Selasa, 17 Juni 2014

Tim Nasional Bukan Rombongan Sirkus

Tim Nasional Bukan Rombongan Sirkus

Miftahul Fahamsyah  ;   Wartawan Jawa Pos
JAWA POS,  16 Juni 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
PERTANDINGAN uji coba itu perlu dan penting. Misteri kekuatan lawan bisa terpetakan dari sana. Baik karakter, cara bermain, atau bahkan komposisi pemainnya. Kelebihan dan kekurangan tim sendiri juga bisa diukur. Di titik mana bisa dijadikan senjata dan di lini mana menjadi celah. Dengan demikian, perbaikan yang harus dilakukan memiliki patokan yang pasti. Tidak sekenanya.

Hasil latihan juga bisa diimplementasikan melalui uji coba. Efektif atau tidak latihan itu bisa dibaca. Yang kurang efektif tentu ditata kembali. Komposisi terbaik bisa ditentukan. Penentuannya bukan didasarkan senang atau tidak senang. Namun, dilandasi parameter yang jelas yang tergambar di latihan dan tentunya uji coba.

Pertandingan uji coba juga merupakan sarana rekreasi. Kejenuhan latihan dihapuskan di sana. Sebab, para pemain bakal bertemu penonton. Puja-puji, sorak-sorai, dan caci maki bakal menyapa mereka. Kegembiraan dan tekanan bisa didapatkan secara bersamaan. Sesuatu yang tentu penting untuk menjaga api semangat pemain.

Nah, situasi seperti itu jelas tidak akan diperoleh kalau pemain hanya sibuk berlatih, berlatih, dan berlatih. Pendek kata, laga uji coba itu merupakan keharusan bagi semua tim. Juga untuk pemain. Sebelum akhirnya tim tersebut benar-benar maju ke medan pertandingan sesungguhnya. Tim nasional (timnas) U-19 pun memerlukan pertandingan uji coba. Apalagi, Evan Dimas dan kawan-kawan bakal berlaga di Piala Asia U-19 di Myanmar, Oktober mendatang.

Event yang jelas tidak mudah untuk dilalui. Terlebih lagi untuk dimenangi. Lawan-lawan yang akan dihadapi bukanlah musuh yang mudah ditaklukkan.
Di penyisihan grup, Indonesia harus berjibaku dengan Australia, Uni Emirat Arab, dan Uzbekistan. Deretan lawan-lawan lainnya adalah Jepang, Korea Selatan, Iran, dan Tiongkok yang mungkin dihadapi di babak berikutnya. Negara-negara itu bukan saja memiliki infrastruktur sepak bola yang memadai. Pembinaan usia mudanya juga telah tertata dengan baik.

Karena itu, cara bermain mereka tidak asal tendang. Latihan mereka telah terpola, bahkan mungkin sudah sangat baik.

Bandingkan dengan Indonesia. Infrastrukturnya tak mencukupi, kompetisi di bawah umur juga masih ala kadarnya. Memang Indonesia melaju ke putaran final dengan menumbangkan Korea Selatan. Tapi, kemenangan 3-2 di Gelora Bung Karno, Jakarta, tak sepenuhnya bisa dijadikan patokan. Korea Selatan jelas telah berbenah dan tak bakal semudah dikalahkan di Jakarta. Karena itu, uji coba menjadi perlu dan juga penting bagi timnas U-19.

Seperti terpapar sebelumnya, Garuda Jaya –sebutan timnas U-19— butuh parameter yang jelas sebagai bekal bertarung di Myanmar nanti. Dan, timnas U-19 telah merancangnya. Sebagian besar bahkan sudah dijalani dan sebagian lain bakal segera dilakoni. Hanya, rencana itu sejatinya bisa ditampik sebagian. Sebab, timnas U-19 tak benar-benar dibuatkan rencana yang matang. Pertandingan uji coba mereka terlalu berhimpitan. Tiga hari sekali, anak-anak muda itu dipaksakan untuk bertanding.

Yang lebih mengerikan, jadwalnya menyesuaikan dengan keinginan televisi, bukan kebutuhan tim. Dan, tentunya kondisi para pemain. Anak-anak muda itu diharuskan menjalani pertandingan yang tidak jarang terlalu larut. Mereka bermain justru pada saat orang-orang sedang berangkat ke tempat tidur dan menarik selimut. Mereka berpeluh di kala kadar oksigen cukup tipis. Sesuatu yang jelas berisiko. Sebab, cedera rawan menerjang. Dan, anak-anak muda itu pun tampak menyadari risiko tersebut. Tak ada antusiasme dalam menjalankan pertandingan. Mereka begitu letih. Teramat lesu dan tak terlihat menikmati pertandingan seperti sebelumnya. 
Justru kesalahan demi kesalahan yang terbaca. Juga emosi yang meletup.

Pertandingan uji coba yang sudah lewat seperti tak memberikan apa-apa kepada mereka. Esensi mencari bekal dan mengukur diri dari laga uji coba sirna. Yang tampak mereka hadir di lapangan untuk menghibur penonton yang rela membeli tiket.

Anak-anak muda itu terkesan hanya menjalankan lakon yang sudah digariskan pimpinannya yang duduk di balik meja di belakang pintu Senayan. Tak ubahnya rombongan sirkus. Tak jarang kehadiran mereka juga ditunggangi kepentingan politik penguasa lokal. Dan, tim nasional jelas bukan rombongan sirkus. Mereka adalah tim yang membutuhkan dan memerlukan parameter yang terukur untuk menjalani pertarungan di lapangan hijau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar