Senin, 05 November 2012

Obama atau Romney?


Obama atau Romney?
Arya Bima Sugiarto ;  Dosen Pascasarjana Universitas Paramadina 
SINDO, 05 November 2012



Rakyat Amerika Serikat (AS) hari-hari ini memasuki saat mendebarkan dan menentukan. Suasana tersebut bisa dirasakan oleh siapa pun di setiap sudut di AS. Saat ini kebetulan saya tengah memenuhi undangan dari Asosiasi Pemimpin Politik Muda Amerika (ACYPL) untuk turut mengamati jalannya Pilpres AS. 

Perbincangan tentang pilpres mendominasi setiap sudut dan titik-titik pergaulan karena nyaris semua pihak yakin,Pemilihan Presiden AS saat ini adalah salah satu pemilihan paling ketat dan paling dramatis dalam sejarah. Semua stasiun TV didominasi para tim sukses dan pengamat yang mencoba memberikan analisis dan prediksi dari pilpres kali ini.Perdebatan yang terjadi sangat berbeda dengan di Indonesia karena tidak saja dipenuhi data dan fakta, tapi terkadang terkesan begitu vulgar dan emosional. 

Yang menarik dari dunia talkshowpolitik di AS ini, sebagian besar pengamat tidak berlatar belakang ilmu politik, sesuatu yang agak berbeda dengan Indonesia. Saya sempat berbincang dengan Maria Cardonay, salah satu pengamat dan pemandu talkshow papan atas yang sering tampil di CNN. Ia mengatakan, di AS latar belakang pendidikan komentator sama sekali tidak penting,publik dan media lebih melihat kemampuan mereka dalam menyuguhkan analisis dan prediksi yang menarik, segar,dan komunikatif. 

Berbagai survei terus menunjukkan tren kenaikan elektabilitas pesaing Barack Obama, Mitt Romney, dari Partai Republik. Namun dahsyatnya terjangan badai Sandy yang memengaruhi sekitar 60 juta penduduk AS menjadikan pilpres ini menjadi lebih dramatis lagi. Badai Sandy memaksa kedua kubu dengan cepat mengubah jadwal dan strategi kampanye. Tidak pernah rasanya dalam sejarahPilpres AS isu bencana menjadi perhatian utama di media seperti sekarang ini.

Semua berita dan talkshow di TV dipenuhi analisis- analisis dampak badai Sandy bagi perilaku pemilih. Namun bisa jadi secara politis kubu Obama justru mendapatkan momentum baru.Isu kemunduran ekonomi AS dan tingginya pengangguran yang selama ini dijadikan isu utama kubu Romney dengan cepat tergantikan oleh dampak bencana dan penanganannya. Kedua kandidat kemudian harus menahan diri untuk tidak berbicara politik dan terlihat sangat menghindar untuk tidak dituduh melakukan politisasi bencana.

Debat terjadi lebih di antara tim sukses dan juru bicara kedua kubu. Bagi Obama, badai Sandy memberikan ia momentum untuk menunjukkan karakter kepresidenannya sebagai pemimpin tertinggi dengan bersikap sigap.Dalam kunjungannya ke beberapa titik bencana, Obama terlihat menggunakan seragam jaket yang menunjukkan atributnya sebagai commander in chief, panglima tertinggi.Sesuatu yang tidak dimiliki penantangnya, Mitt Romney. 

Sementara Romney justru didera isu kontroversi terkait dengan wacana penanganan bencana yang diusungnya semasa kampanye.Sebelum terjadinya badai Sandy,Romney dengan lantang mengusulkan desentralisasi dari wewenang FEMA atau badan penanganan bencana nasional ke tingkat negara bagian demi efisiensi dan efektivitas.

Pascabadai Sandy,isu ini kembali naik ke media dan Romney memilih untuk tidak berpolemik dan tidak melanjutkan usulan tersebut. Pukulan lainnya terhadap Romney adalah ketika Gubernur Negara Bagian New Jersey Chris Christie yang selama ini dikenal sebagai salah satu politisi partai Republik yang gencar mengkritisi Obama tiba-tiba memberikan isyarat dukungannya terhadap Obama. 

New Jersey adalah daerah yang paling parah tingkat kerusakannya akibat terjangan badai Sandy dibandingkan kawasan lain. Ketika Obama mengunjungi New Jersey,Gubernur Christie secara terbuka terus memuji peranan dan langkah-langkah Obama dalam menangani bencana badai paling dahsyat sepanjang sejarah Amerika tersebut. 

Dukungan politik yang signifikan berikutnya datang dari Michael Bloomberg,Wali Kota New York yang juga pernah aktif di Partai Republik.Bloomberg tegas mengatakan bahwa Obama telah memenuhi harapan banyak orang AS dan sangat tepat untuk kembali memimpin AS empat tahun ke depan. *** 

Namun tentu saja jika mengamati pertarungan di media, masih sangat sulit dan terlalu dini untuk mengatakan Obama akan dengan mudah meneruskan kepemimpinannya. Keputusan kontroversial dari Mahkamah Konstitusi di AS yang menghapuskan batasan pemberian donasi kampanye atau yang dikenal dengan “Super Pac” betul-betul memberikan keuntungan bagi Romney. 

Kubu Romney terlihat lebih gencar dalam hal frekuensi serangan udara melalui iklaniklan yang mengkritik kemunduran ekonomi AS. Romney dikenal memperoleh dukungan yang kuat dari kalangan pengusaha kaya dan kelas menengah di Amerika. Iklan Obama yang paling menarik adalah dukungan yang diberikan oleh aktor Hollywood berpengaruh, Morgan Freeman, yang walaupun hanya tampil melalui suaranya namun dianggap cukup mempengaruhi opini pemilih mengambang di AS. 

Iklan kampanye negatif atau kadang secara lebih halus disebut dengan iklan kontras juga gencar memenuhi berbagai stasiun TV.Kedua kubu secara provokatif khusus mendesain iklan untuk menyerang data-data yang disuguhkan kubu lawan. Penelitian memang menunjukkan bahwa iklan negatif ini lebih efektif dalam memengaruhi pemilih ketimbang iklan-iklan biasa yang menunjukkan kelebihan kandidatnya. 

Adalah hal yang sangat menarik dalam Pilpres AS ini ketika pertarungan udara yang begitu canggih juga diimbangi dengan pertarungan di darat dalam bentuk pengumpulan masa yang sangat masif dan produktif. Baik pertarungan di udara maupun darat,sangat kental dengan perbedaan pandangan, sikap politik dan program-program dari kedua kandidat. Hal yang membedakan dengan pemilu di Indonesia adalah kemampuan kedua kubu untuk menurunkan isu-isu nasional ke dalam konteks lokal. 

Di sejumlah negara bagian yang dianggap swing statesatau negara bagian yang karakter pemilihnya tidak dapat dikategorikan sebagai pemilih tradisional atau fanatik dari baik Demokrat atau Republik.Kedua kubu gencar menayangkan di media secara detail program 100 hari pemerintahan yang khusus terkait dengan kawasan tersebut. 

Sejak hari Kamis, kedua kandidat sudah kembali gencar berkampanye dan memanfaatkan hari-hari terakhir menuju pemungutan suara pada hari Selasa 6 November.Dalam politik AS, empat hari adalah waktu yang cukup panjang dan apa pun bisa terjadi. Kedua kandidat betul-betul memanfaatkan hari-hari terakhir kampanye dengan bertarung memperebutkan suara di swing states seperti Colorado,Virginia, Ohio,dan Iowa. Bagaimana dampak hasil Pilpres AS ini bagi Indonesia? 

Memang jika diamati dari berbagai pernyataannya dalam masa kampanye, Romney cenderung mengisyaratkan suatu kebijakan luar negeri yang lebih berupaya untuk menguatkan pengaruh AS sebagai negara adidaya dalam konstelasi hubungan internasional. Jargon yang sering didengungkan oleh kubu Romney “when America is strong,the world is safer”setidaknya menggambarkan kecenderungan tersebut. 

Banyak pengamat memprediksi bahwa di bawah Romney AS akan menjadi kurang kompromistis dan kooperatif dalam forum bilateral atau multilateral. Namun tentunya bisa jadi isu kampanye belum tentu paralel dengan kebijakan yang betul-betul akan diambil nantinya. 

Dalam perbincangan saya dengan Dubes Indonesia di AS, Dino Patti Djalal, kami samasama melihat suatu kemungkinan bahwa jikapun Romney terpilih nantinya, penyesuaian- penyesuaian akan terjadi secara alamiah sesuai dengan dinamika hubungan internasional nantinya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar