Apa dan di Mana Politik Nasional Itu?
Chasib ; Tenaga Profesional Bidang Strategi
Lemhannas RI
|
MEDIA
INDONESIA, 12 November 2015
PERUBAHAN dan pergeseran geopolitik dunia yang
dipicu berbagai kepentingan nasional untuk mempertahankan eksistensi suatu
negara, bergerak sangat cepat. Pergeseran geopolitik ini telah memengaruhi
situasi kawasan serta memunculkan tantangan dan tuntutan, bahkan ancaman yang
harus diantisipasi guna menghindari implikasi negatifnya. Hal ini telah
melahirkan poros dan pengelompokan negara secara politik, ekonomi, maupun
militer berdasarkan kepentingan nasionalnya masing-masing, yang saling
memperkuat atau melemahkan kelompok lain dengan ‘politik terselubungnya’.
Menerima arah politik maupun ekonomi serta
tunduk kepada regulasi yang disepakati, menjadi prasyarat keikutsertaan suatu
negara dalam kelompok negara di satu kawasan maupun antarkawasan. Kekuatan
suatu negara akan terbaca pada kelompok mana ia terlibat dan sampai sejauh
mana suatu negara ikut menentukan gerakan kelompoknya. Negara lemah secara
politik, ekonomi, maupun militer, akan tunduk pada aturan dan perjanjian
mengikat yang digagas negara kuat, serta cenderung hanya menerima nasib.
Semakin banyak keikutsertaan sebagai anggota
dalam berbagai kelompok, suatu negara harus siap beradaptasi dan menguras
anggaran untuk mengakomodasi berbagai ke giatan kelompok. Negara dengan kantong
cekak, akan tertatih–tatih dan bahkan bisa terdampar apabila anggaran yang
dikeluarkan mencekik.
Bagi Indonesia, permasalahan dan pertanyaannya
ialah opsi mana yang akan diambil guna menentukan keterlibatan Indonesia
dalam pengelompokan? Politik nasional apa yang harus kita siapkan pada ke
giatan kelompok negara sehingga keikutsertaan tersebut memberi kon tribusi
kepada kepentingan nasional Indonesia?
Partisipasi dan
hambatan
Pergaulan dunia yang begitu dinamis memberikan
opsi yang tidak boleh diabaikan. Untuk memanfaatkan opsi yang ada, dibutuhkan
dan dituntut sikap yang jelas, tegas, dan argumentatif sehingga tidak
menimbulkan kecurigaan serta resistensi yang merugikan. Menjadi anggota
kelompok negara berarti meminta atau menawarkan diri untuk berkontribusi
kepada anggota kelompoknya. Konsekuensinya ialah memiliki kesiapan menghadapi
implementasi terhadap berbagai hal yang sudah menjadi komitmen bersama.
Oleh
karena itu, dalam berpartisipasi, berinteraksi, dan berdiplomasi dalam
kelompok, kemandirian merupakan salah satu kunci keberhasilan untuk
mempertahankan dan memperjuangkan ke pentingan nasional.
Namun demikian, apabila tidak ber peran
sebagai anggota kelompok negara yang aktif, keikutsertaan dalam kelompok akan
kurang berarti dan justru menjadi beban yang mem beratkan. Terlebih,
keikutsertaan dalam kelompok negara tidak di sertai dengan posisi tawar kuat
yang dibutuhkan memperkuat eksistensi kelompok. Indonesia yang tergabung
dalam beberapa kelompok negara ekonomi dunia masih perlu lebih berperan aktif
dan memberi kon tribusi dari hasil interaksinya.
Ada beberapa hal yang menjadi ham batan
keikutsertaan Indonesia pada kelompok-kelompok ekonomi dunia, baik regional
maupun internasional. Selain permasalahan dalam negeri, hambatan untuk
memperoleh kesatuan sikap merupakan permasalahan klasik yang dihadapi dalam
mendapatkan kesepakatan dan keputusan politik kelompok. ASEAN merupakan salah
satu contoh sulitnya mendapatkan driving
force yang kuat untuk menghasilkan keputusan politik bersama. Kesepakatan
terkadang dilanggar anggotanya, sementara anggota lain tidak dapat ber buat
banyak dan code of conduct
merupakan alat yang terbaik.
Kesulitan menuangkan pandangan politik
kelompok disebabkan tiap-tiap negara anggota belum selesai dengan urusannya
masing–masing. Kesulitan yang dijumpai dalam berperan atau melaksanakan
kegiatan sebagai anggota kelompok negara ialah tidak jelasnya politik
nasional yang harus diterapkan baik oleh kementerian/instansi atau lembaga
yang menanganinya. Hal tersebut dapat terlihat dengan belum terpadunya sikap
dan langkah para pemangku kepentingan dengan beragam alasan. Tidak adanya
format politik nasional yang memberi arah kebijakan atas kegiatan membuat
kementerian/lembaga ragu dan takut berbuat salah.
Interaksi di antara pemimpin institusi yang
berbeda kepentingan kerap menimbulkan pandangan yang berbeda, dan biasanya
tidak solid dalam membaca politik nasional apalagi dalam menciptakan kreasi
mekanisme lintas kerja. Memahami peran merupakan langkah awal dalam
menempatkan posisi dan juga menjadi dasar penguraian politik nasional. Kondisi
seperti ini menyulitkan dalam melakukan kompetisi keluar karena di dalam sendiri
masih terdapat ganjalan. Kurangnya kepemimpinan intelektual yang dapat
melihat dan mengerti politik nasional yang diterapkan, mengakibatkan deviasi
pemenuhan kepentingan nasional.
Hampir setiap masalah yang muncul tidak
diantisipasi dalam koridor politik serta kebijakan nasional sehingga terjadi
penafsiran berbeda dalam menyikapi dan cenderung diterapkan sesuai pandangan
pemimpin instansinya. Alih–alih memikirkan akhir dari suatu kecenderungan
politik yang dilemparkan melalui isu global maupun regional, penerapan
kepentingan geostrategis, masih jauh dari apa yang diharapkan karena lebih
mengarah kepada kepentingan tiap-tiap instansi.
Politik dan kebijakan
nasional
Untuk mengetahui seperti apa dan di mana
politik nasional kita, dapat dilakukan melalui pertanyaan kebijakan apa yang
sudah ada terkait dengan isu yang muncul dan mengganggu kepentingan nasional?
Sebagai contoh konkretnya ialah kebijakan nasional apa yang sudah disiapkan
dalam menghadapi isu-isu, seperti sengketa Laut China Selatan, masalah IS
ataupun Suriah, termasuk kebijakan dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN
awal 2016?.
Tidak nampak jelas apa dan di mana politik
nasional tentang isu nasional seperti impor bahan pokok ataupun dalam
produksi dan perdagangan lainnya juga termasuk kebijakan apa yang disiapkan
terkait dengan masalah kabut asap?. Banyak masalah nasional dalam
berinteraksi yang belum mendapatkan kebijakan atau politik nasional yang
tegas dan sampai kepada masyarakat di bawah. Penetapan Rencana Pembangunan
Jangka Panjang harusnya sudah memuat kebijakan na sional yang digunakan dalam
interaksi internasional sehingga tiap-tiap kementerian akan keluar dengan
suara bulat.
Menghadapi perkembangan global yang selalu
menuntut perubahan, maka lahirnya perubahan politik nasional dalam rangka
memenuhi kepentingan geostrategis guna mencapai tujuan nasional, harus
dirumuskan secara cepat dan terarah. Keterlambatan penetapan politik/kebijakan
nasional mengakibatkan terjadinya penafsiran secara parsial oleh tiap-tiap
instansi dan tidak adanya sikap yang jelas dalam mengantisipasi isu yang
muncul.
Untuk menetapkan kebijakan atau politik
nasional yang tepat, diperlukan penelaahan atas perkembangan lingkungan yang
dilakukan pemimpin secara terus-menerus. Mencegah terjadinya salah tafsir di antara
para pemimpin karena ketiadaan politik nasional, dapat dilakukan dengan mempersiapkan
pemimpin kreatif dan intelektual yang memahami proses lahirnya politik
nasional dengan mengadopsi visi dan misi yang menjadi acuan pemerintah.
Merumuskan politik nasional pada setiap isu
yang muncul akan memberi arah bagi instansi terkait dalam bersikap. Kebijakan
nasional akan memberi keyakinan dalam mengantisipasi tantangan dan pemenuhan
tuntutan serta mendorong kreativitas dan percaya diri dalam berkompetisi. Kepercayaan
diri akan menciptakan kekuatan berdaya saing dan mewujudkan ketahanan
nasional dengan daya tangkal yang maksimal. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar