|
“Maka,
perang terhadap preman di Jakarta dan di banyak kota besar lainnya adalah unwinnable
war alias perang yang tidak dapat dimenangkan. Bukannya karena preman memiliki
senjata tajam apalagi peluru, juga bukan lantaran mereka punya kemampuan
berkelahi yang luar biasa, melainkan karena sosok dan peran preman berkelindan
dengan kehidupan kota itu sendiri.”
Perang terhadap preman umumnya
perang musiman. Selain sasaran garukan hanyalah preman lokal, ukuran
"kemenangan" atas preman ternyata tidak gampang. Jika ukurannya
adalah jumlah orang yang ditangkap, itu tidak valid. Tepat 24 jam setelah
digaruk, polisi harus mengeluarkan kebanyakan dari mereka karena tidak bisa
ditemukan apa kesalahannya. Jika ukurannya adalah laporan masyarakat, lebih
tidak valid lagi karena dapat dipastikan tidak ada orang yang mau melaporkan
aktivitas preman di wilayah mereka.
Maka, perang terhadap preman di
Jakarta dan di banyak kota besar lainnya adalah unwinnable war alias perang yang tidak dapat dimenangkan. Bukannya
karena preman memiliki senjata tajam apalagi peluru, juga bukan lantaran mereka
punya kemampuan berkelahi yang luar biasa, melainkan karena sosok dan peran
preman berkelindan dengan kehidupan kota itu sendiri.
Sehingga, ketika preman ditangani
kepolisian, maka kepolisian hanya melihat dari aspek penegakan hukum. Demikian
pula ketika kantor wilayah atau dinas sosial turun tangan, hanya aspek
kesejahteraan yang disorot. Celakanya, meski sudah disentuh secara terbatas,
ternyata tak berkelanjutan pula mengingat tipisnya sumber daya yang dimiliki
instansi-instansi tersebut.
Dalam konteks itulah, muncul berita
tentang pemerintah DKI Jakarta yang dianggap berhasil melawan preman karena
bisa merelokasi pedagang kaki lima Tanah Abang dari jalanan agar pindah ke
lokasi yang telah disiapkan. Walau terasa prematur, cerita positif seperti itu
tetap perlu kita dengar guna membangkitkan optimisme pada saat premanisme marak
di mana-mana. Meski demikian, tentunya kita semua mengharapkan itu adalah
kemenangan yang "sempurna". Apa maksudnya?
Sebagai fenomena perkotaan, preman
dan premanisme hidup dari simbiosis yang saling menguntungkan di antara dua
pihak atau lebih. Selalu ada pihak yang membutuhkan kehadiran, bahkan
pertolongan preman, sehingga melihat preman sebagai teman. Selalu juga ada
pihak yang percaya dengan jalan premanisme dan, sebaliknya, menganggap jalan hukum
sebagai lambat dan tidak pasti.
Proses orang percaya kepada preman
dan premanisme itu sendiri tentunya didorong berbagai contoh positif yang
diperlihatkan oleh para preman saat memperagakan premanismenya. Ironisnya, hal
itu juga didukung masyarakat, didiamkan aparat, dan malah-pada akhirnya-berbuah
materi yang besar. Ketika yang dikejar-kejar secara musiman hanyalah
orang-orang yang nongkrong di pinggir jalan, maka sebaliknya, preman yang
berlindung di balik organisasi massa, organisasi sosial-politik, hingga
organisasi keagamaan tenang-tenang saja untuk terus beraksi.
Sehingga, diyakini bahwa walau dalam
waktu dekat seluruh pedagang kaki lima telah berdagang dengan teratur, bukan
tidak mungkin preman dan premanisme tetap berupaya memainkan peranan. Perputaran
dana di Tanah Abang sungguh menggiurkan untuk ditinggalkan. Sebagai contoh,
berkaitan dengan kendaraan pengangkut barang yang keluar-masuk bangunan, preman
dapat dipastikan akan menguji nyali para sopir dan awak angkutan guna
memberikan "uang keamanan". Jika ini terjadi, itulah langkah awal
bagi kembalinya preman secara perlahan ke Tanah Abang.
Menyadari hal itu, upaya penciptaan kondisi yang steril
dari preman harus terus didorong oleh duet Jokowi-Ahok. Secara proporsional,
polisi dan Satuan Polisi Pamong Praja perlu hadir serta menjamin transformasi
tersebut agar sejalan dengan prinsip tata kelola yang mendorong efisiensi,
efektivitas, dan akuntabilitas semua pihak. Selanjutnya, perlu hadir juga
instansi seperti pegadaian, yang mampu memenuhi kebutuhan pedagang akan
likuiditas dalam waktu cepat dan dengan prosedur ringkas. Terakhir, perlu aktif
juga dinas informasi dan komunikasi, yang bertugas mensosialisasi (khususnya)
dampak negatif jika berhubungan dengan pihak-pihak selain aparat resmi atau bila
mempergunakan jalur di luar jalur yang resmi. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar