Kunjungan SBY
ke Inggris
dan Posisi
Tawar Indonesia
Vishnu Juwono ; Mahasiswa Program Doktor
Sejarah Internasional di London School of Economics (LSE),
Dosen FISIP Universitas Indonesia
|
SINDO,
15 November 2012
Pada 31 Oktober hingga 3
November lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan kunjungan
resmi kenegaraan ke Kerajaan Inggris Raya, London.
Kunjungan ini berdasarkan undangan Perdana Menteri Inggris David Cameron yang melakukan kunjungan ke Jakarta pada April 2012. Ini tentu saja kunjungan yang amat bersejarah bagi hubungan bilateral kedua negara. Satu-satunya presiden Indonesia yang pernah melaksanakan kunjungan kenegaraan ke Inggris adalah Presiden Soeharto pada 1979 setelah lima tahun sebelumnya Ratu Elizabeth II berkunjung ke Jakarta. Apabila kita melihat lingkup geopolitik pada masa Orde Baru dengan saat ini, tentu jauh berbeda. Zaman Soeharto adalah masa perang dingin antara blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet (sekarang dikenal dengan Rusia). Kunjungan Ratu Elizabeth II pada 1974 ke Jakarta tentu bagian dari upaya pendekatan kepada Presiden Soeharto yang waktu itu dianggap lebih mendukung kebijakan blok Barat dibandingkan dengan pendahulunya, Presiden Soekarno, yang dekat dengan blok Timur. Fokus utama Pemerintah Orde Baru waktu itu mencapai pertumbuhan ekonomi dengan salah satu sumber utamanya adalah menarik investasi, terutama dari negara-negara Barat baik Amerika Serikat maupun Inggris. Tujuan Kunjungan Penulis kebetulan menyaksikan beberapa rangkaian upacara penyambutan Presiden SBY sebagai tamu negara awal November lalu. Sebagai warga Indonesia, tentu saya turut bangga melihat bendera Merah Putih bersandingan dengan bendera Union Jack di sepanjang Jalan The Mall menuju Istana Buckingham. Selain itu, Presiden RI juga disambut selayaknya tamu kehormatan melalui upacara di Horse Guard Parade, jamuan makan malam di Istana Buckingham dan melakukan pidato di Gedung Parlemen Inggris yang legendaris tersebut. Pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri David Cameron di10 Downing Street menghasilkan berbagai perjanjian antara kedua negara di bidang pertahanan, pariwisata dan ekonomikreatif, sertapendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh para menteri dari ketiga bidang dengan disaksikan oleh Presiden SBY dan Perdana Menteri David Cameron pada 1 November 2012. Di bidang pertahanan, Indonesia sepakat untuk membeli peralatan dan perlengkapan terkait dengan pertahanan di tiga angkatan bersenjatanya (darat, laut, dan udara). Ini merefleksikan bahwa Indonesia sedang memperkuat armada pertahanannya agar nanti mempunyai bobot politik lebih kuat lagi. Berdasarkan statistik IHS Jane’s Defence Budget pada 2011 Indonesia dengan anggaran pertahanan sebesar USD6,4 miliar (Rp61,5 triliun) sudah melebihi Malaysia,Vietnam, Thailand,dan hanya kalah dari Singapura dengan belanja pertahanan sebesar USD10 miliar (Rp96,15 triliun). Mengingat Inggris adalah salah satu negara yang sangat kuat dalam industri kreatif yang puncaknya ditunjukkan pada upacara pembukaan Olimpiade 2012 yang spektakuler, tidak heran Pemerintah Indonesia tertarik untuk belajar bagaimana membangun dan mengelola industri kreatifnya dalam musik, desain, berbagai hasil kerajinan dan produksi program TV,serta radio. Menurut data dari Departemen Media, Budaya, dan Olahraga Inggris, industri kreatif menyumbang sebanyak 50,10 miliar poundsterling (Rp907 triliun) nilai tambah bruto bagi Inggris. Dalam jangka panjang kerja sama pendidikan memegang peranan yang sangat penting. Di era di mana keunggulan suatu negara lebih ditentukan oleh kemampuannya untuk merealisasikan peluang ekonomi dan politik bagi kepentingan negara, sumber daya manusia berkualitas merupakan syarat mutlak dalam memanfaatkan peluang tersebut. Karena itu,pengembangan sektor pendidikan menjadi sangat penting. Kerja sama pendidikan senilai 50 juta poundsterling (Rp770 miliar) ini termasuk di antaranya penyediaan beasiswa bagi mahasiswa doktoral untuk belajar di Inggris sebanyak 750 mahasiswa selama lima tahun. Kemudian kerja sama dalam bentuk riset serta penawaran program studi gelar ganda antara universitasuniversitas terkemuka di Indonesia (UI, ITB, dan UGM) serta yang terkemuka di Inggris (University of Oxford, Cranfield University, dan Newcastle University). Tidak dapat dimungkiri bahwa salah satu prioritas kunjungan kenegaraan Presiden SBY ke Inggris adalah dalam rangka meningkatkan volume perdagangan serta investasi dari Inggris ke Indonesia. Dalam pidatonya kepada 200 pelaku bisnis di acara forum bisnis Indonesia–Inggris di Istana St James Palace pada 2 November lalu,Presiden SBY mengatakan bahwa dirinya dan Perdana Menteri David Cameron berkomitmen untuk meningkatkan volume perdagangan antara Inggris dan Indonesia menjadi dua kali lipat. Volume perdagangan ditargetkan meningkat USD2,9 miliar (Rp27,9 triliun) pada 2011 menjadi USD6 miliar (Rp57,7 triliun). Kemudian tren nilai investasi dari Inggris juga meningkat. Seperti yang disampaikan oleh Kepala BKPM Muhammad Chatib Basri kepada penulis, realisasi investasi pada kuartal ketiga 2012 ini sebesar USD900 juta (Rp8,6 triliun) sudah meningkat lebih dari dua kali karena pada 2011 total realisasi investasi sebesar USD400 juta (Rp3,8 triliun). Posisi Indonesia juga dianggap strategis oleh pelaku pasar modal dan keuangan global. Ruchir Sarma dari Morgan Stanley Investment Management dalam bukunya, Breakout Nations: in Pursuit of the Next Economic Miracles (2012), mengategorikan Indonesia bersama-sama dengan China, Afrika Selatan, India, dan Thailand sebagai negara yang mempunyai potensi untuk menjadi negara maju dalam jangka panjang. Tantangan Namun, perlu dicatat bahwa Indonesia masih memiliki berbagai tantangan untuk mewujudkan potensinya menjadi negara maju dalam jangka panjang. Dalam birokrasi terkait dengan bisnis, pada laporan IFC Doing Business pada 2013, Indonesia memang menunjukkan peningkatan dari urutan ke-130 menjadi ke-128. Namun, peringkat tersebut masih jauh di bawah negara tetangga seperti Malaysia di urutan ke-12 dan Thailand di urutan ke-18. Selain itu, dalam kualitas pengembangan sumber daya manusia, indeks pembangunan manusia PBB pada 2011, Indonesia berada di urutan ke- 124. Akibatnya dalam kualitas pembangunan manusianya Indonesia masih kurang lebih baik misalnya bila dibandingkan dengan Filipina (112) dan China (101). Korupsi juga masih menjadi masalah di seluruh lintas sektor publik di Indonesia.Kita tidak pernah henti-hentinya hingga kini membaca berbagai kasus korupsi diungkap di media massa yang melibatkan baik pejabat-pejabat di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Tidak heran dalam corruption perception index (CPI) yang dikeluarkan oleh Transparency International pada 2011, Indonesia berada di urutan ke-100, tertinggal dari Brasil (73) bahkan Rwanda (49). Kunjungan kenegaraan Presiden SBY ini perlu diapresiasi sebagai sebuah pencapaian penting yang menunjukkan bahwa Indonesia sudah memiliki posisi tawar yang lebih baik terhadap negara maju dibandingkan masa lalu, terlebih lagi saat Presiden Soeharto berkunjung pada 1979 ke London. Posisi tawar yang lebih baik ini ditunjukkan dengan masuknya Indonesia sebagai negara dengan perekonomian besar sehingga tergabung dalam kelompok G-20. Tidak hanya besar dalam ekonomi, Indonesia juga sukses melalui transisi dari sistem otoriter menuju sistem demokrasi selama lebih dari satu dekade ini. Dalam arena forum internasional, Indonesia terlihat aktif dalam mempromosikan nilai-nilai demokrasi, khususnya di kawasan regional yakni ASEAN. Namun, yang lebih penting lagi ke depan, bagaimana Presiden bersama-sama pimpinan partai politik (termasuk oposisi) untuk bekerja sama agar pemerintah dan DPR dapat mewujudkan berbagai pekerjaan besar untuk meningkatkan daya saing Indonesia. Pekerjaan besar tersebut juga perlu melibatkan institusi penegakan hukum seperti Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pekerjaan besar tersebut di antaranya melakukan reformasi birokrasi; mengalokasikan investasi yang besar dan efektif pada sektor pendidikan serta kesehatan; mempercepat pembangunan infrastruktur; serta membangun industri yang menyumbang nilai tambah tinggi bagi kas negara dan mewujudkan sistem jaminan nasional yang efektif dengan menciptakan perlindungan sosial dan ekonomi bagi golongan tidak mampu. Pekerjaan besar lain yang terpenting adalah pada sektor hukum yakni menciptakan sistem pengadilan yang imparsial, memberikan kepastian hukum dalam berusaha dan melindungi kaum tertindas. Selain itu, kerja sama dengan KPK juga perlu ditingkatkan, baik dalam penindakan maupun pencegahan tindak pidana korupsi. Jika pekerjaan-pekerjaan besar tersebut dapat dilaksanakan secara konsisten dan kontinu oleh seluruh pimpinan lembaga tinggi negara tersebut, saya meyakini tidak lama lagi Indonesia dapat menjadi negara maju yang sesungguhnya seperti yang dikatakan dalam pidato Perdana Menteri Inggris David Cameron di Jakarta pada April 2012 dan sesuai cita-cita para founding fathers kita. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar