Ngabuburit
Asep Purnama Bahtiar ;
Dosen FAI Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
|
KORAN
TEMPO, 17 Juli 2014
Setiap
Ramadan tiba, kosakata ngabuburit
sering dipakai dalam wacana publik dan perbincangan sehari-hari. Saking
populernya istilah ngabuburit ini,
penggunaannya menjadi kehilangan makna dan konteks waktu.
Kosakata
ngabuburit-mempunyai sandingan kata
ngabeubeurang, diambil dari bahasa
Sunda-berasal dari kata burit yang berarti sore hari; petang hari; atau senja
hari. Sedangkan kata ngabeubeurang
berasal dari kata beurang (bukan
berang atau berang-berang), yang artinya siang hari. Dalam penggunaannya,
ngabuburit menjadi lebih populer daripada ngabeubeurang,
setidaknya karena mengacu pada sore hari, yang akhir waktunya adalah saat
magrib dan berbuka, yang ditunggu-tunggu oleh orang yang berpuasa.
Ngabuburit
dalam konteks ibadah puasa memiliki latar sejarah yang menarik. Paling tidak
pada sekitar 1970-an, masa kanak-kanak penulis, ibadah puasa pada Ramadan
senantiasa bersamaan dengan masa liburan sekolah, sehingga suasana ibadah
puasa betul-betul bisa dinikmati sedemikiran rupa dalam kondisi yang
bebas-merdeka dari rutinitas sekolah dan tugas-tugas terkait. Ramadan yang
identik dengan liburan sekolah waktu itu memberikan ruang belajar baru bagi
anak-anak, yaitu belajar berpuasa yang selalu diiringi dengan ngabuburit dan ngabeubeurang.
Istilah
ngabuburit termasuk
local genius dan tacit knowledge umat Islam di tanah
Sunda, khususnya yang berada di area pedesaan dan perkampungan, untuk
mendidik dan melatih anak-anak belajar berpuasa pada Ramadan. Anak-anak yang
masih berusia 5-8 tahun dilatih berpuasa, biasanya dengan tambahan motivasi
akan diberi hadiah "penganan dan sajian istimewa" saat waktu
berbuka puasa tiba, atau dirapel nanti saat Lebaran (Idul Fitri) dalam wujud
uang yang banyak atau pakaian, sarung, dan peci baru yang bagus.
Nah,
agar anak-anak yang masih di bangku TK atau SD itu berhasil tamat puasanya
sampai magrib, dibuatlah skenario waktu pengalih yang bisa melenakan rasa
lapar dan haus bocah-bocah kecil yang berpuasa itu, yaitu istilah ngabuburit,
yang sebelumnya diawali dengan ngabeubeurang.
Mirip dengan ngabuburit, kosakata ngabeubeurang, yang berasal dari kata beurang (waktu siang hari), berarti
menunggu waktu siang yang dilakukan
dengan berbagai aktivitas permainan kreatif khas anak-anak kampung
selepas salat subuh sampai jam 10-an.
Akhir-akhir
ini, kosakata ngabuburit khususnya
tidak hanya berlaku bagi anak-anak kecil yang sedang belajar berpuasa. Tanpa
pandang umur dan strata sosial atau aktivitas, siapa pun ketika berada di
suatu tempat pada waktu senja, kalau ditanya pasti jawabannya hampir pasti
sama: lagi ngabuburit. Seperti yang
bisa disaksikan sekarang, orang (berpuasa atau tidak) kebanyakan ngabuburit di mal, pusat belanja, dan
arena hiburan, sehingga kosakata ngabuburit
menjadi kehilangan makna dan konteks aslinya. Begitulah, ngabeubeurang dan ngabeubeurit
sekarang hanyalah waktu yang diluangkan pada bulan puasa yang tidak jelas
batasan masa dan fungsi edukatifnya, juga tidak jarang sekadar dipakai
sebagai kamuflase agar dikira sedang berpuasa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar