Rabu, 18 Juni 2014

Modernisasi Kebijakan Politik Luar Negeri RI

Modernisasi Kebijakan Politik Luar Negeri RI

Rene L Pattiradjawane  ;   Wartawan Senior Kompas
KOMPAS,  18 Juni 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
LIMA tahun mendatang, kepemimpinan Indonesia baru hasil Pemilihan Umum Presiden 2014 menghadapi ancaman dan tantangan kritis di tengah kebangkitan negara-negara besar yang menebar lingkup pengaruh geopolitik dan geostrategi, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Sejauh ini belum ada calon presiden dan wakilnya dalam berbagai debat mampu memberikan nuansa nilai, norma, dan hukum politik luar negeri yang akan mereka jalankan.

Kita masih meraba apakah kedua pasangan capres-cawapres tersebut akan meneruskan kebijakan politik luar negeri sebelumnya, yakni zero enemy, thousand friends (nol musuh, seribu kawan) yang kandas karena skandal spionase Australia. Atau mencari upaya baru memformulasikan modernisasi politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.

Ada capres yang memberikan visi-misi tentang ”membangun wibawa politik luar negeri dan mereposisi peran Indonesia dalam isu-isu global” dan berhenti pada upaya diplomasi sebagai middle power melalui keterlibatan selektif di arena global. Capres lain bicara tentang daya saing dalam persaingan global, terutama menghadapi Komunitas ASEAN 2015, dengan membenahi pangkal persoalan di dalam negeri.

Sepertinya, para calon pemimpin itu lupa pada kenyataan yang dihadapi bangsa mana pun dalam menghadapi perubahan geopolitik dan geostrategi di tengah situasi baru regional dan global yang penuh persaingan berbagai sektor, tarik menarik lingkup pengaruh, dan terbentuknya negara-negara kekuatan global baru.

Satu dekade terakhir ini, Indonesia pun berubah dalam visi-misi global sebagai negara demokratis ketiga terbesar dengan penduduk pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Banyak pengamat dan pelaksana kebijakan luar negeri berusaha keras merumuskan kenyataan ini, mencari visi-misi peradaban modern Indonesia di tengah derasnya arus globalisasi.

Kita mencoba memahami itu dalam beberapa faktor penting. Pertama, visi-misi geopolitik dan geostrategi Indonesia berubah sesuai dengan capaian yang didapat selama ini. Secara regional, kekuatan middle power akan menghadapi kehadiran negara-negara besar adidaya, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, dan India, yang akan menata ulang keseluruhan lingkup hubungan interdependensi yang makin kental.

Namun secara global, ke-”adidaya”-an Indonesia dalam lingkup superpower juga harus dikembangkan sesuai kenyataan sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, untuk memberikan makna, nilai, dan norma yang mencerminkan keikutsertaan dalam menjaga ketertiban dunia. Dalam sejarah, Indonesia pernah memiliki kekuatan politik Partai Komunis Indonesia yang terbesar di dunia di luar negara-negara komunis serta mampu memainkan peranan global yang disegani Timur dan Barat.

Faktor kedua, posisi geostrategis dengan alur komunikasi laut strategis di Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Ombai-Wetar menjadi pendorong penting dalam memainkan peran diplomasi bermartabat yang adil dan beradab, membela kepentingan keamanan energi dan pangan, melalui sinkronisasi ketahanan nasional dan regional. Ini adalah esensi modernisasi kebijakan luar negeri kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar