Minggu, 19 Januari 2014

Menyelesaikan Masalah Papua

Menyelesaikan Masalah Papua

Irfani Nurmaliah  ;  Peneliti Muda di Kajian Nusantara Bersatu, Jakarta
DETIKNEWS,  10 Januari 2014
                                                                                                                        


Kasus penembakan oleh kelompok sipil bersenjata (KSB) di Papua tidak pernah berhenti. Pada awal tahun 2014 tepat 4 Januari 2014 sekitar pukul 16.00 WIT, publik kembali dikejutkan dengan penyerangan kelompok sipil bersenjata (KSB) di Pos Kulirik, Brigade Mobil (Brimob) Polri, Kabupaten Puncak Jaya, Papua. Penyerangan tersebut dilakukan oleh sekitar 20 orang anggota KSB, dan karena minimnya anggota pada saat kejadian membuat para kelompok tersebut leluasa mencuri beberapa senjata api (senpi).

Terkait kejadian tersebut, anggota Brimob yang dibantu oleh jajaran Polres dan TNI kemudian melakukan pengejaran terhadap kelompok tersebut. Para pelaku melarikan diri ke arah gunung sambil mengeluarkan tembakan beberapa kali. Peristiwa penembakan oleh KSB ini menambah deret panjang kekerasan di Papua. Insiden ini juga menunjukkan, bahwa Papua khususnya Puncak Jaya masih menjadi daerah konflik.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane di Jakarta pada 6 Januari 2014 mengatakan, IPW mencatat sejak tahun 2009 hingga awal 2014 telah terjadi aksi kekerasan bersenjata di Papua menewaskan 41 orang, baik sipil maupun aparat keamanan. Sedangkan ada tahun 2011 hingga 2012, sebanyak 26 warga sipil tewas dan 14 aparat keamanan tewas. Bahkan aksi penembakan yang menewaskan 8 angggota TNI di Pos TNI, Puncak Jaya pada 21 Februari 2013 tidak kunjung terungkap dan tertangkap pelakunya hingga saat ini. Menurut Neta, hal itu menandakan bahwa pemerintah Susilo Bambang Yudojono tidak mampu mengehentikannya. Pemerintah terkesan membiarkan padahal peristiwa itu merendahkan martabat bangsa, pasalnya aparat keamanan di Papua dinilai tidak berdaya.

Sebenarnya semenjak peristiwa penembakan yang menewaskan 8 prajurit TNI pada 22 Februari 2013 oleh kelompok sipil bersenjata di Kabupaten Puncak Jaya, Papua, TNI sudah siap melakukan operasi militer. Pada prinsipnya, personel TNI selalu siaga sepanjang 24 jam untuk melakukan operasi militer, namun TNI menunggu perintah dari Panglima Tertinggi yang juga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam penanganan kondisi keamanan di Papua.

Sangat diperlukan ketegasan Presiden RI sebagai Panglima Tertinggi untuk menggelar operasi milter guna menumpas gerakan dari KSB di Papua. Namun dengan mendekati pelaksanaan Pemilu 2014 ini pemerintah sangat membutuhkan situasi keamanan yang kondusif sehingga diperkirakan pemerintah tidak akan mengeluarkan sikap untuk melakukan operasi militer di Papua. Karena itu diperlukan kehati-hatian yang tingggi dari aparat keamanan yang bertugas di Papua dalam menjalankan tugasnya, mengingat KSB tersebut semakin mendapat angin untuk kembali melakukan aksinya dengan adanya penambahan senjata rampasan.

Perlunya Cipta Opini di Papua

Sikap pemerintah yang sejauh ini masih mencoba menghindari menggelar operasi militer untuk menumpas gerakan separatis di Papua, nampaknya sejalan dengan harapan sejumlah LSM. Mereka mendesak pemerintah agar secara nyata mengubah pola pendekatan di Papua dari pendekatan keamanan dengan mengedepankan pembicaraan/dialog untuk merangkul semua pihak.

Pengamanan secara berlebihan yang diterapkan pemerintah di bumi Papua terbukti tidak mem­berikan ketenangan pada rakyat setempat. Namun di sisi lain pemerintah tidak bisa melakukan dialog jika sama sekali tidak ada kepercayaan dari kelompok separatis di Papua kepada pemerintah. Dalam hal ini pemerintah menolak adanya campur tangan pihak ketiga yang diminta oleh kelompok separatis. Mengingat target utama kelompok tersebut adalah penentuan nasib Papua dengan menggelar referendum terkait keabsahan proses Pepera. 

Banyak usulan dari berbagai kalangan untuk menyelesaikan masalah Papua seperti: 

Pertama, pemulihan kondisi keamanan dan ketertiban serta menindak secara tegas para pelaku separatisme bersenjata yang melanggar hak-hak masyarakat sipil. 

Kedua, meningatkan kualitas pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi serta demokratisasi di Papua, melalui pendidikan politik secara formal, informal, dialogis, serta melalui media massa dalam rangka menciptakan rasa saling percaya.

Ketiga, penerapan konsep penyelesaian konflik secara damai, menyeluruh, dan bermartabat

Keempat, meningkatkan pengawasan secara tertutup dan terpadu terhadap upaya aktivitas asing/WNA yang dapat memprovokasi makin intensnya gerakan Papua Merdeka. 

Kelima, meningkatkan sinergitas Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah agar persoalan Papua semakin baik kondisinya melalui sosialisasi keberhasilan pembangunan kepada masyarakat Papua maupun Indonesia.
Keenam, untuk menangkal propaganda negatif yang dilakukan oleh Gerakan Separatis Papua di luar negeri dan meningkatkan upaya diplomasi dengan merepresentasikan perkembangan positif di Papua untuk meyakinkan masyarakat internasional. 

Untuk menghadapi manuver dari berbagai kalangan baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang masih mempermasalahkan Papua, perlu dilakukan langkah-langkah di tingkat internasional, mendorong Badan Kerjasama Antara Parlemen (BKSAP) DPR-RI untuk membangun kontak dengan Parlemen Inggris, melalui undangan kepada Parlemen Inggris untuk berkunjung ke Indonesia, atau DPR-RI melakukan kunjungan kerja ke Inggris. 

Di samping itu, melakukan kunjungan ke Chatam House, yang merupakan sebuah forum yang beranggotakan kalangan paling dihormati di Inggris, dan menjelaskan posisi dan kondisi serta situasi Papua saat ini. Kunjungan dengan melibatkan tokoh-tokoh Papua dengan kemampuan/kompetensi yang tinggi.

Di tingkat nasional dan lokal, yang perlu dilakukan antara lain membentuk tim khusus dalam mengintensifkan cipta opini dan kontra propaganda terkait masalah Papua, dengan tugas utama memantau perkembangan arus komunikasi dan informasi terkait Papua baik di tingkat lokal, nasional dan internasional. Menggalang dan memberdayakan jaringan media massa (cetak, elektronik dan online/situs berita) baik yang ada di tingkat lokal, dan nasional untuk menciptakan opini yang positif, benar dan berimbang tentang Papua, baik dalam pemberitaan ataupun penulisan ilmiah/artikel. 

Di samping itu, membuat film-film dokumenter ataupun film berdurasi pendek terkait perkembangan positif di Papua dan mensosialisasikannya kepada masyarakat Papua.

Kelompok separatis tersebut selalu melakukan gangguan keamanan untuk menunjukan kepada dunia internasional bahwa gerakan tersebut masih tetap eksis untuk menunjang perjuangan mereka di forum internasional. Karenanya, negara tidak perlu ragu-ragu untuk menindak para pelaku separatisme yang mengancam kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI sehingga pembangunan Papua terus dapat dilanjutkan sebagaimana harapan masyarakat Papua.

Bagaimanapun juga, isu Papua harus dikelola secara baik dan benar serta melakukan tindakan untuk menyelesaikan masalah Papua dengan memiliki prinsip yang mendasar seperti yang disuarakan kelompok manapun yaitu 'Jangan jadikan Papua sebagai proyek' dan 'Mendarat dengan jelas' artinya menggunakan metode persuasif daripada kekerasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar