentuh secara terbatas, ternyata tak berkelanjutan pula mengingat tipisnya sumber daya yang dimiliki instansi-instansi tersebut.
Dalam konteks itulah, muncul berita tentang pemerintah DKI Jakarta yang dianggap berhasil melawan preman karena bisa merelokasi pedagang kaki lima Tanah Abang dari jalanan agar pindah ke lokasi yang telah disiapkan. Walau terasa prematur, cerita positif seperti itu tetap perlu kita dengar guna membangkitkan optimisme pada saat premanisme marak di mana-mana. Meski demikian, tentunya kita semua mengharapkan itu adalah kemenangan yang "sempurna". Apa maksudnya?
Sebagai fenomena perkotaan, preman dan premanisme hidup dari simbiosis yang saling menguntungkan di antara dua pihak atau lebih. Selalu ada pihak yang membutuhkan kehadiran, bahkan pertolongan preman, sehingga melihat preman sebagai teman. Selalu juga ada pihak yang percaya dengan jalan premanisme dan, sebaliknya, menganggap jalan hukum sebagai lambat dan tidak pasti.
Proses orang percaya kepada preman dan premanisme itu sendiri tentunya didorong berbagai contoh positif yang diperlihatkan oleh para preman saat memperagakan premanismenya. Ironisnya, hal itu juga didukung masyarakat, didiamkan aparat, dan malah-pada akhirnya-berbuah materi yang besar. Ketika yang dikejar-kejar secara musiman hanyalah orang-orang yang nongkrong di pinggir jalan, maka sebaliknya, preman yang berlindung di balik organisasi massa, organisasi sosial-politik, hingga organisasi keagamaan tenang-tenang saja untuk terus beraksi.
Sehingga, diyakini bahwa walau dalam waktu dekat seluruh pedagang kaki lima telah berdagang dengan teratur, bukan tidak mungkin preman dan premanisme tetap berupaya memainkan peranan. Perputaran dana di Tanah Abang sungguh menggiurkan untuk ditinggalkan. Sebagai contoh, berkaitan dengan kendaraan pengangkut barang yang keluar-masuk bangunan, preman dapat dipastikan akan menguji nyali para sopir dan awak angkutan guna memberikan "uang keamanan". Jika ini terjadi, itulah langkah awal bagi kembalinya preman secara perlahan ke Tanah Abang.

Menyadari hal itu, upaya penciptaan kondisi yang steril dari preman harus terus didorong oleh duet Jokowi-Ahok. Secara proporsional, polisi dan Satuan Polisi Pamong Praja perlu hadir serta menjamin transformasi tersebut agar sejalan dengan prinsip tata kelola yang mendorong efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas semua pihak. Selanjutnya, perlu hadir juga instansi seperti pegadaian, yang mampu memenuhi kebutuhan pedagang akan likuiditas dalam waktu cepat dan dengan prosedur ringkas. Terakhir, perlu aktif juga dinas informasi dan komunikasi, yang bertugas mensosialisasi (khususnya) dampak negatif jika berhubungan dengan pihak-pihak selain aparat resmi atau bila mempergunakan jalur di luar jalur yang resmi. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar