Mengelola Perbedaan
Asep Saefuddin ; Rektor Universitas Trilogi; Guru Besar Statistika
FMIPA IPB
|
MEDIA
INDONESIA, 10 April 2015
SALAH satu keindahan dunia yang
membuat ilmu penge tahuan dan negara terus maju dan berkembang ialah adanya keragaman.
Perbedaan pendapat, bahkan kontroversi ialah keragaman pikiran orang-orang
karena berbagai latar belakang, termasuk pendidikan. Agama (Islam) menekankan
bahwa perbedaan ialah rahmat. Artinya, melalui perbedaan itulah kita bisa
belajar dan memperbaiki diri. Menghormati perbedaan pendapat dan tidak
memaksakan kehendak ialah ciri orang yang memahami perbedaan. Sifat inilah
yang seharusnya dimiliki oleh para kaum cerdik-pandai atau ulama (ilmuwan).
Di mana letak pemerintah dalam
mengelola perbedaan? Ada beberapa hal yang sebaiknya dipahami dan dilakukan
pemerintah, antara lain: 1) memahami bahwa keseragaman mutlak itu mustahil,
2) tidak terombang-ambing oleh riak perbedaan, 3) mengambil titik temu dari
berbagai perbedaan. Di dalam ilmu statistika, salah satu ukuran perbedaan itu
ialah ragam (variance), serta titik
temu ialah rataan (mean). Prinsip
dasar ini sering dipergunakan untuk mengelola organisasi atau negara untuk
menjaga kestabilan yang tetap dinamis atau kedinamisan dalam keharmonisan.
Untuk menjabarkan prinsip dasar
itu, pemerintah harus selalu terbuka terhadap kemajemukan pendapat melalui
berbagai upaya menjaring informasi. Media sosial, surat kabar, dan media
elektronik dapat dijadikan sumber informasi berbagai hal sesuai dengan
keperluan pemerintah. Teknologi untuk analisis keragaman informasi saat ini
sudah tersedia, seperti misalnya text-mining
(penambangan teks).
Melalui alat ini, kita dapat
mengetahui arah (mean) dan
keragamannya (variance). Dari
sinilah, suatu tindakan manajemen dilakukan.
Di mana pun di dunia ini,
pemerintah menginginkan keadaan stabil.Akan tetapi, upaya represif tidak
berarti akan menyelesaikan masalah. Sumber-sumber instabilitas itu
bermacam-macam, umumnya berkaitan. Ekonomi sering menjadi sumber utama
kegaduhan yang dapat membuat ketidakstabilan pemerintah.
Seperti kenaikan
harga barang, terutama kebutuhan pokok, tidak boleh dianggap enteng. Dengan
menyerahkan harga sepenuhnya kepada pasar, selain akan membuat manajemen
pemerintahan cenderung rumit, juga sangat berbahaya untuk kestabilan negara.
Masyarakat akan mempertanyakan
apa peranan pemerintah. Lama-kelamaan hal ini akan menyebabkan ketidakpuasan
masyarakat. Bila terjadi akumulasi ketidakpuasan, tidak mustahil akan berefek
besar terhadap politik. Untuk itu, harga harga kebutuhan pokok, seperti gula,
beras, kedelai, cabai, garam, minyak tanah, BBM, dan listrik harus dijaga
pada harga yang terjangkau oleh umumnya masyarakat. Prinsip ini untuk
menjaga kestabilan pemerintahan dan negara secara keseluruhan. Dengan
menyerahkan harga tersebut kepada pasar, pasti akan mempersulit pedagang
kecil dan masyarakat pada umumnya, juga membuat ruang gerak para spekulan
terlalu lebar.
Pendidikan adalah upaya untuk
meningkatkan level kecerdasan masyarakat menjadi tinggi. Untuk itu, di
tingkat dasar sampai menengah, orientasi sekolah publik harus difokuskan
kepada mereka yang lemah sosial ekonominya. Ujian calistung masuk SD hanya
menguntungkan mereka yang secara sosial ekonomi di atas rataan. Jadi, modal
masuk SD sampai SMA/K harus berbasis wilayah.
Warga yang berada di wilayah
tertentu, masuk sekolah di wilayah itu tidak perlu ada ujian masuk lagi. Untuk
itu, sekolah publik (negeri) di mana pun berada, kualitasnya relatif seragam.
Proses pendidikannya relatif sama dan keragamannya hanya efek perbedaan
individual. Secara teori, keragaman model ini tidak akan terlalu besar,
sehingga tidak perlu ada sekolah publik unggulan yang semakin merugikan warga
kurang mampu. Bila ini terjadi, kesenjangan sosial ekonomi akan terus menerus
melebar.
Regionalisasi sekolah itu,
selain menguntungkan semua warga, juga dapat mengurangi kemacetan lalu
lintas. Saat ini, pembenahan kemacetan itu tidak dilakukan secara holistis.
Pemerintahan bekerja sendiri-sendiri secara parsial, terlalu linier dan lemah
dalam pendekatan integrasi, serta kurang memahami pendekatan sistem dan
analisis statistik dalam pengelolaan pemerintahan. Blusukan itu perlu, tetapi
harus tersistem. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar