Memerangi Flu Burung
I Wayan Teguh Wibawan ;
Guru Besar Fakultas Kedokteran IPB;
Ketua Komisi KesehatanUnggas
Nasional
|
KOMPAS, 02 April
2016
Avian influenza yang lebih populer dikenal dengan flu burung adalah
penyakit viral yang menyerang unggas dan telah bersifat endemik di Indonesia.
Penyakit ini memiliki potensi zoonosis
karena mampu menyerang manusia dan menyebabkan kematian.
Virus avian influenza
(AI) dikenal sebagai virus yang secara alamiah mudah bermutasi dan berubah
anti genisitasnya. Perubahan ini merupakan cara virus AI untuk mengecoh
sistem kebal sehingga anti bodi yang timbul baik akibat vaksinasi maupun
infeksi alam tidak mampu mengenal virus AI yang telah bermutasi tersebut.
Kondisi AI yang endemik menyebabkan semua individu yang potensi rentan dapat
mempunyai anti bodi AI sebagai akibat adanya paparan virus lapang dalam
jumlah di bawah dosis infeksi.
Hal ini bisa menyebabkan individu-individu tersebut lebih tahan
terhadap infeksi virus AI dan menyebabkan variasi gejala klinis pada individu
yang diserangnya, bahkan dapat menimbulkan manifestasi subklinis AI. Ini
artinya, virus AI dapat diisolasi dari unggas yang secara klinis sehat.
Unggas ini bisa berfungsi sebagai reservoir virus AI dan memegang peran
penting dalam distribusi penyakit ini ke sejumlah wilayah. Unggas reservoir
ini berpotensi mengeluarkan virus dari cairan tubuh, baik lewat lendir mulut,
mata, maupun lewat kotoran. Fenomena ini dikenal dengan shedding virus.
Fenomena shedding ini memberi makna bahwa adanya virus AI pada
individu sehat bisa terjadi dan akan menimbulkan gejala penyakit bila kondisi
mendukungnya. Kondisi pendukung ini merupakan faktor predisposisi untuk
munculnya penyakit, antara lain dapat berupa: 1) stres, atau cekaman baik
yang bersifat intrinsik ataupun ekstrinsik, 2) adanya imunosupresan, misalnya
mikotoksin dari bahan baku berkualitas buruk tercemar jamur, 3) faktor cuaca,
pancaroba, 4) adanya penyakit lain yang mempermudah virus AI ini berkembang,
5) perubahan pakan, 6) perubahan sifat virus AI, dan faktor lain.
Pola penyakit AI ini secara periodik dipantau oleh pemerintah
dan informasi ini secara terus-menerus diberikan kepada pemangku kepentingan.
Vaksinasi
Salah satu cara pengendalian penyakit AI yang dipilih oleh
pemerintah adalah vaksinasi. Vaksinasi AI dapat diberikan kepada unggas
asalkan prinsip berikut dapat dipenuhi, yakni: 1) cakupan vaksinasi lebih
dari 70 persen dan 2) ulangan vaksinasi (booster)
dapat dilakukan pada setiap individu yang divaksin. Vaksinasi yang saksama
umumnya telah dapat dilakukan pada peternakan komersial baik pada ayam bibit
(breeder) maupun pada ayam final stock.Kedua syarat tersebut sangat sulit
untuk dilakukan untuk ayam kampung yang dipelihara secara umbaran sehingga
pemerintah melarang pelaksanaan vaksinasi AI pada ayam kampung apabila tidak
dipelihara secara intensif.
Pelaksanaan vaksinasi yang buruk atau tidak tepat bisa
menyebabkan kasus infeksi subklinik AI pada ayam kampung itu sehingga sangat
potensial sebagai ”reservoir virus buatan” dan bisa berfungsi sebagai sumber
penularan virus AI ke manusia. Namun, ketiadaan vaksinasi AI pada ayam
kampung membuat ayam kampung peka terhadap infeksi AI. Inilah sebabnya
mengapa letupan-letupan kasus AI lebih sering terjadi pada ayam kampung,
itik, atau burung dara yang tidak divaksin AI. Ayam komersial dan bibit pada
umumnya telah divaksin AI sekurang-kurangnya tiga kali dalam masa produksi.
Evaluasi titer anti bodi terhadap AI biasanya dilakukan oleh
laboratorium internal yang dimiliki oleh industri perunggasan tersebut atau
dibantu oleh laboratorium produsen vaksin atau oleh laboratorium pemerintah.
Titer anti bodi protektif terhadap AI ditetapkan sekurang-kurangnya delapan
dengan uji HI dan biasanya peternak menaikkan 1 atau 2 digit di atas nilai
yang ditetapkan, yakni 16 atau 32dan diyakini mampu menahan infeksi virus AI
di lapangan.
Biosekuriti
Vaksinasi AI tak menjamin ternak terhindar dari infeksi AI
sehingga perlu dilakukan pengurangan jumlah virus lapang yang memapar dengan
tindakan biosekuriti. Biosekuriti memiliki tiga komponen penting. Pertama,
isolasi. Kita berusaha untuk menjaga agar agen virus jauh dari populasi ayam.
Berbagai usaha dilakukan peternak, yakni dengan membuat pagar, sistem
transit, pencucian kendaraan dan barang lain sebelum memasuki farm. Kedua,
sanitasi. Sanitasi memiliki dua komponen, yakni cuci dan desinfeksi. Ketiga,
pengawasan lalu lintas barang dan orang dalam unit farm.
Untuk penyakit AI, tindakan biosekuriti sangat penting dan
diletakkan sebagai garda terdepan dalam pengendalian AI. Vaksin sebagai
faktor pendukung. Sayangnya, biosekuriti saat ini baru efektif dilakukan oleh
sebagian besar peternak bibit, sedangkan variasi pelaksanaan biosekuriti pada
tingkat peternak komersial berkisar antara buruk dan sedang. Biosekuriti
masih dianggap sebagai pemborosan dan belum diyakini manfaatnya oleh sebagian
peternak. Karena itu, pemerintah terus melakukan edukasi, pelatihan dan
pemberdayaan masyarakat peternak.
Vaksin AI yang tersedia saat ini adalah vaksin inaktif (adjuvan killed vaccine). Vaksin
inaktif umumnya menggertak sistem imun humoral, yaitu munculnya anti bodi
yang beredar di dalam darah dan sangat sedikit perannya dalam menimbulkan
kekebalan mukosa. Kekebalan mukosa (lokal) diinduksi pada umumnya oleh vaksin
hidup. Mungkinkah kita membuat vaksin AI hidup? Secara teknologi
memungkinkan, yakni melalui rekayasa genetik, misalnya vaksin rekombinan potongan
gen AI dapat disisikan pada vaksin lain, misalnya vaksin Newcastle Disease (ND) atau vaksin pox (cacar) sehingga vaksin
ini di kemudian hari dapat melengkapi efikasi vaksin AI inaktif, melengkapi
induksi kekebalan lokal.
Dalam rangka mengurangi cemaran virus AI di lingkungan
peternakan dan untuk menghasilkan bibit ayam (DOC) yang bebas virus AI,
pemerintah telah mencanangkan dan memulai program kompartementalisasi bebas
AI. Program ini disambut baik oleh beberapa industri perunggasan dan hingga
saat ini ada sekurangnya 30 unit farm yang telah mengikuti program ini dan
telah memperoleh sertifikat bebas AI yang berlaku untuk kompartemen yang
diajukan.
Prinsip yang diterapkan dalam program ini adalah penilaian
terhadap komponen- komponen penting berupa tindakan-tindakan yang dilakukan
kompartemen untuk bebas dari virus AI.Pelaksanaan biosekuriti dan vaksinasi
AI sebagai komponen manajemen kesehatan, performance kesehatan dan produksi,
monitoring titer dan monitoringshedding virus AI pada indukan dan DOC yang
dihasilkan serta monitoring sirkulasi virus di lingkungan kandang. Hal ini
dilakukan ibarat orang menyapu, kita mencoba membersihkan virus AI dari hulu
dan selanjutnya ke hilir hingga ke produk unggas. Jika semua industri
peternakan mengikuti program ini, secara internal dan eksternal ada usaha
untuk membersihkan setiap unit produksi dari cemaran dan infeksi virus AI.
Sudah tentu setiap komponen masyarakat harus diajak
berpartisipasi sesuai porsinya dalam membebaskan Indonesia dari virus AI.
Saat ini, beberapa daerah telah berusaha dan telah mendapatkan sertifikat
bebas flu burung dan tentu yang lebih berat adalah mempertahankan wilayahnya
agar tetap bebas flu burung.
Kita sangat menyadari bahwa potensi letupan kejadian AI masih
akan kita hadapi selama belum ada usaha yang signifikan untuk memberi
perhatian yang memadai kepada sektor peternak umbaran. Selama populasi unggas
umbaran ini rentan terhadap AI, potensi sebagai amplifier penyakit tetap
terbuka. Saran- saran dari sidang pembaca yang memiliki pengetahuan bukan
saja berkaitan dengan virus dan kesehatan, melainkan juga tentang sosiologi
dan antropologi sangat diharapkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar