Tim
Nasional Bukan Rombongan Sirkus
Miftahul
Fahamsyah ; Wartawan Jawa Pos
|
JAWA
POS, 16 Juni 2014
PERTANDINGAN uji coba itu perlu
dan penting. Misteri kekuatan lawan bisa terpetakan dari sana. Baik karakter,
cara bermain, atau bahkan komposisi pemainnya. Kelebihan dan kekurangan tim
sendiri juga bisa diukur. Di titik mana bisa dijadikan senjata dan di lini
mana menjadi celah. Dengan demikian, perbaikan yang harus dilakukan memiliki
patokan yang pasti. Tidak sekenanya.
Hasil latihan juga bisa
diimplementasikan melalui uji coba. Efektif atau tidak latihan itu bisa
dibaca. Yang kurang efektif tentu ditata kembali. Komposisi terbaik bisa
ditentukan. Penentuannya bukan didasarkan senang atau tidak senang. Namun,
dilandasi parameter yang jelas yang tergambar di latihan dan tentunya uji
coba.
Pertandingan uji coba juga
merupakan sarana rekreasi. Kejenuhan latihan dihapuskan di sana. Sebab, para
pemain bakal bertemu penonton. Puja-puji, sorak-sorai, dan caci maki bakal
menyapa mereka. Kegembiraan dan tekanan bisa didapatkan secara bersamaan.
Sesuatu yang tentu penting untuk menjaga api semangat pemain.
Nah, situasi seperti itu jelas
tidak akan diperoleh kalau pemain hanya sibuk berlatih, berlatih, dan
berlatih. Pendek kata, laga uji coba itu merupakan keharusan bagi semua tim.
Juga untuk pemain. Sebelum akhirnya tim tersebut benar-benar maju ke medan
pertandingan sesungguhnya. Tim nasional (timnas) U-19 pun memerlukan
pertandingan uji coba. Apalagi, Evan Dimas dan kawan-kawan bakal berlaga di
Piala Asia U-19 di Myanmar, Oktober mendatang.
Event yang
jelas tidak mudah untuk dilalui. Terlebih lagi untuk dimenangi. Lawan-lawan
yang akan dihadapi bukanlah musuh yang mudah ditaklukkan.
Di penyisihan grup, Indonesia
harus berjibaku dengan Australia, Uni Emirat Arab, dan Uzbekistan. Deretan
lawan-lawan lainnya adalah Jepang, Korea Selatan, Iran, dan Tiongkok yang
mungkin dihadapi di babak berikutnya. Negara-negara itu bukan saja memiliki
infrastruktur sepak bola yang memadai. Pembinaan usia mudanya juga telah
tertata dengan baik.
Karena itu, cara bermain mereka
tidak asal tendang. Latihan mereka telah terpola, bahkan mungkin sudah sangat
baik.
Bandingkan dengan Indonesia.
Infrastrukturnya tak mencukupi, kompetisi di bawah umur juga masih ala
kadarnya. Memang Indonesia melaju ke putaran final dengan menumbangkan Korea
Selatan. Tapi, kemenangan 3-2 di Gelora Bung Karno, Jakarta, tak sepenuhnya
bisa dijadikan patokan. Korea Selatan jelas telah berbenah dan tak bakal
semudah dikalahkan di Jakarta. Karena itu, uji coba menjadi perlu dan juga
penting bagi timnas U-19.
Seperti terpapar sebelumnya,
Garuda Jaya –sebutan timnas U-19— butuh parameter yang jelas sebagai bekal
bertarung di Myanmar nanti. Dan, timnas U-19 telah merancangnya. Sebagian
besar bahkan sudah dijalani dan sebagian lain bakal segera dilakoni. Hanya,
rencana itu sejatinya bisa ditampik sebagian. Sebab, timnas U-19 tak
benar-benar dibuatkan rencana yang matang. Pertandingan uji coba mereka
terlalu berhimpitan. Tiga hari sekali, anak-anak muda itu dipaksakan untuk
bertanding.
Yang lebih mengerikan, jadwalnya
menyesuaikan dengan keinginan televisi, bukan kebutuhan tim. Dan, tentunya
kondisi para pemain. Anak-anak muda itu diharuskan menjalani pertandingan
yang tidak jarang terlalu larut. Mereka bermain justru pada saat orang-orang
sedang berangkat ke tempat tidur dan menarik selimut. Mereka berpeluh di kala
kadar oksigen cukup tipis. Sesuatu yang jelas berisiko. Sebab, cedera rawan
menerjang. Dan, anak-anak muda itu pun tampak menyadari risiko tersebut. Tak
ada antusiasme dalam menjalankan pertandingan. Mereka begitu letih. Teramat
lesu dan tak terlihat menikmati pertandingan seperti sebelumnya.
Justru
kesalahan demi kesalahan yang terbaca. Juga emosi yang meletup.
Pertandingan uji coba yang sudah
lewat seperti tak memberikan apa-apa kepada mereka. Esensi mencari bekal dan
mengukur diri dari laga uji coba sirna. Yang tampak mereka hadir di lapangan
untuk menghibur penonton yang rela membeli tiket.
Anak-anak muda itu terkesan
hanya menjalankan lakon yang sudah digariskan pimpinannya yang duduk di balik
meja di belakang pintu Senayan. Tak ubahnya rombongan sirkus. Tak jarang
kehadiran mereka juga ditunggangi kepentingan politik penguasa lokal. Dan,
tim nasional jelas bukan rombongan sirkus. Mereka adalah tim yang
membutuhkan dan memerlukan parameter yang terukur untuk menjalani pertarungan
di lapangan hijau. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar